web analytics
Menjejak Tapal Batas Dua Negara, RI - PNG - DUNIA KERIS

Perbatasan RI – PNG

Dunia Keris – Kunjungan kali keempat ke Jayapura selain menyisakan rangkaian foto yg membisu tak bergeming jua ada kesan tersendiri berdasarkan beberapa kali kunjungan sebelumnya. Meski nir seluruhnya, sedikit poly saya ingin menggambarkan kumpulan foto-foto membisu ini menjadi sebuah goresan pena yg mungkin akan menyampaikan citra bagi kerabat perkerisan yg ingin memahami lebih poly wacana perbatasan RI – Papua New Guinea (PNG).

Berulang kali ke Jayapura, Papua, tak lengkap cita rasanya kalau nir mengunjungi tempat yg satu ini. Ya, perbatasan RI – PNG ternyata menyimpan sebuah eksotik wacana estetika alam senyatanya. Walau sebenarnya tak gampang buat datang kesana. Perlu sebuah mekanisme, kelengkapan diri, perijinan & situasi keamanan. Bila sedang terjadi pertikaian antar suku, maka wilayah perbatasan itu akan ditutup. Namun saya permanen bersyukur, alasannya adalah kebetulan saudara sepupu saya anggota TNI, setidaknya menghasilkan saya mendapatkan kemudahan buat berkunjung ke perbatasan ini.

Perbatasan RI – PNG artinya sebuah batas yg memisahkan Indonesia & Papua New Guinea. Namun demikian tempat ini menjadi tempat yg unik buat berwisata alasannya adalah estetika panorama alamnya. Letaknya kalau berdasarkan Indonesia berada di desa Skouw, Distrik Muara Tami, Jayapura. Sementara, kalau berdasarkan PNG terletak di Dusun Wutun, Propinsi Sandaun, Papua New Guinea.

Untuk hingga di wilayah ini, diharapkan dikala kurang lebih 1,lima jam berdasarkan Jayapura. Dan harus melewati beberapa perkampungan yg mempunyai ciri  tersendiri. Yakni berdasarkan Abepura, Waena, melewati Tanah Hitam atau yg lebih dikenal dengan Kampung Yotefa, yaitu perkampungan yg didominasi sang rakyat Ujung Pandang. Setelah itu melewati Kampung Nafri. Kampung Nafri ini tutur sepupu saya artinya wilayah merah alasannya adalah sebagian penduduknya artinya pendukung OPM.

Selanjutnya bepergian akan melewati perkampungan Enrekang yg penduduknya sebagian akbar hidup bercocok tanam. Perkampungan ini lebih dikenal dengan Koya Koso. Setelah itu baru memasuki perkampungan suku Wamena yg ditandai dengan tempat tinggal honei di kiri kanan jalan.

Berlanjut kemudian artinya Abe Pantai, yaitu sebuah perkampungan yg didominasi sang rakyat berasal Buton/Sulawesi. Dan selanjutnya memasuki Koya Barat, sebuah perkampungan yg mayoritas penduduknya berasal berdasarkan Jawa. Ada pemandangan yg menarik disini. Banyak penjual jagung panaskan, kacang panaskan & camilan lainnya yg berada di tepi kiri & kanan jalan.

Setelah melewati Koya Barat, sampailah di Koya Timur. Disini masih ada kolam pemancingan yg menjadi tempat persinggahan para wisatawan buat sekedar memancing atau mencari lalapan ikan, menu  Jawa yg .

Jalanan menuju perbatasan RI – PNG sangat mulus. Meski berkelok-kelok tetapi aspalnya sangat mengagumkan, hingga memudahkan kita hingga ditempat tujuan dengan cepat. Sayang, tak ada tunggangan spesifik buat menuju perbatasan. Bila kita ingin kesana harus dengan mobil tertentu, ojek atau mobil rental. Dalam bepergian ini mata kita akan dimanjakan pemandangan disekeliling kiri & kanan jalan yg ditumbuhi hutan yg menghasilkan kita tak mencicipi hawa panas.

Setelah melewati hutan yg lumayan panjang, maka sampailah kita sebuah jalan yg di samping kiri kanannya masih ada bendera merah putih. Jalan itu menaruh bahwa kita telah mendekati pos penjagaan TNI yg letaknya disebelah kiri & tunggangan roda empat wajib buka jendela. Untuk wisatawan umum diharuskan meninggalkan KTP disitu. Karena kami dengan anggota TNI, selesainya sepupu melapor kepada petugas postas, akhirnya seorang berdasarkan mereka mengawal kami hingga ke dalam.

Begitu mendekati perbatasan, masih ada pos Kepolisian RI, yg adalah tempat kerja imigrasi RI. Sampai disitu jalan ditutup dengan portal. Wisatawan wajib lapor disitu. Karena kami menerima pengawalan berdasarkan petugas postas, akhirnya portal itupun dibuka.

Sebuah ketentuan yg berlaku bagi semua wisatawan tanpa terkecuali, jalan yg diijinkan buat dikunjungi jaraknya hanya kurang lebih 300 meter berdasarkan pos itu. Dan perbatasan antara RI – PNG ditandai dengan sebuah pagar berwarna kuning kepada kedua wilayah. Namun membuktikan berdasarkan kedua wilayah itu menyampaikan keunikan tersendiri. Wilayah Indonesia ditandai dengan tugu berbentuk tifa, sedang wilayah PNG ditandai dengan gapura berbentuk totem yg bertuliskan Welcome To PNG. Lnya satu bukan 2.

Sementara itu, diantara masing-masing wilayah perbatasan, ada sebuah garis demarkasi sepanjang 30 meter, yaitu garis internasional yg adalah tempat netral & memisahkan 2 negara. Jadi buat melalui garis ini nir diharapkan paspor alias bebas. Disinilah sering digunakan lalu lalang penduduk PNG buat berbelanja ke Jayapura, bahkan ditempat itu pulalah penduduk PNG yg mempunyai kerabat berdasarkan Jayapura sering bertemu. Sedangkan paspor digunakan buat memasuki pos ke-2 yg letaknya kurang lebih 1 km berdasarkan batas itu. Masuk ke area ini kita dilarang membawa kamera.

Banyak pemandangan latif yg sanggup kita rasakan selesainya memasuki pagar pembatas itu. Ada kumpulan kios milik penduduk PNG yg menjual asesoris, seperti kaos, topi, mug, shal, payung, kain pantai, makanan kaleng & sebagainya. Dan buat berbelanja di kios itu, kita sanggup dengan mata uang Rupiah. Namun demikian kita nir sanggup menawarnya, alasannya adalah mereka nir mengerti mata uang Rupiah.

Harga yg mereka tawarkan selalu bulat, seperti Rp. 25.000,- , Rp. 50.000,- & sebagainya. Namun demikian tak poly disparitas antara postur tubuh orang PNG & orang Papua. Yang membedakan mereka artinya bahasanya. Bahasa sehari-hari mereka artinya bahasa Inggris logat Fiji adonan bahasa Indonesia. Sedangkan mata uang yg mereka gunakan artinya Kina. 1 kina setara dengan Rp. tiga.000,-

Selain sanggup membeli beberapa asesoris di kios-kios itu, kita sanggup jua menikmati estetika pulau Putung berdasarkan kejauhan. Sayangnya tak gampang merogoh gambar di tempat itu. Kadang kita pun harus mencuri kesempatan buat mengabadikan foto tertentu, alasannya adalah ada penjual jasa foto di tempat itu. Sekali jepret mereka minta imbalan Rp. 50.000,- & nir sanggup ditawar.

Yah.inilah sekelumit bepergian yg tak mungkin terlupakan dalam hidup. Sampai jumpa & terima kasih

Leave a Reply