web analytics
Mengenal Upacara Tedhak Sinten kepada Tradisi Jawa - DUNIA KERIS

Dunia Keris Seje deso mowo coro, setiap tempat punya tradisinya masing-masing. Seperti pada tajug pada atas, pada kesempatan kali ini aku akan memberikan ulasan dari keliru satu tradisi Tedhak Sinten yang wajib kita akui telah mulai tergerus sang zaman. Sama misalnya tempat yang lainnya pada belahan mayapada manapun, budaya Jawa mempunyai majemuk tata cara istiadat. Adat istiadat itu berjalan beriringan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada umumnya upacara tata cara Jawa dapat dibagi menjadi tiga golongan. Yang pertama adalah upacara tata cara yang berhubungan beserta siklus kehidupan. Yang ke 2, upacara yang menyangkut kontak masyarakat Jawa beserta siklus alam. Dan yang terakhir yaitu upacara tata cara kelembagaan.

Upacara yang menyangkut kontak masyarakat Jawa beserta siklus alam, misalnya bersih desa, ruwat bumi, memohon hujan, trend panen serta lain-lain. Sedangkan yang bersifat kelembagaan diantaranya Garebeg, Labuhan, Sekatenan, Suran serta lain sebagainya.
Setidaknya, dalam terminologi masyarakat Jawa siklus kehidupan orang Jawa terbagi menjadi enam periode, yaitu :

Masa kehamilan

Masa melahirkan

Masa kanak-kanak

Masa remaja

Masa dewasa

Masa meninggal atau tepat

Terdapat upacara-upacara tata cara yang dilaksanakan pada setiap siklus kehidupan itu. Jika dihitung jumlahnya sekitar ada 46 macam. Namun dalam kesempatan ini aku nir akan membahasnya satu per satu (pegel ngetiknya). Sengaja kali ini aku memilih keliru satu upacara dalam siklus masa kanak-kanak yaitu upacara Tedhak Siten. Seperti yang telah aku narasikan sebagi pembuka tulisan ini, upacara ini semakin usang semakin sporadis dilakukan sang masyarakat Jawa. Tedhak Siten tergerus sang derasnya arus globalisasi.

Secara etimologis, tedhak siten berasal dari istilah tedhak serta siten. Tedak berarti kaki atau langkah, sedangkan siten berasal dari istilah dasar siti yang artinya tanah. Jadi tedhak siten adalah upacara tata cara yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia 7 lapan (7 x 35 hari) atau 245 hari. Pada usia itu, si anak mulai menapakkan kakinya buat pertama kali pada tanah. Oleh orang tuanya diajari atau dituntun dengan kakinya buat belajar berjalan. Ritual ini memberi paparan kesiapan seseorang anak buat menghadapi kehidupannya.

Seperti dalam kepercayaan orang Jawa, insan dalam hidupnya dipengaruhi sang empat elemen, yaitu : bumi, angin, api serta air. Maka buat menghormati bumi diadakanlah upacara tedhak siten ini. Harapannya agar si anak selalu sehat, selamat serta sejahtera dalam menapaki jalan kehidupannya.

Yang paling baik pelaksanaannya adalah bertepatan beserta weton (hari lahir) si anak. Weton adalah kombinasi antara nama hari generik beserta nama hari Jawa. Misalnya Setu Kliwon, Rebo Legi, Minggu Pahing serta sebagainya. Biasanya, penyelenggaraan upacara ini dilakukan pada pagi hari pada halaman depan tempat tinggal.

Ada beberapa urutan dalam software upacara tedhak sinten. Pertama-tama orang tua menuntun anak agar berjalan pada atas jadah sebesar tujuh buah. Jadah tadi mempunyai majemuk rona yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, merah belia, serta ungu. Di tempat lain ada maupun yang dengan bubur tujuh rona sebagai pengganti jadah 7 rona.

Yang ke 2 adalah, si anak dituntun buat menaiki serta menuruni tangga. Tangga dirancang dari btg tebu rejuna atau Arjuna.

Langkah berikutnya adalah si anak dimasukkan ke dalam sangkar atau kurungan ayam. Di dalam kurungan terdapat berbagai benda misalnya perhiasan, indera tulis, beras, mainan, padi, kapas, serta berbagai benda lainnya.

Acara yang keempat yaitu menyebarkan udhik-udhik. Udhik-udhik adalah uang logam yang dicampur beserta beras kuning. Ibu si anak menaburkan udhik-udhik tadi ke tanah, kemudian jadi rebutan anak-anak mini.

Prosesi tedhak siten yang terakhir adalah si anak dimandikan beserta air yang dicampur beserta sekar setaman. Kemudian si anak mengenakan baju yang baru.

Dalam upacara tedhak siten mengandung majemuk makna filosofis yang diwujudkan beserta bermacam-macam prosesi serta sesaji. Semanya itu mempunyai tujuan serta impian agar si anak mempunyai tubuh yang sehat, serta bisa menjalan kehidupan beserta baik. Dari prosesi awal, hingga yang terakhir mempunyai nila-nilai serta impian dari si orang tua. Makna filosofis dari berbagai prosesi tedhak siten adalah sebagai berikut :

Berjalan melewati tujuh jadah beserta tujuh rupa.

Jadah adalah simbol kehidupan yang akan dilalui si anak. Aneka rona mempunyai berbagai makna. Merah melambangkan keberanian. Putih bermakna kesucian. Hitam artinya kecerdasan. Kuning adalah simbol kekuatan. Biru berarti kesetiaan. Merah belia mengindikasikan cinta kasih serta ungu sebagai lambang ketenangan. Makna yang terkandung dalam jadah ini adalah simbol kehidupan yang akan dilalui si anak. Mulai dari menapakkan kakinya buat pertama kali ke bumi ini hingga dewasa. Sementara rona-rona tersebut adalah paparan dalam kehidupan si anak yang akan menghadapi poly pilihan serta rintangan yang wajib dilaluinya.

Jadah 7 rona yang disusun dari rona gelap ke rona kentara memberi paparan persoalan yang dihadapai si anak mulai dari yang berat hingga yang ringan. Jumlah jadah yang dirancang yaitu 7 buah (pitu). Harapannya seberat apa pun masalahnya niscaya akan ada jalan munculnya (mendapatkan pitulungan dari Tuhan Yang Maha Esa). Tujuh buah maupun melambangkan jumlah hari yang akan dilalui sang si anak dalam menjalani kehidupannya.

Tangga tebu wulung

Jumlah anak tangga adalah tujuh buah, serta dengan tebu arjuna. Tebu berasal dari istilah antebing kalbu, yang berarti penuh tekad serta rasa percaya diri. Dipilih tebu arjuna agar si anak kelak meneladani watak kepahlawanan serta keberanian Arjuna dalam membela kebenaran.

Kurungan

Kurungan ayam yang dihiasi janur serta kertas rona warni. Kurungan ayam ini diisi sang berbagai benda-benda. Kurungan ayam menyiratkan mengenai paparan kehidupan nyata yang akan dimasuki si anak apabila kelak beliau dewasa. Kenapa memakai sangkar ayam, sebab orang tua berharap agar anak dalam mengarungi kehidupan bisa cepat mandiri layaknya ayam. Sedangkan benda-benda yang ada pada dalam kurungan itu memberi paparan pekerjaan yang ingin dijalani sang si anak kelak.

Menyebarkan udhuk-udhuk

Makna dari upacara ini adalah pengharapan ke 2 orang tua kepada si anak agar nantinya bisa mendermakan rezekinya kepada mereka yang membutuhkan.

Dalam program ini, sesaji yang biasa dipergunakan diantaranya kembang boreh, bubur baro-baro, macam-macam bumbu dapur, kinangan. Bubur baro-baro adalah bubur yang terbuat dari bekatul. Sesaji ini ditujukan kepada kakek nini among (plasenta/ari-ari). Sedangkan kembang boreh, macam-macam bumbu dapur, kinangan ditujukan buat nenek moyang.

Selain sesaji, ada maupun perlengkapan pendukung, diantaranya bubur merah putih, jajanan pasar, serta pala kependhem. Bubur merah putih melambangkan sengkala (rintangan). Merah artinya darah, sedangkan putih artinya air mani. Beragam jajanan pasar mempunyai makna dalam kehidupan kita akan poly berinteraksi beserta poly orang beserta majemuk karakter sehingga si anak dapat beserta praktis bersosialisasi pada masyarakat. Pala kependhem mempunyai makna agar si anak mempunyai sifat rendah hati (andhap asor) kepada orang lain. Nuwun.

Disarikan dari berbagai symber

Leave a Reply