web analytics
Menelusuri Kejayaan Kadipaten Sidayu Tempo Dulu - DUNIA KERIS

Edisi jelajah dalam blog ini saya mengajak kerabat perkerisan mengunjungi kota Gresik tepatnya dalam Kecamatan Sidayu. Ada apa memakai Sidayu? Ikuti terus goresan pena ini..

Sidayu hanyalah satu dalam antara 18 kecamatan dalam Kabupaten Gresik waktu ini. Namun, kecamatan tersebut meninggalkan bukti-bukti sejarah kebesaran menjadi bekas sebuah kadipaten dalam masa lalu. Jejak sejarah Kabupaten Gresik bisa dicermati memakai jelas dalam bekas Kadipaten Sedayu yg kini menjadi Kecamatan Sidayu. Berbagai peninggalan masih membekas menjadi ikon sebuah kadipaten dalam zaman penjajahan Belanda. Ada pintu gerbang & pendapa keraton. Ada pula masjid & alun-alun, & telaga & sumur menjadi asal air Sedayu.

Diperkirakan, situs itu berusia satu abad. Situs tersebut dibangun menjelang perpindahan Kadipaten Sedayu ke wilayah Kadipaten Jombang sang penjajah Belanda dalam lebih kurang 1910. Sejak berdiri dalam 1675, kadipaten Sedayu dipimpin sang sedikitnya sepuluh adipati. Adipati yg paling dikenal merupakan Kanjeng Sepuh Sedayu. Nah, sosok adipati Kanjeng Sepuh inilah yg akan saya bahas lebih lanjut.

Meski hanya sebuah kecamatan, Sidayu rnemiliki alun-alun yg agak luas & bangunan-bangunan tua yg agak megah. Itu merupakan menunjukan bahwa Sedayu, atau yg sekarang lebih dikenal memakai sebutan Kecamatan Sidayu, dulu merupakan kota tua yg pernah jaya. Sebelum akhirnya menjadi bagian yg terintegrasi memakai Kabupaten Gresik. Dalam sejarahnya Sedayu merupakan wilayah kadipaten tersendiri dalam masa pemerintahan Mataram. Istimewanya, Kadipaten Sedayu waktu itu memiliki koneksitas kewilayahan secara pribadi dalam bawah kekuasaan Raja Mataram Prabu Amangkurat I kisahnya baca disini memakai adipati pertama bernama Raden Kromo Widjodjo.

Sejarah Kadipaten Sedayu mencatat nama harum adipati ke-8, yaitu dalam waktu Kanjeng Sepuh Sedayu. Kanjeng Sepuh dipercaya menjadi aulia & pemimpin besar Kadipaten Sedayu yg layak mendapatkan penghormatan. Kiprahnya yg kritis terhadap kekuasaan Belanda atau kerajaan lain waktu itu dikenang sang rakyat Sidayu & agak membanggakannya. Di mata warga Sedayu maupun keturunannya, hingga kini nama Kanjeng Sepuh tetap harum menjadi pemimpin yg berpihak kepada rakyat selama memerintah Sedayu dalam 1816-1855.

Kompleks makam Kanjeng Sepuh sendiri berada dalam Desa Kauman, Kecamatan Sedayu, Gresik. Di kompleks inilah makam Kyai Panembahan Haryo Soeryo Diningrat atau Kanjeng Sepuh, Adipati ke-8 Kadipaten Sedayu bisa diziarahi. Selain meninggalkan Masjid, Kanjeng Sepuh pula meninggalkan situs vital yg berupa Telaga Rambit & Sumur Dhahar. Masing-masing bertempat dalam Desa Purwodadi & Golokan. Menurut cerita rakyat Sedayu, keunikan berasal keduanya merupakan, pemanfaatannya menjadi air minum & dikonsumsi sang sebagian besar rakyat Sedayu, tetapi asal mata airnya tidak pernah mengering & habis walaupun dalam musim kemarau.

Makam Kanjeng Sepuh ramai diziarahi dalam setiap malam Jumat Pahing. Para peziarah datang berasal luar kawasan & dalam hari itulah umumnya zenit keramaian Kota Sedayu. Tradisi ini banyak mempengaruhi mobilisasi ekonomi rakyat Sedayu. Selain membludaknya pengunjung Pasar Pahing, magnet ini pula bisa membangun Pasar Tiban yg tentu saja menggerakkan mnda perekonomian.

Yang istimewa, banyak para peziarah yg meyakini setelah berziarah dalam makam aulia ini usahanya berhasil. Bisa jadi & tidak mengherankan, para wisata religi ziarah wali tidak sedikit yg menjadikan makam Kanjeng Sepuh menjadi tujuan yg dilarang dilewatkan begitu saja. Tak hanya yg usaha dalam usaha, mereka yangingin naik jabatannya syahdan pula banyak yg mengaku cocok berdoa dalam makam ini.

Mengujungi situs lain peninggalan kejayaan Kadipaten Sidayu dalam masanya terutama dalam komplek masjid Kanjeng Sepuh. Terdapat unsur-unsur kebudayaan pra Islam. Hal tampaknya sengaja dilakukan buat buat menjembatani supaya kebudayaan Islam menjadi unsur yg baru bisa diterima dalam tengah lingkungan rakyat yg beragama Hindu-Budha.

Untuk memperingati kebesaran Kanjeng Sepuh Sedayu menjadi adipati maupun ulama, rakyat setempat setiap tahun mengadakan haul & istighotsah besar dalam Masjid Kanjeng Sepuh Sedayu. Acara berlangsung meriah. Prosesi itu menjadi tradisi rakyat buat mengenang jasa adipati yg bergelar lengkap Kiai Panembahan Haryo Soeryo Diningrat, yg wafat dalam 1856.

Ada satu cerita menarik lainnya tentang sosok yg diagungkan masayarakat Sidayu ini. Selain menjadi menjadi seorang adipati Kanjeng Sepuh Sedayu merupakan seorang pakar taktik. Banyak jasa Kanjeng Sepuh buat menenteramkan rakyatnya sekaligus melindungi mereka berasal berbagai teror selama masa penjajahan.

Keberanian Kanjeng Sepuh menantang kebijakan Belanda tentang pajak pula menjadi catatan. Adipati memakai berani mengusulkan memberi nama sebuah pasar dalam Surabaya memakai nama Kabean, yg berarti buat seluruh, dalam sebuah kedap memakai pemerintah Belanda waktu itu. Maksudnya, beliau menolak diskriminasi & kenaikan pajak yg dikehendaki Belanda. Sebab, waktu itu Belanda punya iktikad buat membeda-bedakan pedagang memakai maksud menaikkan pajak. Pasar tersebut waktu ini dikenal memakai nama Pasar Pabean.

Beliau pula dekat memakai rakyat. Diam-diam, dalam malam hari, beliau berkeliling ke seluruh wilayah kadipaten, yg meliputi Sedayu, Lamongan, Babat, hingga Jombang, buat melihat keseharian & masalah masyarakatnya. Dulu dalam wilayah lebih kurang Sedayu tidak jarang sekali terjadi banjir. Namun berkat kehebatan Kanjeng Sepuh, beliau bisa mengatur irigasi sehingga bisa menghilangkan banjir tahunan. Irigasi itu pula memproduksi petani dalam Sedayu bisa panen 3 kali dalam setahun.

Di masa Kanjeng Sepuh, perdagangan dalam Sedayu pula maju. Dulu, orang Tionghoa agak banyak membuka usaha dalam wilayah tersebut. Itu terjadi, lantaran Kanjeng Sepuh sangat toleran terhadap para pedagang Tionghoa tersebut. Dengan catatan mereka tetap boleh berusaha, tapi, dilarang memelihara anjing.

Keberhasilan tersebut, memproduksi Kanjeng Sepuh diagungkan. Banyak kisah yg mengatakan keistimewaannya. Salah satunya dalam cerita tutur yg melegenda hingga kini bahwa dalam waktu itu Kanjeng Sepuh mendapatkan sepuluh undangan dalam Surabaya & waktunya bersamaan. Anehnya, sepuluh orang yg mengundang itu merasa Kanjeng Sepuh hadir. Tak terasa panjang pula goresan pena ini, tetapi demikian semoga goresan pena ini menambah wawasan kerabat perkerisan sekalian. Maturnuwun.. Backlink Gratis

Leave a Reply