web analytics
Karma Dalam Makna Sebenarnya - DUNIA KERIS

Dunia Keris Assalamualaikum. Selamat siang kerabat kinasih perkerisan. Pada kesempatan siang ini saya ingin mengajak sampeyan untuk mengkaji istilah atau lebih tepatnya ungkapan yang sangat nir asing dalam keseharian kehidupan kita. Saudara kita yang beragama Hindu serta Budha menyebutnya Hukum Karma. Saya konfiden sampeyan sekalian nir asing toh dengan Karma.

Secara umum orang mengartikan kata karma dengan demikian seram. Saking seramnya, sering muncul nasehat untuk nir melakukan suatu kesalahan atau dosa, agar tak kena karma. Kesan yang muncul pun seakan-akan karma itu negatif, hanya ganjaran bagi perbuatan salah. Pokoknya ganjaran yang sifatnya menyeramkan. Karma senantiasa dibicarakan menjadi yang nir baik.

Untuk sebelumnya tulisan saya kali ini lumayan panjang, jujur saya kesusahan untuk meringkasnya. Tapi saya usahakan dengan bahasa yang paling sederhana. Dari banyak perbincangan saya dengan para saudara penghayat atau yang beragama Hindu, sejatinya pengertian karma itu tidaklah demikian. Karma arti sebenarnya adalah perbuatan. Karma dapat juga diartikan menjadi hasil dari perbuatan itu. Karena sesungguhnya antara perbuatan serta hasilnya tak pernah dapat dipisahkan. Suatu perbuatan itu sudah satu paket dengan hasilnya, bagaikan dua sisi mata uang.

Selanjutnya, yang dikatakan perbuatan itu adalah pikiran, perkataan, serta tindakan. Mana saja yang dilakukan kepada antara ketiganya akan berbuah atau membuahkan hasil. Demikianlah karma itu, sehingga karma dianggap menjadi sebuah hukum, yang memiliki kepastian, yang mutlak berlaku. Hukum karma demikian dia dianggap. Atau lengkapnya dianggap dengan hukum karma phala.

Hukum karma phala adalah hukum aksi reaksi, hukum sebab implikasi. Oleh lantaran ada suatu sebab maka akan ada suatu implikasi. Oleh lantaran ada satu aksi, akan ada suatu reaksi, serta seterusnya. Hukum inilah yang mengatur kehidupan makrokosmos serta mikrokosmos, kehidupan kepada alam semesta serta kehidupan semua mahluk hidup.

Kadangkala keberadaan hukum karma disamakan dengan nasib, bahkan suratan takdir. Di balik itu perlu dipahami bahwa suratan itu ditulis sendiri sang yang bersangkutan, sama sekali bukan sang orang atau pihak lain. Kalau perbuatan yang dilakukan baik, ya mutlak hasilnya akan baik juga. Kalau yang dilakukan adalah perbuatan yang nir baik, ya hasilnya juga demikian.

Kitalah yang mendesain nasib kita, bukan orang lain, bukan juga dipengaruhi sedemikian adanya sang Pencipta. Petitah Semesta memang diyakini menjadi causa prima, penyebab utama, namun dalam hal ini DIA sebenarnya hanya menjadi saksi abadi. DIA hanya mencerminkan, memantulkan, serta bereaksi. Apa yang diperbuat demikianlah terpantulkan kembali kepada yang berbuat. DIA sudah membekali manusia dengan akal/pikiran, budi, ketidakterikatan, perasaan kagum serta hormat. Semua itu menjadi indera timbang untuk melakukan mana yang baik atau jelek, mana yang benar atau yang salah.

Semua indera itu, yang merupakan anugrah serta kelebihan manusia kepada antara mahluk lain, yang semestinya kita pergunakan secara benar untuk mencapai keinginan rohani serta tujuan jasmaniah.

Sifat Hukum Karmaphala

Abadi: keberadaan hukum ini dimulai kepada ketika alam semesta ini ada serta akan berakhir kepada ketika pralaya (kiamat). Walaupun demikian, nir ada seorang pun yang memahami kapan penciptaan serta berakhirnya alam semesta ini. Inilah yang menjadi rahasia Pencipta. Penciptaan alam semesta bersamaan dengan penciptaan hukum-hukum yang bekerja secara amat sangat sophisticated sekali serta memiliki ketepatan yang tiada tara. Hukum grafitasi diciptakan bersamaan dengan diciptakan-Nya alam semesta.

Kebetulan saja ada mahluk Tuhan yang bernama Isaac Newton yang menggunakan akal/pikiran serta budinya dengan baik, sehingga berhasil mengungkap keberadaan serta cara kerja hukum ini, walaupun sebelumnya pun kalau ada benda yang dilemparkan ke atas, mutlak akan jatuh lagi ke bumi. Lalu manusia lain mengakuinya serta menamakan hukum ini dengan hukum Newton.

Universal: hukum ini berlaku kepada setiap kreasi Tuhan. Di mana pun berada, bagaimanapun wujud kreasi itu, hukum ini berlaku baginya. Mempercayai atau nir mempercayai keberadaan hukum ini, seandainya masih berada kepada alam semesta ini, hukum ini permanen bekerja baginya. Kalau dia berbuat baik, hasilnya mutlak baik juga, serta hasilnya dia juga yang akan menikmatinya. Kalau sebaliknya, ya demikian juga. Kalau ada asumsi bahwa hanya kalau berbuat dosa saja kena hukum karma, ya inilah salah kaprah yang luar biasa.

Berlaku sepanjang zaman: kepada zaman apa pun hukum ini permanen berlaku serta nir mengalami perubahan. Baik kepada zaman satya (kerta) yuga, treta yuga, dwapara yuga, kali yuga hukum ini permanen berlaku. Kalau kepada zaman sekarang (yang diidentifikasi menjadi zaman kali, zaman terakhir) sepertinya hukum karmaphala ini nir lagi efektif bekerja, ya asumsi itu keliru lagi. Kalau kelihatan bertentangan, itu hanya penglihatan serta analisis manusia yang sangat terbatas, yang nir mampu melintasi serta menggabungkan aneka macam fakta dari zaman lainnya dengan lengkap.

Demikian singkatnya pengetahuan serta pemahaman manusia tak mampu mengungkap lintas zaman tadi, lantaran rentang waktunya demikian lama sekali, yang ribuan bahkan jutaan kali rentang umur manusia. Sedangkan pengetahuan perihal diri serta perbuatannya semasa bayi atau anak-anak saja tak tersimpan lagi kepada memorinya, bagaimana mau menyimpan kejadian lintas zaman?

Sempurna: lantaran kesempurnaannya, kerja hukum ini tak dapat diganggu-gugat, diubah atau dipaksa berubah. Sifatnya konstan serta nir berubah dari zaman ke zaman. Hukum ini hanya dapat ditaklukkandengan cara mengikuti alur kerjanya, diiringi dengan keihklasan yang dalam. Kalau menurut penglihatan serta analisis manusia, dia menerima hasil yang nir sinkron dengan perbuatannya, dapat dipastikan penglihatan serta analisisnya itu tidaklah lengkap.

Kalau rasa-cita rasanya sudah serta selalu berbuat baik, lalu hidupnya begitu-begitu saja atau malah menderita sepanjang hayat, mesti ada yang belum terungkap. Ada mata rantai kausalitas yang menyebabkan demikian. Itulah yang tak mampu dijangkau logika, pikir, serta budi manusia. Karena bak iklan sebuah produk, hukum ini mengikuti yang berbuat atau yang berkarma kapan serta kepada manapun berada.

Jenis Hukum Karmaphala

Hukum karmaphala diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Bisa didasarkan  masa kehidupan, didasarkan  unsur triguna, didasarkan  kesucian, kebenaran, tri sarira, serta didasarkan  hasilnya. Lebih jauh jenis-jenis atau pembagian hukum karmaphala itu dapat dijelaskan kepada bawah ini.

Berdasarkan waktu atau masa kehidupan, karmaphala dibagi atas sancita, prarabda, serta kriyamana atau agami.

Sancita Karmaphala: sancita dapat diumpamakan menjadi tabungan masa lalu. Masa lalu dalam pengertian ini bukan hanya berkisar kehidupan ini saja. Masa lalu yang dimaksudkan adalah masa yang sudah lewat serta melintasi aneka macam kelahiran. Tabungan itu dapat berupa hasil perbuatan baik atau sebaliknya. Tabungan itu terdapat hingga kini, serta permanen bekerja menghipnotis jalan hidup seseorang. Inilah terjemahan nasib atau suratan. Sancita karma dapat menjawab serta menjelaskan aneka macam perbedaan nasib seseorang ketika ini.

Prarabda Karmaphala: adalah karma kepada kehidupan ketika ini. Apa yang dialami dalam hidup ini adalah butir atau hasil perbuatan masa lalu serta bisnis yang dilakukan ketika ini. Buah perbuatan masa lalu, kalau terdapat sisa, ketika inilah waktunya dipetik. Hal inilah yang menjelaskan fenomena bahwa ada orang yang selalu berbuat baik dalam hidupnya kini, akan tetapi hidupnya nir ada peningkatan atau malah menderita. Ada yang kelihatannya nir banyak berbuat baik atau malah melakukan dosa, namun kehidupannya permanen baik-baik saja, harta melimpah, dst. Dengan senyum-senyum saja (bintang iklan, misalnya), beberapa orang dapat memperoleh uang jutaan. Sebaliknya, ada yang seharian membanting tulang, hasilnya hanya pas buat makan hari itu. Semua itu adalah pengaruh dari sancita, tabungan masa lalu, yang ketika ini sedang dinikmati hasilnya. Sancita karma serta prarabda tak dapat dipisahkan. Sancita menjelaskan aneka macam perbedaan serta ketimpangan nasib hidup manusia kepada masa yang sedang dialaminya kini. Sancita pula yang dapat menjawab mengapa ada yang lahir dengan wajah gagah, atau elok, lalu memiliki bekal hidup material yang lebih dari cukup.

Lalu, ada yang lahir dengan kekurangberuntungan, baik fisiknya juga bekal hidup.Lalu, kepada mana pengaruh prarabda? Apa nir ada gunanya? Mari dipandang perumpamaan berikut. Kita andaikan perbuatan masa lalu adalah garam yang terlanjur banyak dimasukkan ke dalam sayur. Sayurnya jadi asin. Karena sudah terlanjur, perbuatan itu tak dapat dibatalkan. Garam itu nir dapat lagi dipungut. Kita hanya dapat menikmati asinnya. Nah, rasa asin ini dapat dikurangi dengan menambahkan air ke dalam sayur tadi. Perbuatan menambahkan air inilah yang dapat diandaikan dengan prarabda karma. Bukankah permanen ada gunanya? Demikian pula bisnis yang dilakukan dalam kehidupan sekarang dapat mengurangi penderitaan menjadi implikasi perbuatan masa lalu. Kalau kita menderita sebenarnya kita sedang melunasi hutang sisa perbuatan itu.

Kriyamana Karmaphala: adalah karma yang sedang dibuat untuk masa depan. Dapat diumpamakan menjadi kegiatan menabung. Hasilnya dapat dinikmati ketika kehidupan ini atau kepada hidup sesudah kehidupan ini. Inilah yang memberikan optimisme bagi manusia. Kriyamana adalah harapan masa depan, yang ketika ini sedang dirangkai. Dengan bekal manah (akal, pikiran) serta budi, manusia diberi kebebasan menentukan masa depannya. Manusia dapat menyusun sendiri bagaimana bentuk kehidupan yang diinginkan. Inilah kelebihan manusia yang dianugerahkan sang Sang Pencipta.

Berdasarkan unsur triguna; triguna terdiri atas unsur satwah, rajah, serta tamah. Ketiganya masing-masing membentuk wikarma, sahaja karma, serta akarma.

Wikarma: adalah karma yang didapatkan dari guna satwah, yang sifatnya satwik. Satwah adalah sifat-sifat dalam diri manusia yang dipengaruhi secara kuat sang Dharma. Yang dapat digolongkan dalam karma yang wikarma antara lain: mengatakan yang benar serta lemah lembut, bekerja dengan teliti, tenang; berpikir yang benar serta jernih, serta sebagainya.

Sahaja Karma: karma ini didapatkan dengan guna rajah, sifatnya dianggap rajasik. Sifat ini mengarahkan serta menghipnotis manusia sehingga penuh gairah keinginan, terburu-buru, kurang tabah, serta sebagainya. Jila manusia melakukan aneka macam kegiatan dengan sifat-sifat rajasik ini, itulah yang dinamakan sahaja karma. Hasilnya sudah dapat diduga.

Akarma: sifat tamasik yang menghipnotis manusia untuk memproduksi akarma. Tamasik dapat disejajarkan dengan kemalasan. Kadang-kadang akarma dikatakan menjadi nir berbuat. Arti ini nir sepenuhnya benar. Tidak ada manusia yang benar-benar nir berbuat sama sekali. Manusia dibuat tak berdaya sang hukum karma ini untuk berbuat serta berbuat, walau dalam bentuk yang sangat pasif. Dalam diam pun manusia berbuat, paling nir manah atau pikirannya yang berkelana.

Berdasarkan kesucian: atas dasar kesucian perbuatan, karma dibagi menjadi subha karma serta asubha karma.

Subha karma: subha artinya suci, jadi subha karma adalah perbuatan yang suci, perbuatan baik. Pikiran yang penuh kedamaian, hati yang penuh rasa kasih sayang, akan memproduksi ucapan, perkataan, serta tindakan yang similar, sejajar, serta searah dengan itu. Konsep karma memang menyangkut ketiganya (pikir, ucapan, serta tindakan).

Asubha karma: alfabet a didepan kata subha membuat makna penyangkalan. Dengan penyangkalan, muncul makna sebaliknya dari yang kepada atas. Perbuatan-perbuatan yang didasari kegelisahan, kebencian, kekerasan, amarah, serta sebagainya, dikategorikan menjadi asubha karma.

Dalam kaitannya dengan kedua karma didasarkan  kesucian ini, mucul anekdot bahwa bila kita nir banyak memiliki tabungan perbuatan baik, maka bila ajal menjemput, kita akan dijemput asu. Yang dimaksudkan bukanlah anjing (asu dalam bahasa Jawa serta Bali berarti anjing), melainkan asubha karma ini.

Berdasarkan kebenaran: dengan faktor ini, karma dibagi menjadi sat karma, dush karma, serta mirsa karma

Sat karma: adalah karma yang dilaksanakan dengan dasar Dharma (kebenaran). Semua perbuatan yang berlandaskan Dharma dianggap menjadi sat karma.
Dush karma: kebalikan dari sat karma dianggap dush karma. Dasar perbuatan dush karma adalah yang bertentangan dengan Dharma, seperti yang didasarkan  kroda, moha, matsarya, kama, serta sebagainya.
Misra karma: adonan antara sat karma serta dush karma dianggap mirsa karma. Manusia kepada ketika ini, kepada zaman kali yuga ini, biasanya melakukan atau menerima hasil karma ini. Karena biasanya manusia kini melakukan keduanya. Tidak ada yang 100 % dursila, atau 100 % baik. Sejahat-jahatnya perampok, selama hidupnya dia mutlak pernah berbuat baik.
Semua hasil perbuatan ini akan kembali ke padanya. Hasil perbuatan baik atau hasil perbuatan buruknya, hanya dial ah yang akan menerimanya, bukan orang lain. Kalau yang lebih banyak adalah perbuatan buruknya, maka setelah meninggal dia akan menerima hasil perbuatan baiknya terlebih dahulu, kemudian baru menerima hasil perbuatan buruknya. Kalau sebaliknya, lebih banyak perbuatan baiknya; justru dia akan menerima hasil perbuatan buruknya terlebih dahulu, baru kemudian hasil perbuatan baiknya yang dinikmatinya. Jadi nir ada perbuatan yang sia-sia atau yang nir dipetik hasilnya menurut hukum karma ini. Tidak ada neraka abadi bagi manusia, bagi manusia dursila sekalipun. Sebaliknya, nir ada juga surga abadi. Karena surga serta neraka hanya persinggahan sang atman, untuk menentukan baju atau badan lain yang cocok dengan hasil karmanya tadi (BG.II.22, Swargarohana Parwa).

Berdasarkan tri sarira: tri sarira adalah tiga jenis badan manusia, yakni stula sarira/badan kasar atau fisik (tangan, kaki, kepala, dsb), suksma sarira atau badan mental, serta badan penyebab (karana sarira).

Karma fisik: jenis karma ini mengakibatkan kepada badan fisik manusia, misalnya saja makan yang kurang teratur akan menyebabkan tubuh sakit.
Karma astral: karma astral adalah karma yang berasal atau mengakibatkan kepada perasaan, misalnya saja ucapan yang lemah lembut akan mengakibatkan kepada perasaan yang akan menjadi senang. Atau berbicara perihal makanan lezat kepada siang hari akan mengakibatkan kepada timbulnya rasa lapar, serta sebagainya.
Karma mental: badan mental manusia akab kena pengaruh karma ini. Senantiasa berpikir baik serta positif akan mengakibatkan kepada kenyamanan diri, kebahagiaan, kedamaian, kegembiraan, rasa optimis serta seterusnya. Perlu dicatat ini juga adalah karma.

Berdasarkan hasilnya, phala atau butir atau hasil suatu karma dibedakan atas dua jenis, yaitu: Vishaya (Wishaya) karma, serta sreyo karma.

Wishaya karma, dianggap juga karma yang mengikat. Keterikatan akan hasil perbuatan adalah wishaya karma. Melakukan suatu perbuatan lantaran ingin memperoleh imbalan, atau ada pamrih kepada balik perbuatannya. Jika diperkirakan nir ada hail baginya, maka tidaklah dia melakukannya. Ketergantungan kepada hasil perbuatan inilah yang dikatakan wishaya.

Sreyo karma, adalah membebaskan diri dari ikatan terhadap hasil perbuatan. Kegiatan yang dilakukan dengan tanpa berharap akan hasilnya bukan berarti kerja dengan dari-asalan. Prosesnya permanen diletakkan kepada software penuh kompetensi. Jila dilaksanakan dengan kompetensi penuh, lalu ditambah lagi dengan keikhlasan serta tanpa berharap hasil bagi diri sendiri, niscayalah kepada pelaksanaannya saja sudah mendatangkan kebahagiaan. Jila mendatangkan kebahagiaan, apalagi ketika pelaksanaannya sudah dirasakan, maka karma itu dikatakan atmananda. Seperti kepada awal tulisan ini dikatakan bahwa antara perbuatan serta hasilnya nir dapat dipisahkan, bagai dua sisi mata uang. Tanpa diharapkan pun hasil itu akan tiba. Cepat atau lambat, hal itu mutlak adanya. Sekian dulu mohon koreksi seandainya ada ada kekurangan serta semoga ada fungsinya untuk menambah cakrawala pengetahuan bagi kita semua. Wassalam.

Referensi:
Anadas Ra. 2008. Evolusi melalui Reinkarnasi serta Karma. Surabaya: Paramita
Bhagawadgita. Terjemahan Gde Pudja, SH, MA, 1986. Jakarta: Ditjen Bimas Hindu serta Budha
Madrasuta, Ngakan Made. 2009. Petunjuk untuk yang Ragu. Jakarta: Media Hindu

Leave a Reply