web analytics
Sunan Sendang Duwur Waliyulloh Yang Terlupakan - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Kisah perihal walisongo tidak pernah lepas berdasarkan kesalehan & kesaktian (karamah). Demikian juga yg dialami sang sunan yg lain, Sunan Sendang Duwur. Sejarah mencatat bahwa beliau pernah memindahkan sebuah masjid dalam semalam seperti yg dilakukan sang Jin Ifrit pada masa Nabi Sulaiman, waktu memindahkan istana Ratu Bilqis dalam sekejap. Tapi sebelumnya kita wajib tahu dulu siapa yg sumare pada petilasan ini….

Memang wajib diakui, Sunan Sendang Duwur ini tidak seterkenal wali/sunan yg lainnya, terutama wali songo yg kita kenal pada biasanya. Namanya hampir terlupakan. Padahal, ia turut andil dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Sunan Sendang Duwur bernama orisinil Raden Noer Rahmad ialah putra Abdul Kohar Bin Malik Bin Sultan Abu Yazid yg berasal berdasarkan Baghdad (lrak). Raden Nur Rahmad lahir pada tahun 1320 M & wafat pada tahun 1585 M. Bukti ini dapat dipandang pada pahatan yg terdapat di dinding makam beliau. Beliau ialah tokoh kharismatik yg pengaruhnya dapat disejajarkan menggunakan Wali Songo pada waktu itu.

Saat memasuki bangunan Makam Sunan Sendang Duwur yg dikeramatkan sang penduduk kurang lebih tadi, kita akan disuguhi bangunan berarsitektur tinggi yg menggambarkan formasi antara kebudayaan Islam & Hindu. Bangunan gapura bagian luar berbentuk Tugu Bentar & gapura bagian dalam berbentuk Paduraksa. Sedangkan dinding penyangga cungkup makam dihiasi goresan kayu jati yg bernilai seni tinggi & sangat bagus. Dua buah batu hitam berbentuk ketua Kala menghiasi kedua sisi dinding penyangga cungkup.

Akses menuju Makam Sunan Sendang Duwur yg letaknya di atas bukit itu, terdapat di Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran. Walaupun komplek makam terletak di dataran yg nisbi tinggi, tetapi sanggup dijangkau sang tunggangan generik ataupun tertentu. Sarana jalan yg sudah baik & memadai memudahkan para pengunjung yg ingin kesana buat berwisata ziarah.

Dan seperti pada biasanya seorang waliyulloh menggunakan karomahnya, pun demikian menggunakan Sunan Sendang Duwur ini yg syahdan memindahkan masjid dalam semalam. Seperti apa cerita legendanya, ikuti terus…..

Situs makam Raden Noer Rachmat alias Sunan Sendang Duwur makin ramai pengunjung. Selain berziarah, mereka ingin melihat peninggalan bersejarah keliru satu sunan berpengaruh dalam syiar kepercayaan Islam di Jawa itu. Melihat berdasarkan dekat masjid berdasarkan Mantingan, Jepara yg dipindahkan beliau dalam semalam.

Sejarah penyebaran kepercayaan Islam di Pulau Jawa tidak sanggup dipisahkan berdasarkan sejarah Sunan Sendang Duwur. Bukti peninggalan, makam & masjid antik, memberi jawaban bagaimana peran sunan yg makamnya terletak di Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan ini.

Data berdasarkan aneka macam asal menyebutkan, masjid antik itu menyimpan sejarah yg tidak sinkron menggunakan pembangunan masjid lainnya. Sebab, tempat ibadah umat Islam ini tidak dibangun secara bertahap sang Sunan Sendang Duwur, melainkan melalui suatu kemukjizatan.

Ada yg berkata Sunan Sendang Duwur menjadi putra Abdul Qohar berdasarkan Sedayu (Gresik), keliru satu anak didik Sunan Drajad. Ada juga yg menyebut Sunan Sendang Duwur ialah putra Abdul Qohar tapi tidak berguru pada Sunan Drajad. Namun berdasarkan perbedaan itu, disepakati bahwa Raden Noer Rochmat akhirnya diwisuda Sunan Drajad menjadi Sunan Sendang Duwur.

Setelah mendapat gelar sunan, Raden Noer berharap sanggup mendirikan masjid di Desa Sendang Duwur. Karena tidak mempunyai kayu, Sunan Drajad menyampaikan perkara ini kepada Sunan Kalijogo yg mengarahkannya pada Ratu Kalinyamat atau Retno Kencono di Mantingan, Jepara, yg waktu itu mempunyai masjid.

Ratu Kalinyamat merupakan putri Sultan Trenggono berdasarkan Kraton Demak Bintoro. Suaminya bernama Raden Thoyib (Sultan Hadlirin Soho) cucu Raden Muchayat, Syech Sultan berdasarkan Aceh. Saat diangkat menjadi bupati di Jepara, R. Thoyib tidak lupa bersyiar kepercayaan Islam. Sehingga dibangun masjid megah di daerahnya pada 1531 Masehi. Banyak ulama & kiai waktu itu kagum terhadap estetika & kemegahan masjid tadi.

Setelah itu Sunan Drajat memerintahkan Sunan Sendang Duwur kembali ke Jepara buat menanyakan masjid tadi. Tapi apa kata Mbok Rondo Mantingan waktu itu?

Hai anak bagus, mengertilah, aku tidak akan menjual masjid ini. Tapi suamiku (waktu itu sudah meninggal, Red) berpesan, siapa saja yg sanggup memboyong masjid ini seketika dalam keadaan utuh tanpa kontribusi orang lain (dalam satu malam), masjid ini akan aku berikan secara cuma-cuma.

Mendengar jawaban Mbok Rondo Mantingan, Sunan Sendang Duwur yg masih muda waktu itu merasa tertantang. Sebagaimana yg diisyaratkan padanya & tentunya menggunakan biar Allah, dalam waktu tidak lebih berdasarkan satu malam masjid tadi berhasil diboyong ke bukit Amitunon, Desa Sendang Duwur. Masjid Sendang Duwur pun berdiri di sana, ditandai mentari sengkala yg berbunyi: gunaning seliro tirti hayu yg berarti menunjukan angka tahun baru 1483 Saka atau Tahun 1561 Masehi.

Tapi cerita lain menuturkan, masjid tadi dibawa rombongan (yg diperintah Sunan Drajad & Sunan Sendang Duwur) melalui laut berdasarkan Mantingan menuju timur (Lamongan) dalam satu malam. Rombongan itu diminta mendarat di pantai penuh bebatuan mirip kodok (Tanjung Kodok) yg terletak di sebelah utara bukit Amitunon di Sendang Duwur.

Sumur Paidon

Tapi cerita lain menuturkan, masjid tadi dibawa rombongan (yg diperintah Sunan Drajad & Sunan Sendang Duwur) melalui laut berdasarkan Mantingan menuju timur (Lamongan) dalam satu malam. Rombongan itu diminta mendarat di pantai penuh bebatuan mirip kodok (Tanjung Kodok) yg terletak di sebelah utara bukit Amitunon di Sendang Duwur.
Rombongan berdasarkan Mantingan itu disambut Sunan Drajat & Sunan Sendang Duwur menggunakan pengikutnya. Sebelum meneruskan bepergian membawa masjid ke bukit Amitunon, rombongan itu diminta istirahat karena lelah sehabis menunaikan tugas berat.

Saat istirahat, sunan menjamu rombongan berdasarkan Mantingan itu menggunakan kupat atau ketupat & lepet serta legen, minuman khas daerah setempat. Berawal berdasarkan sini, menjadi akibatnya setiap tahun di Tanjung Kodok (sekarang Wisata Bahari Lamongan) digelar upacara kupatan.

Dari masjid inilah Sunan Sendang Duwur terus melakukan syiar kepercayaan Islam. Salah satu ajaran yg masih relevan pada zaman sekarang ialah :

Mlakuho dalan kang betul, ilingo wong kang sak burimu (berjalanlah di jalan yg betul, & ingatlah pada orang yg muncul di belakangmu).

Ajaran sunan ini menghimbau pada seseorang agar berjalan di jalan yg betul & jikalau sudah mendapat kenikmatan, ingat sedekah.

Hubungan Sunan Drajad menggunakan Sunan Sendang Duwur sangat erat dalam siar kepercayaan Islam, & kontak itu terus mengalir hingga kini. Terlihat, tidak jarang para peziarah ke makam Sunan Drajad di Desa Drajad, Kec. Paciran buat singgah ke Sunan Sendang Duwur.

Masjid itu kini sudah berusia 477 tahun (didirikan R. Thoyib di Mantingan pada 1531). Karena usianya yg tua, beberapa konstruksi kayunya terpaksa diganti & yg orisinil tetap disimpan di lokasi makam, di kurang lebih masjid. Maski masjid antik itu sempat dipugar, arsitektur masjid peninggalan wali ini masih tampak & menggambarkan kebesaran pada zamannya.

Bangunan yg menunjukan Hinduistis masih tampak di masjid & makam. Meski halaman & makam menyatu, masjid ini mempunyai halaman sendiri-sendiri.
Dari arah jalan, yg tampak lebih dulu ialah kompleks pecandian. Sedangkan gapura halaman berbentuk mirip Candi Bentar di Bali. Bentuk candi seperti ini sudah dikenal sejak zaman Majapahit, seperti Gapura Jati Pasar & Waringin Lawang.

Demikian sekilas sejarah perihal Sunan Sendang Duwur & karommah yg dimilikinya. Tulisan singkat ini aku sarikan berdasarkan aneka macam asal terpilih & cerita ungkap yg sempat aku peroleh waktu aku berziarah ke tempat ini. Mohon maaf atas segala kekurangan, maturnuwun…

Leave a Reply