web analytics
Membedah Ajaran Kepemimpinan Serat Nitisruti - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang Serat Nitisruti, secara singkat saya cuplikan pengarang serat tersebut, yakni Pangeran Karanggayam. Nama orisinal Pangeran Karanggayam ialah Pangeran Tumenggung Sudjonopuro yang andai saja dirunut dari pohon silsilah memiliki kontak kekerabatan dengan pujangga Jawa tersohor yakni Raden Ngabehi Ronggowarsito.

Pangeran Karanggayam dapat dikatakan seorang pujangga besar pada masa pemerintahan Pajang berada ditangan Sultan Hadiwijoyo (Djoko Tingkir). Hingga dalam satu riwayat menyebutkan Panembahan Senopati serta Sinuwun Sedo Krapyak pun berguru padanya,

Karya fenomenal yang ditulis sang Pangeran Karanggayam ialah Serat Nitisruti yang akan kita bahas kali ini, meski nir seluruhnya. Ada beberapa bab yang sangat relevan untuk kita kaji yang berkait erat dengan kepemimpinan. Seperti yang kita ketahui beserta bagaimana kondisi bangsa akhir-akhir ini. Bagaimana pun gejolak yang terjadi pada warga sepeti kita ini, seluruh tak lepas dari para elit yang kebeneran kita beri amanah padanya. Terlepas pemimpin pada sebuah institusi juga organisasi.

Baik, saya konfiden kita seluruh putusan bulat bahwa dalam hidup seluruh mendambakan ketentraman. Meski dalam sebuah ketentraman harus kita bangun dari ruang kecil terlebih dahulu sebelum dalam konteks yang lebih luas lagi. Kita ambil contoh, ketentraman tempat tinggal tangga pun akan sangat terusik serta sulit kitadapatkan manakala ketentraman diluar sana sedang goyah. Setidaknya ini ialah pandangan saya tertentu, entah dalam pandangan kerabat perkerisan?

Dalam konteks yang lebih luas, dalam hal ini tentang tata kelola negara. Ternyata dalam Serat Nitisruti ada beberapa bab yang membahas tentang pentinganya memahami ilmu pertahanan serta keamanan yang kemudian akan mendatangkan ketentraman negara bagi seorang pemimpin. Syarat utamanya ialah seorang pemimpin harus dapat mencipta kondisi ketentraman hati rakyat sehingga negeri kuat serta kondusif. Lha terus piye carane?

Karanggayam menjawab pertanyaan pada atas yang tertuang dalam Serat Nitisruti yang menerangjelaskannya dalam bentuk nasehat. Nasehat yang pertama bahwa seorang raja untuk dapat meraih ketentraman ialah dengan menguasai pengendalian nafsunya sendiri. Paling sederhana untuk dibahasakan, ajaran utama ini tertumpu pada pengendalian nafsu seorang pemimpin yang dijabarkan dalam bait berikut ini.

Yeku tetep wong murka sawukir, yen sira mangkono iya mangsa den andela maneh, babasane sapa ta kang bangkit, amereki kori. Myang warangsasa anggung.

Artinya, andai saja orang semacam ini ialah orang yang serakah segunung. Jila mungkin demikian nir mungkin akan disebut lagi. Merujuk dari arti bebasnya ini, dapat kita ibaratkan siapa yang mendekati pintu yang telah pada makan rayap?

Pendek kata, sanepan yang dimaksud Pangeran Karanggayam dalam bait pada atas menyoal sosok pemimpin yang tak dapat mengendalikan nafsunya serta serakah. Orang demikian sangat rentan menciptakan negara goyah. Akibatnya ketentraman nir terjaga, pertahanan serta keamanan negara sangat rapuh seperti pintu yang digerogoti rayap.

Ulah budi udaling lelungit, sira den waspaos. Kudu awas waskitha ing tyase, wruh samuning panuksma kang remit, namarma rasandi, saduning ri pudur

Nasehat yang ke 2 pada bait pada atas dalam arti harfiahnya ialah sebentuk nasehat penting bagi pembesar negara. Dalam hal ini seorang pembesar negara sebelum memngeluarkan sesuatu yang masuk rahasia negara haruslah memasak budi serta pekertinya dulu. Sebelum kemudia menjelaskannya pada rakyat atau khalayak. Seorang pemimpin haruslah senantiasa waspada serta tetap awas serta tajam perasaannya. Mengetahui segala sesuatu yang rumit serta dapat menyimpan rahasia yang memang nir pasti diungkapkan pada khalayak.

Dalam tradisi Jawa ada cara yang pasti dalam memasak budi serta pekerti, olah rasa dengan semedi serta mematikan raga. Seperti ungkapan dalam bait beriku ini

"Kurang guling ing nalikeng ratri, den mindeng semadi, sinahua lampus"

Artinya, kurangi tidur pada waktu malam, seringkali bersemadi memusatkan pikiran, jiwa, serta raga, serta belajar mati, artinya menyiapkan diri sewaktu-waktu akan meninggal.

Selanjutnya nasehat ketiga, keutamaan seorang pemimpin untuk pertahanan serta keamanan ialah tahu cara dengan serta menerapkan peralatan apa saja. Dalam konteks kekinian, tentunya peralatan itu bukan hanya senjata semata, dapat juga teknologi. Selain kemampuan dengan peralatan tersebut, ada yang lebih penting lagi yakni kemampuan mendapatkan isyarat Sang Raja, si pemimpin utama sebagai nasehat utama. Jangan sampai sesat pemikiran, meski sudah dikatakan pandai banyak sekali ilmu pengetahuan.

Lebih jauh yang dalam hal ini ialah nasehat keempat, Pangeran Karanggayam menyebutkan bahwa untuk mengetahui isyarat raja seorang pemimpin dapat olah rasa sampai tahu tabir hakikat Yang Maha Agung. Jangan sampai meninggalkan kerajinan serta ketekunan agar semuanya berakhir baik. Selain itu, seorang pemimpin jangan sampai mudah terpikat kepada yang menyenangkan hati, harus selalu awas. Seperti orang baik yang bersembunyi, meskipun nir kelihatan tetapi selalu memancarkan bau harum. Nasehat ini tertuang dalam bait pada bawah ini.

Lir manekung ameku samadi, den kongsi udani, Dating Hyang Mahaagung. Kongsi prapteng wekasane keksi, karsaning Hyang Manon, pindha carma ingkukir bineber, munggwing kelir den kongsi udani, sasolahing ringgit, aywa legal dinulu

Artinya, maka itu rajinlah mesu budi, bersemedi, sampai dapat mengetahui Hakekat Yang Maha Agung. Sampai tiba waktu dapat melihat kehendak Yang Kuasa, kelihatan seperti gambar terukir serta dibeberkan pada kelir, sampai mengetahui solah gerak wayang tanpa melihatnya.

Seperti galibnya kehidupan, apakah sebagai manusia individu juga sosial, tentu tempatnya keliru, karena ini ialah sebuah kodrat manuisi. Mengenai hal ini pun dalam Serat Nitisruti menerangjelaskan, waktu tiba-tiba seorang pemimpin ketahuan salahnya. Dan ini ialah nesehat atau serupa ajaran yang kelima. Menyoal pengendalian diri waktu terpojok. Ketika ketahuan kesalahan, seorang pemimpin jangan sampai menjadi galau yang kemudian nir lagi dapat melihat hal yang baik. Jangan sampai kemudian buta akan kata-kata penting.

De kang dadi kuciwaning abdi, bilih tuna budi, bodho buteng pengung

Artinya, Seperti halnya abdi, maka yang menjadi kekurangan juga kesalahan bagi seorang abdi, andai saja kurang baik budinya, ia akan menjadi bodoh, lekas marah, serta dungu. Pembesar negara seperti ini, pada depan raja akan terus-menerus bengong karena hatinya sangat sesat serta lupa.

Pada nasehat keenam ini, Pangeran Karanggayam lebih menekankan pada kemampuan seorang pemimpin untuk menjaga kerukunan dengan rekan-rekannya. Hal itu sangat vital bagi pertahanan serta keamanan agar nir timbul persoalan dari dalam.

Ing tyas den miratos, ngilangena sakserik ing ngakeh. Ngayemana manahing sasami, sasamining ngabdi. Priyen raket rukun. Prihen raket rukun

Artinya, pada dalam hati siap sedia untuk menghilangkan rasa sakit hati serta ketidakpuasan banyak orang, dapat menenangkan serta menenteramkan hati kawan, supaya dapat dekat, rukun dalam pergaulan.

Seorang pemimpin kiranya selalu dapat menghilangkn cita-cita yang serakah serta paras pun harus selalu ramah. Dalam jamuan atau dalam pergaulan agar senantiasa tenang serta tetap lantip serta memperhatikan segala pesan. Menjadi seorang pemimpin dalam ajaran ketujuh dari Serat Nitisruti ini menerangjelaskan bahwa jangan sampai melupakan yang dilarang serta mengingat ajaran-ajaran budi dari leluhur. Nasehat yang lebih mengedepankan keteladanan ini diharapakan seorang pemimpin dapat menbawa dirinya agar menjadi teladan bawahannya serta menjadi kharisma pada negeri tetangga. Ajaran ini tertuanga dalam bait ini.

Pra linangkung muwah among tani, ingkang andhap asor, ingesoran sasolah bawane, anor raga dening anuruti saosiking janmi, versus wacana rum.

Artinya, orang-orang besar juga para petani yang sifatnya merendah diri, semuanya terungguli dalam segala tingkah lakunya. Teruslah melatih jiwa serta raga dengan mengikuti serta meneliti keliru tingkah manusia, disertai tutur kata yang manis.

Ajaran yang kedelapan serta yang terakhir dari Pangeran Karanggayam bagi seorang pemimpun ialah ajaran yang lebih mengedepankan keluasan hati. Artinya, seorang pemimpin harus dapat menjadi manusia yang memiliki seluas samudera. Pemimpin yang dapat sedemikian ini ialah pemimpin yang kaya maafnya, senantiasa ramah yang kemudian akan melahirkan ketentraman hati sesama manusia. Diharapkan dengan sikap yang sedemikian ini seorang pemimpin akan menjadi sumber segala tata krama.

Solah tingkah karem tyas tan yukti, satemah keliru ton, tilar tatakramane rinemeh, yen mangkana wekasaning wuri, tan wun sira keni, kinembong ambek dur.

Artinya, solah tingkah senang akan hal yang kurang baik itu akhirnya akan kelihatan juga, sebab tata krama kemudian direndahkan. Jika demikian akhirnya kemudian manusia akan penuh dengan watak yang dursila.

Pitutur pada atas ialah pamungkas dari Pangeran Karanggayam, mengingatkan agar seseorang itu mau berlomba-lomba mengejar kebajikan. Dan akhirnya kita sampai pada penghujung tulisan ini, diharapkan bantuan kerabat perkerisan sekalian untuk menambahkan segala kekurangannya. Akhir kata sekian dulu serta sampai ketemu pada tulisan yang lainnya. Nuwun.

Leave a Reply