web analytics
Mengenal Samin Surosentiko Sang Ratu Adil dari Sedulur Sikep - DUNIA KERIS

Dunia Keris Kalau kepada Banten tepatnya kepada Kabupaten Lebak terdapat Baduy, kepada Blora, Jawa Tengah terdapat Samin atau Sedulur Sikep. Ajaran Samin yg terkenal kepada wilayah Blora & sekitarnya tidak lepas dari sosok Samin Surosentiko. Siapa Samin Surosentiko itu? Baik, kita mundur sejenak kebelakang sejarah awam bangsa ini.Tulisan ini lumayan panjang, usahakan kerabat perkerisan buat kopi dahulu atau bikin teh bagi yg tidak suka kopi. Sudah! Dilanjut..

Seperti yg kita ketahui, Indonesia atau Bumi Nusantara & Jawa termasuk didalamnya lama sekali dijajah sang Belanda, jauh sebelum perang Diponegoro yg berakhir tahun 1830. Tercatat dalam sejarah, waktu itu kepada Jawa Timur terdapat Kabupaten yg akbar yaitu Sumoroto, ketika ini termasuk wilayah Tulungagung. Bupati Sumoroto yg disebut pangeran ketika itu artinya Raden Mas Adipati Brotodiningrat yg berkuasa tahun 1802-1826. (Wikipedia)

Urut-urutan yg pernah berkuasa kepada Sumoroto artinya menjadi berikut:

Raden Mas Tumenggung Prawirodirdjo, tahun 1746-1751.
Raden Mas Tumenggung Somonegoro, tahun 1751-1772.
Raden Mas Adipati Brotodirdjo, tahun 1772-1802.
Raden Mas Adipati Brotodiningrat, tahun 1802-1826.

Gelar pangeran para penguasa tersebut adalah pemberian Pemerintahan Hindia Belanda. RM Dipati Brotodiningrat juga memiliki sebutan Pangeran Kusumaningayu, yg mengandung arti Orang ningrat yg menerima anugerah wahyu kerajaan buat memimpin negara.

RM Adipati Brotodiningrat memiliki 2 (dua) anak yaitu:

Raden Ronggowirjodiningrat
Raden Surowidjojo

Raden Ronggowirjodiningrat berkuasa kepada Tulungagung menjadi Bupati- Wedono kepada tahun 1826 1844, yg diawasi Belanda & daerahnya semakin sempit. Raden Surowidjojo bukan bendoro Raden Mas, namun cukup Raden Aryo, dari norma orang-orang Jawa Timur. Raden Surowidjojo memiliki Kemuliaan & kewibawaan yg akbar.

Menurut lingkungan ningrat Jawa, Raden Surowidjojo artinya nama tua, sedang nama kecilnya artinya Raden Surosentiko atau Suratmoko yg memakai julukan SAMIN yg artinya SAMi- SAMI AMIN atau dengan arti lain bila semua putusan bulat dianggap legal sebab menerima dukungan rakyat poly.

Raden Surowidjojo semenjak kecil kepada didik sang orang tuanya Pangeran Kusumaningayu kepada lingkungan kerajaan dengan dibekali ilmu yg berkhasiat, keprihatinan, tapa brata & lainnya dengan maksud agar mulia hidupnya. Namun Raden Surowidjojo tidak suka sebab memahami bahwa rakyat sengsara, dihisap & dijajah bangsa Belanda. Selanjutnya R. Surowidjojo kembali dari Kabupaten hingga terjerumus dalam kenakalan, residivis, merampok, mabuk, madat & lain-lain.

R. Surowidjojo sering merampok orang kaya yg menjadi antek(kaki tangan) Belanda. Hasil rampokan tersebut dibagi-bagikan kepada orang yg miskin, sedang sisanya digunakan buat mendirikan kelompok/gerombolan pemuda yg dinamakan Tiyang Sami Amin tepatnya kepada tahun 1840. Nama kelompok tersebut diambil dari nama kecil Raden Surowidjojo yaitu Samin.

Sejak tahun 1840 nama Samin dikenal sang warga, sebab kelompok tersebut artinya kelompok orang berandalan, rampok. Namun ajaran tersebut bila dirasakan memang baik, sebab ajaran tersebut dilakukan buat menolong orang miskin, memiliki rasa belas kasihan kepada sesama manusia yg sangat membutuhkan. Hal ini adalah tingkah laris & perbuatan yg baik.

Tiyang Sami Amin memberi pelajaran kepada anak buahnya mengenai kanuragan, olah budi, cara berperang dengan melalui goresan pena huruf Jawa yg dirancang menjadi sekar macapat dalam tembang Pucung.

Golong manggung, ora srambah ora suwung,Kiate nang glanggang, lelatu sedah mijeni,Ora tanggung, yen lena kumerut pega,Naleng kadang, kadhi paran salang sandhung,Tetege mrng ingwang, jumeneng kalawan rajas,Lamun ginggang sireku umajing probo.

Yang artinya artinya keliru satunya yg utuh, tidak dijarah & tidak sepi, namun bertenaga dalam perang seperti kobaran api yg mengudang datangnya badan, tidak memahami bila nantinya kejayaan tersebut akan hilang bersama asap. Hati tidak luntur seperti apa kira-kira datangnya kesulitan meski begitu terus kepada aku juga larinya. Oleh sebab itu kau & aku tidak sanggup berpisah, sebab kau & aku akan menjadi satu dalam kebenaran.

Raden Surowidjojo melakukan penjarahan ke daerah yg lebih luas hingga tepi bengawan solo. Disanasemakin poly anak buahnya, daerah yg dijarahnya yaitu Kanor, Rajekwesi & akhirnya menyusahkan Gupermen. Raden Surowidjoyo ini juga masih memiliki pertalian darah dengan Kyai Keti kepada Rajegwesi, Bojonegoro.

Tahun 1859 lahirlah Raden Kohar kepada Desa Ploso, Kabupaten Bloro cucu dari Pangeran Kusumaningayu/ Raden Mas Adipati Brotodiningrat Bupati Sumoroto. Raden Kohar ini putra dari Raden Surowidjojo. Raden Surowidjojo merasa kecewa hingga generasi Raden Kohar sebab poly orang yg sengsara. Disini poly orang yg bertanggung jawab terhadap milik pribadi hingga wajib berkorban jiwa namun ditarik pajak sang Belanada hingga dipukuli & dihajar seperti hewan.

Pada ketika itu Raden Surowidjojo menghilang entah memahami kemana, menjadi akibatnya Raden Kohar hidupnya morat-marit tanpa harta benda. Akhirnya Raden Kohar menyusun taktik baru buat meneruskan ajaran ayahnya buat mendirikan Kerajaan. Raden Surowidjojo dinamakan Samin Sepuh, begitu juga Raden Kohar memakai sebutan Samin Surosentiko atau Samin Anom.

Raden Kohar (Samin Surosentiko) sesudah memiliki gagasan yg baik mendekati warga mengadakan perkumpulan kepada Balai Desa atau lapangan. Semakin lama pengikutnya semakin poly, sebab mereka memahami bahwa gagasan Ki Samin Surosentiko artinya baik. Gagasan yg diumumkan artinya kerajaan Amartapura dengan rajanya Prabu Darmokusumo atau Puntodewo, raja titisan Dewa Darmo, dewa kebaikan.

Pada 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya kepada daerah Klopoduwur Blora Jawa Tengah. Banyak yg tertarik & dalam waktu singkat sudah poly orang menjadi pengikutnya. Saat itu pemerintah Kolonial Belanda menduga sepi ajaran tersebut. Ajaran tersebut cuma dianggap menjadi ajaran kebatinan atau kepercayaan baru yg remeh belaka.

Masih poly ajaran Ki Samin yg lain yaitu seperti buku primbon yg memuat petunjuk buat orang hayati perihal kepercayaan terhadap Tuhan yg membuat dunia, tingkah laris & sifat-sifat orang hayati, contohnya buku Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kesejaten, Serat Uri-uri Pambudi & Jati Sawit.

Ki Samin dalam mengajar buat membangun manusia seutuhnya seperti kepada atas tersebut, tanda bahwa dia memiliki pengetahuan kebudayaan & lingkungan. Andalan Ki Samin artinya Kitab Jamus Kalimosodo yg kepada tulis sang Kyai Surowidjojo atau Samin Sepuh. Terlebih lagi pribadi Ki Samin Sepuh juga terdapat dalam Kitab tersebut.

Kitab Jamus Kalimosodo ditulis dengan bahasa Jawa baru yg berbentuk prosa, puisi, ganjaran, serat mocopat seperti tembang-tembang yg sudah ditulis kepada atas yg isinya beragam ilmu yg berkhasiat yg ketika sekarang ini poly disimpan sesepuh Masyarakat Samin yg berada kepada Tapelan (Bojonegoro), Kropoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunung Segara (Brebes), Kandangan (Pati) & Tlaga Anyar (Lamongan) yg berbentuk lembaran goresan pena huruf Jawa yg yg hingga kini masih dipelihara dengan baik.

Ki Samin Surosentiko memnag nekat ingin memperlihatkan gagasannya, ingin mengusir bangsa Belanda secara Halus ingin punya negara yg tentram. Ki Samin Surosentiko? Samin Anom hayati seperti halnya rakyat kecil. Setelah poly menerima pengikut menyiapkan Desa Plosodiren menjadi pusat pemberontakan. Daerah Kekuasaan Ki Samin Surosentiko sudah semakin luas hingga desa-desa lain. Seperti yg sudah aku ulas diatas, warga Desa Tapelan, Ploso & juga Tanjungsari mengangkat Ki Samin menjadi Raja dengan gelar Prabu Panembahan Suryongalam yg sanggup menerangi orang sedunia & yg diangkat menjadi patih merangkap senopati, kamituwo (Kepala Dusun) Bapangan yg diberi gelar Suryo Ngalogo yg mengajarkan perihal perang. Ini tanda bahwa orang Jawa/pribumi dengan legal memiliki tekad yg utuh berjuang secara tenang (halus).

Ki Samin Surosentiko dalam menentang penjajah sanggup ditinjau dalam beragam cara. Bila kita melihat bagaimanaperbuatanorang-orang pemerintahan Belanda yg hendak menghabiskan warga Samin yg waktu itu tersebar kepada Bloro, Bojonegoro, Pati & Kudus yg paling poly kepada Desa Tapelan Kecamatan Ngraho Bojonegoro. Namun Ki Samin Surosentiko tidak khawatir berjuang namun kelihatan membisu sepertinya dia melawan tanpa perang.

Cara yg dipakai melawan hanyalah menolak membayar pajak, menolak menyumbang tenaga buat pemerintahan Belanda, membantah terhadap peraturan & dia mendewakan dirinya sendiri seperti halnya titisan dewa yg suci.

Empat puluh hari sebelum tanggal 8 November 1907 Ki Samin Surosentiko mewisuda dirinya menjadi Raja Tanah Jawa kemudian dia ditangkap pemerintah. Ki Samin kitab iro durung tumanem aneng kalbu yg maksudnya Ki Samin kitab andalanmu belum tertanam dalam hati sanubari demikian ungkap Raden Pranolo. Ndoro Siten yaitu Asisten Belanda. Randublatung waktu mengetahui wujud Ki Samin yg lemas, tangan dirantai, rambut digundul seperti tahanan, memakai celana hitam lusuh yg melekat dibadannya yg lemah.

Siang harinya Ki Samin Surosentiko dihadapkan Ndoro Siten Di Ngasistenan sesudah semalam sebelumnya ditahan kepada bekas tobong (tempat pembakaran gamping) tidak jauh dari situ. Ki Samin Surosentiko ditangkap sesudah gagal mencoba melawan agen polisi yg mengepung Balai Desa Ploso. Cerita beliau menjadi Raja Tanah Jawa sudah tamat namun sesepuh kepada Desa lain yg memiliki kewibawaan & gagasan konkret masih mengakuinya hingga sekarang.

Di hadapan Ndoro Siten Polisi utusan spesifik kontrolir dari Bloro juga tim pemeriksa lainnya. Siang hari yg panas Ki Samin Surosentiko nampak kecil tidak lebih dari tahanan seperti pencuri kelas kakap yg berani menjalankan aksi perlawanan terhadap Kanjeng Gupermen. Hukuman yg jelas akan dirasakan yaitu kepada buang kepada Nusa Kambangan, namun bila terdapat yg memberatkannya maka Sawahlunto tempatnya.

Ki Samin Surosentiko meninggal kepada tahanan Sawahlunto tahun 1914. Kitab Serat Jamus Kalimosodo disita penguasa demikian juga kitab Pandom Kehidupan. Orang-orang Samin tidak lepas dari penyitaan/perampasan polisi.

Konon selama dalam tahanan kepada Sumatra Ki Samin Surosentiko yg namaaslinyaRaden Kohar dimintasupayamenulis wasiat buat warganya yg kepada Jawa. Metrum Duduk Wuloh adalah keliru satu wasiat Ki Samin Surosentiko.

Nagaranto, niskolo kandugo arum hapraja mulwikang gati, gen ngaup miwah samungku, nuriya hanggemi ilmu rukunarga tan kana blekuthu. Jujur agak sulit memang mengartikannya namun disini aku akan mencoba mengartikannya sedapat mugkin yg paling relevan dengan keadaan beliau member wewaler ini, yaitu sebuah negara sanggup bertenaga bila memiliki peranan vital yg sanggup memilih peraturan dunia, kalaupun unsur pemerintah keliru satunya artinya kelompok yg tanda kebijaksanaan & menghormati kepercayaan para leluhur. Mohon dimaklumi seandainya sumbang.

Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan gerakan Samin. Pada 1908, Wongsorejo, keliru satu pengikut Samin, menyebarkan ajarannya kepada Madiun, mengajak orang-orang desa buat tidak membayar pajak kepada pemerintah Belanda. Wongsorejo dengan sejumlah pengikutnya ditangkap & dibuang keluar Jawa.

Pada 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko & Engkrak keliru satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin kepada Grobogan. Karsiyah menyebarkan ajaran Samin kepada kawasan Kajen, Pati. Perkembangannya kemudian tidak jelas. Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya kepada daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, namun gagal.

Puncak penyebaran gerakan Samin terjadi kepada 1914. Pemerintah Belanda menaikkan pajak. Disambut sang para pengikut Samin dengan pembangkangan & penolakan dengan cara-cara unik. Misalnya, dengan cara memberitahuakn uang kepada petugas pajak, "Iki duwite sopo?" (Ini uangnya siapa?), & ketika sang petugas menjawab, "Yo duwitmu" (Ya uang kau), maka pengikut Samin akan segera memasukkan uang itu ke sakunya sendiri. Singkat ungkap, orang-orang Samin contohnya kepada daerah Purwodadi & kepada Balerejo, Madiun, sudah tidak lagi menghormati pamong Desa, polisi, & aparat pemerintah Belanda yg lain.

Dalam masa itu, kepada Kajen Pati, Karsiyah tampil menjadi Pangeran Sendang Janur, mengimbau kepada warga buat tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga mengejek & memandang para aparat desa & polisi menjadi badut-badut belaka. Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap pemerintah, dengan tidak mau membayar pajak. Karena itu, teror & penangkapan makin gencar dilakukan pemerintah Belanda terhadap para pengikut Samin.

Pada tahun 1914 ini akhirnya Samin meninggal dalam pengasingannya kepada Sumatra Barat. Namun teror terus dilanjutkan sang pemerintah Belanda terhadap pengikut Samin. Akibat teror ini, sekitar tahun 1930-an, perlawanan gerakan Samin terhadap pemerintah kolonial menguap & terhenti. Namun diluar dugaan sepertinya ajaran Samin tersebut tetap eksis hingga sekarang.

Singkat ungkap sejarahlah yg membuat & memelihara ilmu pengetahuan. Kalau sanggup nantinya rakyat sanggup rukun senang, tidak terdapat permusuhan antar sesama manusia. Melihat pengalaman kepada atas jelaslah ajaran Ki Samin juga tanda Ageman Keprajan yangmengajarkan politik pemerintahan meskipun sangat sederhana.

Misalkan Ki Samin Surosentiko tidak cepat ditangkap & dibuang kepada Sawahlunto, kita konfiden ajaran-ajarannya sanggup menjadi bekal yg baik. Mengingat Ki Samin sendiri belum sempat berpamitan kepada rakyatnya dia keburu kepada buang pemerintah Belanda sebab dia secara terus terang mendirikan kerajaan & memiliki gagasan membangun negara orisinal peribumi tanpa campur tangan orang kulit tanpa stigma.

Maturnuwun

Leave a Reply