web analytics
Sejarah Penyerangan Mataram ke Batavia - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Pada masa pemerintahan Sultan Agung ini, Mataram mengalami zaman kejayaan. Hasil pertaniannya, terutama beras, melimpah sehingga menjadi output ekspor terbesar bagi Mataram. Ibu kota kerajaan semula di Karta (Kartosuro), kemudian dipindahkan ke Plered.

Sekedara untuk mendeskripsikan bagaimana keadaan penduduk Kartosuro kala itu, dikatakan bahwa makanan yang dibutuhkan rakyat adalah 4000 ekor fauna sembelihan setiap hari dan kalau kenthongan di pojok-pojok kota dipukul, maka dalam tempo setengah hari saja berkumpul 200.000 orang yang siap dengan senjata di tangan.

Sultan Agung bercita-cita untuk menyatukan Pulau Jawa dalam pemerintahannya dan mengusir Belanda. Untuk itu ia menyiapkan tentara yang kuat dengan penasehat yang cakap yaitu Kalifah Imam dan Kiyai Surodono. Dalam waktu yang relatif singkat direbutnya Wirosobo, Lasem, Pasuruan, Pajang, dan Tuban. Demikian juga Madura (1624), Surabaya (1625) dan Blambangan (1639).

Bahkan kerajaan-kerajaan di Jawa Barat pun yaitu Cirebon, dan Priyangan mengakui kekuasaan Mataram. Sehingga otomatis hampir seluruh Jawa kecuali Batavia dan Banten, berada di bawah kekuasaan Mataram. Usaha penaklukan Banten sudah sering dilakukan Mataram, misalnya pada tahun 1596, Mataram pernah mengirimkan 15.000 tentaranya ke Banten dengan menyerangnya dari bahari, tapi tidak berhasil. Demikian juga pada tahun 1626 dengan donasi dari Palembang, Mataram mengulangi lagi usahanya tersebut, lagi-lagi masih belum menuai output.

Dorongan ingin menguasai seluruh Jawa inilah yang merisaukan kesultanan Banten, sehingga kekerabatan antara Banten dengan Mataram kelihatan selalu tegang. Hal ini merupakan satu dari faktor yang menjadikan mengapa Banten membiarkan orang-orang Belanda tetap diam di Jayakarta. Padahal pada permulaannya banyak pembesar Banten mengusulkan supaya kompeni Belanda itu diusir sebelum mereka kuat. Mangkubumi Arya Ranamanggala berpikir bahwa tempat kedudukan orang Belanda itu mampu dijadikan penghalang atau benteng pemisah antara Mataram dan Banten.

Di pihak lain, musuh terbesar Mataram adalah kompeni Belanda, tapi rasanya Sultan Agung belum cukup kuat untuk menyerang Batavia. Tapi jika Banten sudah berada di bawah kuasanya, barulah ketika penyerbuan ke Batavia ini akan dimulai. Hal demikian sukar sekali terwujud, alasannya adalah jalan ke Banten terhalang oleh kekuasaan Belanda di Batavia.

Oleh karenanya diajukan usul kepada kompeni, bahwa jika kompeni bersedia membantu penyerbuan Mataram ke Banten, maka kompeni akan dibolehkan membeli beras dari Mataram sebanyak-banyaknya. Usul itu ditolak oleh kompeni alasannya adalah sudah mengetahui maksud yang tersembunyi dalam tawaran perjanjian tersebut.

Dalam pada itu Jan Pieterszoon Coen diberhentikan sebagai Gubernur Jendral VOC pada tahun 1623. Akan tetapi pada tahun 1627 dia diangkat kembali setelah didengar isu bahwa Mataram akan menyerbu Batavia.

Baru setelah Surabaya mampu dikuasai Mataram (1625), Sultan Agung merencanakan penyerangan ke Batavia. Untuk perbekalan bagi pasukannya, disiapkan di tempat-tempat yang dilalui, seperti di Jepara, Tegal, Kendal, Pekalongan, Ciasem, Cirebon dan Kerawang yang direbutnya dari Banten. Karawang terkenal penghasil beras yang besar bagi Banten.

Karawang resmi berdiri sebagai daerah otonomi kekuasaan Mataram yang di embankan kepada Raden Wiraperbangsa pada tahun 1632 sehabis Raden Aria Wirasaba yang di anggap gagal mengemban tugas oleh sultan Agung, sebagai upaya urusan ekonomi Mataram untuk membebaskan Batavia dari pengaruh VOC. Karawang dahulu topografisnya adalah daerah yang berawa-rawa, maka orang dahulu menyebutnya kerawaan hingga akhirnya menjadi Karawang. Karawang di ubah menjadi pesawahan sebagai bekal kekuatan logistik untuk mempersiapkan kembali penyerbuan pasukan Mataram ke Batavia.

Pada tahun 26 Agustus 1628, berangkatlah pasukan Mataram untuk menyerang Batavia. Pasukan ini dibagi dalam tiga kelompok. Pasukan pertama dipimpin oleh Baurekso dari Kendal dengan kekuatan 80.000 prajurit yang terbagi dalam 59 kapal yang akan menyerang Batavia pertamakali dari bahari. Tugas utamanya adalah melakukan penyerangan ke Benteng Holandia yang berada disebelah tenggara kota Batavia.

Sebagai penunjang untuk melakukan penyerbuan ini, Tumenggung melengkapi armadanya dengan mengangkut bahan makanan seperti; sapi 150 ekor, 5900 karung gula, puluhan ribu butir kelapa dan 12 ribu karung beras. Sekedar untuk pembanding saja, ketika Amerika menginvasi Irak pada tahun 2003 yang lalu, pihak Amerika Serikat mengontrak mengontrak Halliburton sebesar USD 39.lima Billions supaya menjadi kontraktor pensupply bahan makanan buat serdadu AS. Sedikit tambahan, sebelum Dick Cheney menjadi Wapresnya George Bush, ia adalah CEO dari Halliburton. Persepsinya mampu kita tebak beserta!

Pasukan kedua dipimpin oleh Tumenggung Sura Agulagul, Dipati Mandureja, Dipati Upasanta, Dipati Tohpati dan Tumenggung Anggabaya. Pasukan ini lebih banyak dari pasukan pertama dan akan berperang jika Baurekso terdesak. Sedangkan pasukan ketiga dipimpin oleh Adipati Juminah dan Pangeran Singaranu. Pasukan ketiga ini jumlahnya sama dengan pasukan kedua, mereka akan menyerang jika diharapkan.

Mendengar adanya pemberangkatan pasukan Mataram secara besar-besaran itu, Sultan Banten merasa cemas, diperintahkannya supaya memperkuat pasukan penyanggah di Tangerang. Dikhawatirkan kalau-kalau pasukan Mataram ini kemudian akan menyerang Banten.

Pasukan Mataram yang dikerahkan untuk menyerbu Batavia ini adalah pasukan terbesar dalam sejarah Jawa. Karena pasukan ini adalah campuran dari prajurit-prajurit Surabaya, Demak, Pasuruan, Ponorogo, Madura, Priyangan dan lain-lain.

Sore hari tanggal 26 Agustus 1628 datanglah 59 kapal Mataram di pelabuhan Batavia dengan menyamar sebagai kapal dagang dengan membawa 80.000 prajurit yang dipimpin Baurekso. Maka terjadilah perang besar yang banyak memakan korban di kedua belah pihak. Pasukan Mataram tidak mampu menembus benteng pertahanan Belanda, alasannya adalah memang Belanda telah menyiapkan meriam-meriam besar untuk menghadapi pasukan Mataram.

Pertempuran itu berlangsung hingga berminggu-minggu, sehingga Mataram harus mengakui kekuatan senjata yang dimiliki VOC. Pengepungan pasukan Mataram dibuat tidak berdaya lagi, bahkan akhirnya Tumenggung Baurekso sendiri gugur dalam pertempuran 21 Oktober 1628.

Melihat keadaan pasukan Baurekso itu maka pada tanggal 21 September 1628 pasukan kedua bergabung untuk menyerang Batavia dari segala arah. Hampir Batavia mampu direbutnya. Tembok-tembok kota diruntuhkan dan benteng-benteng kecil di sekitar kota mampu direbut. Sehingga serdadu kompeni Belanda hanya mampu bertahan di dalam benteng induk di tepi sungai Ciliwung saja.

Untuk memaksa pasukan Belanda keluar dari bentengnya, Tumenggung Sura Agul-agul memerintahkan untuk membendung sungai Ciliwung dan mengalihkan alirannya, sehingga di perbentengan akan mengalami kesulitan air. Dan memang hal ini terjadi. Penyakit kolera berjangkit dalam benteng, bahkan akhirnya Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sendiri mati terkena penyakit ini.

Dalam situasi yang sangat menentukan itu, ternyata pertempuran yang berjalan hampir lima bulan tersebut banyak menghabiskan tenaga, dana, kecerdikan dan keberanian, juga persediaan makanan. Persedian makanan pasukan Mataram sudah semakin menipis, sedangkan orang-orang Banten tidak ada yang mau membantunya.

Hal ini mampu dipahami, alasannya adalah memang antara Banten dan Mataram sedang ada dalam situasi permusuhan dan saling curiga. Sehingga banyak prajurit Mataram yang meninggal alasannya adalah kelaparan atau alasannya adalah penyakit. Melihat keadaan yang menyedihkan ini, maka pada tangga 3 Desember 1628 Tumenggung Sura Agul-agul memerintahkan pasukannya kembali pulang ke Mataram.

Tapi baru saja orang Belanda mengira bahwa pertempuran sudah selesai, datanglah pasukan Mataram yang lebih besar. Pasukan ketiga dipimpin oleh Pangeran Juminah, Pangeran Singaranu, Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Dikepungnya kembali benteng Belanda itu. Karena banyaknya pasukan Mataram ini, maka orang Belanda tidak ada yang berani menyerang keluar dari perbentengan.

Pengepungan ini berjalan berbulan-bulan. Tapi alasannya adalah kelaparan, penyakit dan banyaknya prajurit Mataram yang meninggalkan barisan, maka makin lemahlah pasukan penyerang. Pengepungan ini pun mengalami kegagalan yang tragis. Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 1629, pasukan Mataram menghentikan pengepungannya dan mereka kembali ke Mataram dengan meninggalkan prajurit-prajuritnya yang mati dan sakit diperjalanan.

Sultan Agung sangat marah mendengar kekalahannya itu. Direncanakannya lagi penyerangan ke Batavia yang akan dipimpinnya sendiri. Untuk supaya insiden kekalahan itu jangan terulang lagi, maka harus dibuat lumbung-lumbung padi di beberapa tempat di dekat Batavia; dan tugas ini diserahkan kepada Karawang.

Namun maksud besar Sultan Agung ini tidak terlaksana, alasannya adalah Belanda telah mendengar agenda itu, dan lumbung-lumbung yang sudah dibuat, dibakar oleh Belanda. Sampai meninggalnya Sultan Agung, agenda penyerbuan selanjutnya ke Batavia tidak pernah terwujudkan. Sampai pada akhirnya Jawa, Sumatra, dan seluruh Nusantara terjajah selama kurun waktu 3 abad lebih.

Sekian dulu kisanak,semoga kisah sejarah ini mampu menaruh motivasi bagi kita semua supaya tetap gutub rukun dan bahu membahu dalam menjalin satu kesatuan di tanah air kita tercinta ini tanpa ada yang merasa tersisihkan. Nuwun.

Leave a Reply