web analytics
Orang Kalang Mitos Manusia Berekor - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Judul pada atas bisa jadi jikalau dibaca sepintas terasa sangat provokatif & bagi sebagian orang langsung bisa memunculkan kontroversi & perdebatan panjang. Namun demikianlah mitosnya. Sebagaimana Samin & Osing, warga Kalang memiliki corak budaya yang tidak serupa pada Jawa pada umumnya. Menurut tradisi Jawa, orang Kalang itu suku terpisah menggunakan adat yang berbeda dari lebih banyak didominasi orang Jawa. Mitologi Jawa memberi gambaran mereka juga punya penampilan fisik berbeda, termasuk sisa ekor yang belum paripurna.

Siapa sebenarnya orang Kalang yang kono berekor itu? Mari kita menelusurinya lebih jauh.

Mengutip pernyataan PJ Veth dari bukunya yang bertajuk Java, orang Kalang adalah sebuah gerombolan warga yang berdiam pada seputar Jawa Tengah & Jawa Timur yang keberadaannya kini entah terdapat dimana. Secara mitos, mereka dianggap suku yang aneh sekaligus misterius.

Lebih lanjut dia menyatakan, orang Kalang sebenarnya bukan suku Jawa, tetapi pendatang dari India pelosok yang masih terbelakang alias primitif. Kedatangan mereka ke bumi Nusantara dibawa sang saudagar-saudagar India sebagai pengawal sekaligus kuli angkut barang. Ini sebab diyakini, orang Kalang memiliki energi aneh & sejumlah kemampuan pada luar logika sehat. Namun sebab terbelakang & tidak berpendidikan, orang Kalang mudah dibodohi atau diperintah layaknya budak.

Pernyatan PJ Veth pada atas dibantah sang Soemarsaid Moertono dalam bukunya yang berjudul Negara & Usaha Bina Negara pada Jawa Masa Lampau. Dalam buku tersebut Soemarsaid menyampaikan pendapat bahwa orang Kalang adalah suku primitif yang terdapat pada Jawa keturunan Pra-Dravidia atau Porto Melayu yang dulunya hayati pada tengah – tengah hutan yang terdapat pada Jawa Tengah atau Jawa Timur. Raja-raja Mataram & raja-raja sebelumnya juga memanfaatkan orang-orang kalang untuk keperluan pembangunan.

Pada jaman Hindu orang Kalang juga pada manfaatkan untuk pembangunan Candi. Ini bisa pada lihat dari prasasti yang pada temukan pada desa Tegalsari Magelang yang pada sebut Inkripsi Kuburan Candi yang pada bangun Raja Syailendra tahun Saka 753 atau 831 Masehi. Dalam prasasti itu pada tulis kalau proyek pembangunan Candi pada pimpin sang orang Kalang.

Pendapat nyleneh tentang orang Kalang berekor datang dari pernyataan Mitsuo Nakamura (1983), seorang Antropolog Jepang yang menyebut orang Kalang adalah keturunan anjing atau simpanse. Ini sebab sebagai manusia mereka justru memiliki ekor meski pendek.

Terlepas dari perkiraan yang berbau sangat negatif tentang orang kalang karean perilakunya yang tidak generik dari kebanyakan etnis yang mendiami pulau Jawa. Namun yang jelas mereka sangat ulet & pekerja keras tanpa mengenal lelah. Akibat gunjingan kurang baik ini sangat dimungkinkan orang Kalang dahulu tidak jarang menyembunyikan bukti diri dirinya kepada warga generik.

Dalam berbagai kepustakaan eksistensi wong Kalang pernah ditulis sang Denis Lombart dalam bukunya Nusa Jawa Silang Budaya (1680) & Thomas Stamford Raffles dalam bukunya History of Java (1875) yang keduanya menulis tentang kehidupan & peradaban wong Kalang dari jaman ke jaman menggunakan segala dinamikanya.

Ekskavasi (penggalian & penelitian) yang pernah dilakukan & memperkuat adanya kehidupan warga wong Kalang pada Bojonegoro, pernah dilakukan sang Balai Arkeologi Yogjakarta yang dipimpin sang Goenadi Nitihaminoto (19780) bersama Departemen P & K yang dipimpin sang Sardjoe Resosepoetro. Hasil penggalian & penelitian yang dilakukan semua memperkuat adanya peradaban orang Kalang pada Bojonegoro.

Salah satu bukti sejarah peninggalan wong Kalang adalah makam Kalang menggunakan simbol gambar matahari sebab mereka menyembah tuhan matahari, berada pada desa Kidangan kecamatan Malo yang hayati pada sungai purba (lembah bengawan solo) & pada Kedewan. Dalam perkembangannya wong Kalang berbaur dalam konvoi Ki Samin Surosentiko melawan penjajah tanpa kekerasan (semacam gerakan Ahimsa pada India). Mereka sudah tidak lagi menyebut dirinya wong Kalang tetapi bangga menyandang sebutan Wong Samin (Orang Samin / Sami-sami amin)

Selengkapnya tentang wong Samin bisa kerabat perkerisan baca pada Belajar Kearifan Dari Keluguan Wong Samin & Mengenal Samin Surosentiko Sang Ratu Adil Dari Sedulur Sikep

Orang Kalang yang adalah asal muasal orang Samin telah melewatkan waktu yang panjang melalui migrasi budaya sebagai akibatnya menghipnotis budaya lainnya dalam peradaban manusia dari zaman ke zaman, & bagi kita menjadi informasi jawaban yang bisa menepis kebohongan sejarah yang tersesat selama ini, serta menjadi bahan perenungan kembali asal usul diri kita sendiri tanpa menganggap rendah pada sebagian yang lain.

Dalam Prasasti Harinjing (804 M) & Panggumulan ( 904 M) misalnya, telah menyebut tentang eksistensi suku ini pada warga. Harinjing menyebut Tuha Kalang (Kepala Suku Kalang), sementara Panggumulan menyebut Pandhe Kalang (penebang kayu Orang Kalang).

Dari berbagai literasi juga mengungkapkan pada masa Majapahit, orang Kalang atau biasa disebut wong Kalang, diberdayakan untuk membangun candi-candi akbar, khususnya candi yang dianggap punya nilai spiritual tinggi. Ini sebab wong Kalang bekerja tanpa bersuara yang dianggap sebagai tapa mbisu. Bertapa tanpa mengeluarkan suara seperti orang bisu. Selain itu lewat kemampuan khusus yang cenderung mistis, wong Kalang bisa memindahkan batu-batu akbar secara ajaib.

Meski jumlahnya tidak begitu banyak, mereka yang dianggap sakti & lebih linuwih dari yang lain, dikumpulkan secara tersendiri. Kelompok ini kemudian dijadikan pasukan khusus urusan perang mistik alias perang klenik. Dalam penyerangan Majapahit ke Kalimantan, gerombolan orang Kalang pada libatkan sepenuhnya untuk menghadapi suku Dayak yang memang cukup tangguh dalam urusan ilmu mistik.

Kemenangan Majapahit atas Kalimantan tersebut menciptakan Empu Nala membalas jasa-jasa orang Kalang yang terlibat menggunakan mengangkatnya sebagai perwira-perwira khusus. Namun konduite yang cenderung aneh & liar menciptakan Majapahit kemudian mencopot kembali jabatan-jabatan tersebut & mengembalikan orang Kalang permanen sebagai pasukan pelapis saja. Mereka permanen tidak memegang komando tapi dikomandoi. Orang Kalang dianggap sulit diangkat kastanya sebagai Kesatria dalam Tri Wangsa (Brahmana, Kesatria, Tri Wangsa). Tentangan paling keras pada lakukan sang Kaum Brahmana sebab tindak tanduk wong Kalang yang bahkan dianggap masih kalah mudun dibanding kaum Sudra.

Sisa-sisa mistisisasi suku Kalang masih terasa sampai jaman mulai mutakhir. Gubernur Raffles 1811-1816) yang punya ketertarikan mendalam terhadap seni & kebudayaan Indonesia pernah menciptakan catatan tentang ritual-ritual mereka, antara lain :

Wuku anggara yakni ritual yang dilaksanakan pada hari Kliwon kelima, ritual wuku galingan yang dinyatakan sebagai hari suci menghentikan semua pekerjaan apapun, serta ritual wuku gumreg sebagai perwujudan rasa syukur.

Ada juga ritual Kalang Obong dimana mereka membakar jasad orang tua atau kerabat yang meninggal lewat perantaraan boneka kayu. Mitosnya, waktu boneka tersebut dibakar, bersamaan menggunakan itu jenasah yang dituju ikut pula terbakar.

Meski masa Hindu telah lewat & Islam yang tidak mengenal kasta berjaya pada nusantara, orang Kalang dimasa Sultan Agung justru dicari dimanapun berada & dikumpulkan menjadi satu pada Jawa Tengah. Mereka dibuatkan semacam camp akbar menggunakan penjagaan ketat. Ini akhirnya memunculkan pendapat baru tentang nama Kalang.

Dalam bahasa Jawa, Kalang artinya pada buatkan penghalang, bundar, ruang atau halaman, menggunakan mengambil istilah kerja " pada kalangi " (dilingkari). Untuk mengkoordinir warga Kalang ditunjuk satu dari diantara mereka yang paling dihormati & diberi pangkat Tumenggung. Melalui Tumenggung inilah berbagai perintah kerja diberikan. Tugas mereka masih sama, yakni kerja kasar layaknya budak. Menebang & mengangkut kayu pohon, menjadi kuli panggul & lain sebagainya. Selain itu beberapa orang diantara mereka diambil kalangan bangsawan sebagai abdi dalem untuk mengerjakan tugas-tugas kasar pada rumah mereka masing-masing.

Kekalahan Sultan Agung terhadap Belanda menciptakan orang-orang Kalang berpindah dari Jawa Tengah ke Yogyakarta, tepatnya pada Kotagede. Pemerintah lokal tidak lagi terlalu menyampaikan perhatikan khusus terhadap keturunan Kalang. Orang Kalang yang selama sekian periode dipaksa untuk bersentuhan menggunakan dunia generik akhirnya terbiasa. Mereka mulai melupakan ritual-ritual mistis & bekerja layaknya manusia pada umumnya. Mereka ikut serta meluaskan pengetahuan dalam dunia bisnis.

Karena watak dasarnya yang ulet, Suku Kalang rata-rata kaya raya sekaligus sebagai penyumbang dana akbar kepada pemerintah setempat. Kraton memberinya imbalan menggunakan menyampaikan gelar-gelar khusus sebagai akibatnya secara strata sosial lebih terpandang. Masyarakat pun mulai membanding-bandingkan keuletan kerja Suku Kalang menggunakan Suku Tionghoa. Kekayaan mereka menjadi sangat luar biasa menggunakan karakteristik rumah megah bergaya Eropa menggunakan ornamen batu glamor. Hebatnya, untuk menaikkan gengsi, pebisnis Kalang bahkan memiliki pembantu bersuku Tionghoa maupun Eropa.

Di masa revolusi kemerdekaan lagi-lagi orang Kalang jatuh menderita. Mereka menjadi sasaran-sasaran penjarahan atau perampokan masal setiap kali terdapat kerusuhan, sama menggunakan yang dialami suku Tionghoa. Saat ibukota pindah ke Yogya, Sultan HB IX juga meminta golongan orang Kalang menyumbang dana akbar bagi usaha Republik.

Melihat perjalanan sejarah orang Kalang, menjelaskan bahwa perubahan dalam sub etnis niscaya terjadi. Sebelum kita terlambat, ayo merawat & menjaga kebudayaan Indonesia agar bisa dilestarikan untuk generasi penerus. Sepanjang peradaban Kalang, suku unik ini mewajibkan indogami alias menikah diantara kalangan sendiri, namun jaman telah berubah. Mereka telah sangat banyak melakukan kimpoi campur berkali-kali pada hampir setiap keturunan. Darah Kalang hilang. Bisa jadi & sangat memungkinkan Suku Kalang mungkin sebentar lagi punah. Nuwun.

(Suku Kalang : Mitos Manusia Berekor & Kemisteriusannya)
Referensi bacaan :
Wikipedia
Nusa Jawa Silang Budaya, Denis Lombart
Java, PJ Veth
Negara & Usaha Bina Negara pada Jawa Masa Lampau,Soemarsaid Moertono
Dan berbagai sumber terpilih menggunakan editing seperlunya

Leave a Reply