web analytics
Syekh Maulana Samsujen Si Pengendara Angin Guru Jayabaya - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Syekh Maulana Samsujen pada dalam sejarah Kediri, pada tahun 1135 tertulis sebagai insan sakti mandraguna yang sangat tinggi ilmu kedigdayaannya. Karena ilmu Meniti Angin yang dikembangkannya, Syekh Maulana Samsujen bisa berlayar beserta bahtera kecilnya hanya dua jam perjalanan berdasarkan pesisir utara Jawa ke negeri Rum, negeri asalnya kurang lebih wilayah Irak bagian tengah. Sampeyan bisa bayangkan, pesawat terbang saja tentu kalah cepat.

Syahdan, pada tahun 1135 Syekh Maulana Samsujen yang dikenal pula sebagai Mbah Wasil dipanggil oleh Prabu Aji Jayabaya ke kerajaannya, yakni Daha (Kediri). Raja Kediri yang berkuasa berdasarkan tahun 1135 sampai 1157 itu awalnya mendengar berdasarkan para prajurit kerajaan, bahwa ada insan sakti yang memiliki ilmu terbang dan bisa mengobati ragam penyakit berat. Baik penyakit medis maupun penyakit dampak santet atau teluh. Hampir semua penyakit diakibatkan persoalan gaib, beserta sukses bisa diobati oleh Maulana Samsujen. Hal itu dialami oleh warga pesisir utara Jawa timur, misalnya wilayah Tuban, Gresik, dan Surabaya sekarang ini.

Mendengar ada insan sakti mandraguna dan berilmu tinggi melebihinya, Prabu Jayabaya, cucu Prabu Airlangga, membuatnya penasaran. Dia lalu berniat bertemu beserta mengundangnya datang ke istana Kediri. Seratus prajurit berkuda lalu diutusnya menjemput sang syekh pada pinggir laut utara.

Mendengar dirinya diundang oleh raja, Maulana Samsujen menyiapkan diri berangkat ke istana. Karena sifatnya yang tidak arogan dan rendah hati beserta prisip siapapun yang mengundang dan membutuhkan dirinya, kalau dia bisa, dia akan bersedia datang, maka berangkatlah dia beserta 100 prajurit tersebut.

Begitu seratus kuda beserta seratus prajurit berangkat meninggalkan pesisir utara, sang syekh berkata pada pemimpin rombongan, bahwa dia niscaya akan datang dan pasukan dipersilahkan berangkat duluan. Karena percaya sang Syekh niscaya akan datang, maka berangkatlah pasukan ke selatan menuju kerajaan menempuh perjalanan selama tiga hari tiga malam. Sesampai pada kerajaan, seratus prajurit itu terkejut. Sebab sudah tiga hari sebelumnya sang Syekh telah tiba pada istana berdampingan beserta sang Prabu Aji Jayabaya.

Konon beserta ilmu hikmahnya, Syekh Maulana Samsujen bisa terbang dalam hitungan menit berdasarkan pesisir utara Jawa tersebut ke pedalaman Jawa, atau lebih tepatnya ke Kediri. Ia memiliki ilmu Meniti Angin. Konon kecepatannya melebihi pesawat terbang komersial yang rata-rata 800 km/jam itu.

Entah apa yang disaksikan oleh Prabu Aji Jayabaya mengenai kehebatan ilmu Maulana Samsujen. Yang kentara konon pada pertemua pertama itu sang raja eksklusif jatuh hati dan eksklusif pula berguru ilmu kelinuwihan pada orang mancanagari itu. Ilmu yang dipelajari sang prabu adalah ilmu nasihat, ilmu kepekaan indera keenam melihat yang gaib dan Ilmu Meniti Angin. Selain sang prabu, Pandita Ajar Subrata, besan Jayabaya, mertua Prabu Anom anaknya, pula belajar Ilmu Hikmah kepada Syekh Maulana Samsujen. Ternyata, mereka tunggal guru selain berbesanan.

Selanjutnya pada tahun 1139 Syekh Maulana Samsujen pergi ke negerinya, Rum. Walau berat, Prabu Aji Jayabaya terpaksa merelakan guru tercintanya tersebut pergi kampung. Bahkan, Prabu Aji Jayabaya mengantarkan Syekh Maulana Samsujen ke pesisir utara dan menyusuri laut Jawa. Dalam hitungan detik, Syekh Maulana Samsujen yang membujang sampai akhir hayat itu, menghulang berdasarkan pandangan prabu. Prabu Jayabaya konfiden bahwa saat itu gurunya tersebut sudah sampai pada negerinya.

Pada tahun 1156 Maulana Samsujen kembali lagi ke Kediri. Ia wafat pada Istana Gedong dan dimakamkan pada sentra selatan kerajaan yang sekarang bernama Istana Gedong. Sementara Prabu Aji Jayabaya, muksa pada Desa Menang, Kecamatan Pagu, 12 kilometer utara kota Kediri. Selengkapnya baca Misteri Moksanya Sri Aji Jayabaya.

Dalam banyak artikel yang tersebar saat ini, nama Syekh Samsujen banyak dikaitkan sebagai penyebar Islam pada tanah Jawa, yang mana pada masa itu kepercayaan yang dominan adalah Budha dan Hindu. Sejatinya, Syekh Samsujen datang berdasarkan Timur Tengah ke tanah Jawa bukanlah hendak membuatkan Islam. Lajang seumur hayati dan berilmu tinggi ini adalah seseorang pengembara, atau dalam bahasa saat ini adalah seseorang petualang. Kebetulan saja saat sampai pada tanah Jawa beliau eksklusif jatuh hati akan keindahannya.

Kehadirannya pada tanah Jawa bukan buat membuatkan ajaran Islam. Misinya hanya buat pengalaman pribadinya berafiliasi beserta warga timur. Kebetulan beliau berafiliasi beserta warga Hindu, Budha, dan anismisme pada Jawa. Ketika bertemu beserta Jayabaya mereka tidak membincang tentang keyakinan, tetapi membahas suatu hal yang universal semata.

Dan memang, nama Syekh Maulana Samsujen tidak pernah tertulis sebagai penyebar kepercayaan Islam pada tanah Jawa atau Nusantara. Sebab beliau datang memang bukan buat itu. Seperti yang sudah saya singgung pada atas, beliau adalah seseorang penjelajah tunggal dan sangat mungkin beliau adalah orang Timur Tengah pertama yang beragama Islam datang ke tanah Jawa ini. Aika dibahas sebagai penyebar kepercayaan Islam, bahasan itu akan melenceng. Sebab, Syekh Samsujen memanglah bukan seseorang ahli ilmu kepercayaan yang datang buat mengajar pada luar Islam buat menjadi muslim. Tapi soal keimanan, tentu saja beliau seotang muslim yang kedekatannya beserta Gusti Allah tidak perlu kita ragukan lagi. Sementara sampai pada sini dulu kisanak, semoga menambah wawasan buat kita semua. Nuwun.

Leave a Reply