web analytics
Ratu Blitar Antara Cinta Sejati dan Kenakalan Amangkurat II - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Skandal seks mampu menuai sensasi & kontroversi semenjak jaman dahulu kala hingga saat ini. Banyak rezim jatuh hanya karena skandal seks. Banyak perang akbar terjadi hanya karena perempuan. Seks memang menjadi senjata paling ampuh buat membangun sekaligus menghancurkan karir politik seseorang. Ada Cleopatra di Mesir, timbul legenda Drupadi pencetus perang Bharatayudha. Bagaimana di Nusantara? Hmm aku rasa poly & poly menyita ruang kalau aku sebutkan satu persatu. Namun, dari sekian yang bejibun itu timbul yang menarik akan kita bahas kali ini. Ratu Blitar.

Surga timbul di telapak kaki seorang bunda & global timbul digenggaman tangan wanita. Kepanjangan pepatah tadi boleh jadi sahih karena selalu timbul wanita tegar di balik orang-orang akbar serta tragedi-tragedi jiwa kepahlawanan sejarah. Karena putaran roda sejarah tak melulu didominasi pria. Manusia sudah melewati era penaklukan berdarah-darah menggunakan pedang di tangan. Namun tidak terbantahkan kekuasaan runtuh, hancur, luluh, bersimpuh di hadapan wanita.

Jila lelaki perlambangan kejantanan pedang, maka wanita punya segala daya pesona keindahan global sekaligus mematikan. Ini pula sebab sejarah & peradaban. Tidak sedikit kisah pula menggabungkan hal ikhwal duniawi pesona wanita & kekuasaan.

Baca juga : Kisah Tragis Dua Wanita Pemicu Runtuhnya Mataram

Adagium seusia peradaban insan berdiri tak lekang waktu & berlaku hingga hari ini. Ksatria artinya pandanan pedang, kuda, & wanita. Manusia senantisa merumus naluri & menyempurnakan dirinya menggunakan 3 istilah ini: harta, tahta, & wanita. Dengan istilah lain, timbul yang berhasil dalam rangka menggenggam statuta digdaya global. Namun timbul lebih poly lagi yang terjungkal dalam menapak rumusan tadi.

Sederhana, bila pedang & harta hanya dikendalikan tangan penguasa. Sementara hati wanita sungguh luar biasa tak terduga. Dahsyatnya lagi ketika wanita berkecimpung, global & sejarah ikut berputar. Ada yang menyebut, makin akbar kekuasaan makin akbar pula hasrat mewujudkan motif berafiliasi, termasuk dalam soal seks. Lagi-lagi, ini ulah 3 sekawan, harta, tahta & wanita.

Urusan seks & kekuasaan memang bukan hal yang sepele. Seks bukan hanya sekedar sensasi & kenikmatan atau hukum. Tetapi didalam seks dipertaruhkan kasus sahih & keliru, patut & tidak patut. Mengetahui apakah dalam seks itu sahih atau berbahaya membuka peluang penguasaan dalam interaksi kekuasaan.

Cerita sejarah dari dinasti Mataram yang akan aku bagikan ini juga tidak jauh-jauh dalam urusan paha & kekuasan. Selama figur yang kita kenal menjadi Amangkurat I masih hayati, memang poly sekali terjadi skandal cinta. Baik sebelum menjadi raja Mataram juga setelahnya. Bahkan, dalam saat Amangkurat I masih menjadi raja, anaknya pun yang kemudian kita kenal menjadi Amangkurat II juga sempat kesandung berbagai skandal. Salah satunya artinya skandal Ratu Blitar yanga aku bagikan kesempatan kali ini.

Alkisah, Pangeran Singasari (Raden Aria Tiron), adik Putera Mahkota Mataram yang kelak menjadi Amngkurat II, memiliki isteri bernama Ratu Blitar yang dikabarkan cantik. Tentang asal-usulnya, tidak timbul warta yang kentara. Putera Mahkota Mataram diberitakan bermain serong menggunakan Ratu Blitar. Namun Ratu Blitar pun diberitakan juga memiliki kekasih lain yang bernama Raden Dobras, putera Pangeran Pekik.

Suatu saat perbuatan serong Ratu Blitar menggunakan Raden Dobras tadi diketahui oleh Putera Mahkota yang lalu memberitahukannya kepada Pangeran Singasari. Mendengar warta ini, Pangeran Singasari menjadi sangat murka. Raden Dobras ditangkap, dibawa ke gunung & dibunuh. Mayatnya dimasukkan ke sumur & sesudah ditimbun lalu ditanami pisang. Keesokan harinya Pangeran Pekik ayah Raden Dobras- yang mengetahuinya, menyuruh menggali kuburan itu & mayat Raden Dobras dimuntahkan buat kemudian dimakamkan di kawasan lain.

Versi lain menyatakan bahwa konon suatu malam Putera Mahkota – diperkirakan terjadi awal tahun 1672, sebelum meletusnya Gunung Merapi, 4 Agustus 1672 – bareng beberapa orang kawannya, di antaranya Raden du Bras (misalnya menggunakan Raden Dobras) mengunjungi isteri Pangeran Singasari semenjak pukul 12 malam hingga 3 pagi. Tentunya di luar pengetahuan Pangeran Singasari karena saat itu Pangeran Singasari sedang bersembahyang di masjid di luar kediamannya.

Ketika Pangeran Singasari pergi ke rumahnya, seluruh tamu yang tidak diundang itu melarikan diri kecuali Raden du Bras. Karena tidak sempat kabur maka beliau ditangkap oleh Pangeran Singasari & pengawalnya. Raden du Bras, yang tidak mau mengkhianati Putera Mahkota, tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Karena murka, Pangeran Singasari menikamnya menggunakan keris. Jenazahnya diam-diam dikuburkan di belakang tempat tinggal. Peristiwa tadi tidak membentuk geger karena Pangeran Singasari memang sengaja tidak memukul indikasi bahaya sebagaimana kebiasaan yang berlaku saat itu.

Perkara yang kemudian juga diketahui oleh Raja Amangkurat I lalu disidangkan di hadapan raja tadi. Putera mahkota menuduh adiknya, Pangeran Singasari, mengundang seseorang makan di rumahnya akan tetapi yang diundang tadi tidak pergi kembali alias hilang. Pangeran Singasari menyangkal menggunakan menyatakan bahwa saat pergi malam dari masjid beliau menjumpai seorang pencuri lalu dibunuhnya tanpa mengenal asal-muasal orang itu, walaupun orang-orang datang membawa obor.

Saat sidang itu, Sunan Amangkurat I bertanya kepada para abdi Pangeran Singasari apakah dalam malam itu di kediaman Pangeran Singasari terjadi keributan. Mereka menjawab tidak mendengar apa-apa.

Berdasarkan warta itu, Raja menyatakan bahwa putera mahkota tidak bersalah. Jika memang sahih-sahih terjadi tragedi, para abdi itu tentunya akan membunyikan indikasi bahaya.

Setelah keputusan itu, melalui selir seorang mantri yang paling terkemuka, Raja memerintahkan buat membunuh 34 orang abdi Pangeran Singasari. Keputusan tadi menimbulkan keheranan poly pihak. Selengkapnya baca Amangkurat I : Diktator Pertama di Tanah Jawa

Waktu terus berjalan. Berbagai tragedi yang menimbulkan kekacauan di mana-mana terjadi di Mataram & puncaknya, Keraton Mataram diduduki & dijarah oleh pemberontak Trunojoyo sehingga Amangkurat I melarikan diri & wafat tahun 1677 di Tegal. Amangkurat II yang menggantikannya ikut mengungsi & sesudah Belanda ikut campur membantunya, tahta dikuasainya kembali.

Selengkapnya baca Sejarah Pemberontakan Trunojoyo

Kelak sesudah berpisah bertahun-tahun itu, dalam tahun 1679 Ratu Blitar bertemu kembali menggunakan Amangkurat II. Suaminya, Pangeran Singasari, sudah mangkat tahun 1678. Konon, gara-gara perempuan itulah, Speelman, komandan Belanda, kerepotan mengawal Amangkurat II yang hendak menegakkan kembali kekuasaan Mataram sesudah diserbu oleh Trunajaya.

Pelajaran yang dapat ditarik dari tragedi ini diantaranya artinya :

Amangkurat II ternyata mewarisi kenakalan ayahnya sehingga beliau rela menyusahkan adiknya sendiri menggunakan cara menggauli isterinya.

Mungkin Ratu Blitar memang menyenangi atau terpaksa menyenangi Amangkurat II sehingga beliau kawin menggunakan Amangkurat II sesudah suaminya meninggal. Mohon di share njiih. Nuwun

Referensi:

H.J De Graaf : Awal Kebangkitan Mataram

Leave a Reply