web analytics
Kisah Tragis Dua Wanita Pemicu Runtuhnya Mataram - DUNIA KERIS

Ilustrasi

Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Wanita dihadirkan ke muka bumi tentunya bukan karena kebetulan. Ada suatu maksud di balik kehadiran sosoknya yg gemulai serta lemah lembut itu. Dan sahih adanya, mereka dihadirkan di global ini bukan sekadar sebagai pasangan laki-lagi. Bukan sekedar sebagai wadah bagi kelahiran generasi selanjutnya. Mereka ialah penyejuk hati serta seringkali menjadi pengganti laki-laki dalam memimpin warga.

Seperti galibnya kehidupan. Dalam catatan sejarah juga legenda, peran wanita dalam semua dimensinya tadi banyak dikisahkan. Dan cita rasanya amat perlu buat dipelajari balik  karena banyak mengandung hikmah. Dunia cita rasanya tidak lengkap kalau sesekali tidak dihadirkan suatu kisah yg menyedihkan, yg menyakitkan, yg romantis atau yg menggemaskan.

Seperti halnya kisah Ratu Malang serta Rara Oyi yg mewarnai kronik kelam dua wanita dalam lingkar kekuasaan. Siapakah mereka?

Baik, mengungkapkan dua wanita ini berarti menyangkut Mataram. Seperti yg kita ketahui serta sudah saya bagikan di perkerisan ini, Mataram ialah satu dari kerajaan akbar yg pernah berdiri di tanah Jawa. Selain kehadirannya yg bertepatan memakai VOC, raja-raja yg memerintah Mataram pun terkenal ambisius serta haus kekuasaan.

Mataram berdiri akhir abad ke-15 lewat serangkaian suksesi berdarah, yg mewarnai pergeseran kekuasaan di Jawa pasca runtuhnya imperium Majapahit. Kerajaan baru itu hanya perlu enam dasawarsa buat menaklukkan kerajaan-kerajaan mungil yg bertebaran di daerah Jawa Tengah serta Jawa Timur pasca berakhirnya imperium Majapahit. Penaklukan ini mewariskan ketegangan politik, ekonomi, serta budaya yg berlarut-larut sesudahnya.

Kesuksesan politik ekspansi Mataram mencapai puncak ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646) memerintah. Dialah raja terbesar dinasti Mataram. Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Mataram meliputi seluruh Jawa Madura (kecuali Batavia serta Banten) serta beberapa daerah di luar Jawa, mirip Palembang, Jambi, serta Banjarmasin. Selain dikenal sebagai raja yg sukses serta kreatif, Sultan Agung dikenal jua sebagai raja yg ambisius serta brutal tatkala menghadapi lawan-lawan politiknya.

Kisah Mataram yg paling menarik justru terjadi kepada masa pemerintahan Susuhunan Amangkurat I alias Sunan Tegalwangi, putra sekaligus pewaris tahta Sultan Agung. Masa pemerintahannya terkenal penuh intrik. Amangkurat I lebih banyak mewarisi kebrutalan saja, tanpa mewarisi kreativitas serta sukses ayahnya. Kalau Sultan Agung menaklukkan, membujuk serta melakukan manuver politik guna mencapai ambisinya, Amangkurat I hanya dapat menuntut serta membunuh. Ia tidak menghiraukan ekuilibrium politik yg diharapkan buat memimpin negeri penuh intrik mirip Mataram kepada masa itu. Ia memusatkan kekuasaan hanya buat memenuhi kepentingannya sendiri.

Pada ketika Amangkurat I berkuasa, ada suatu kejadian yg sangat tragis. Isterinya, yg bergelar Ratu Malang, meninggal serta dimakamkan di Antakapura, Redi, Kelir (daerah Pajang Sala). Bukan ketika meninggalnya yg diklaim tragis akan tetapi ketragisan itu terjadi justru setelahnya. Akibat meninggalnya Ratu Malang ini, puluhan wanita serta lelaki di ibukota Mataram serta sekitarnya meninggal dibunuh atau terbunuh. Mengapa ?

Selengkapnya baca di sini : Amangkurat I Diktator Pertama Tanah Jawa

Seperti diketahui dalam kronik sejarah menyangkut raja yg yg satu ini, dalam persoalan wanita Amangkurat I memang dikenal luar biasa. Sewaktu masih menjadi putera mahkota, Amangkurat I dikabarkan pernah menculik wanita tercantik di antara isteri-isteri Tumenggung Wiraguna (satu dari pejabat tinggi Mataram sewaktu ayah Amangkurat I, Sultan Agung masih berkuasa). Karena perbuatannya tadi, Amangkurat I dieksekusi sang ayahnya ad interim wanita cantik tadi dibunuh sang Wiraguna.

Saat sudah menjadi raja sebelum memperisteri Ratu Malang, Amangkurat I sudah mempunyai banyak isteri. Jumlahnya diperkirakan paling sedikit 43 orang. Di luar isteri-isteri tadi, Amangkurat I mempunyai isteri yg bergelar Ratu Ageng/ Ratu Kulon / Ratu Pangayun. Ia ialah puteri Pangeran Pekik dari Surabaya yg meninggal 40 hari sehabis melahirkan RM Rahmat (Amangkurat II) serta dimakamkan di Girilaya.

Suatu ketika Amangkurat I berkeinginan lagi mencari wanita cantik yg akan dijadikan selirnya. Pangeran Balitar mencalonkan seseorang wanita yg diklaim-sebut berasal dari daerah Pajang anak Ki Wayah (Waya), seseorang dalang wayang. Wanita ini sebelumnya sudah bersuamikan Ki Dalem (Ki Dain) serta sedang mengandung tiga bulan.

Untuk memuluskan keinginannya buat mendapatkan wanita itu, Ki Dalem kemudian dibunuh. Kemudian sehabis melahirkan anaknya yg diberi nama Raden Natabrata. Maka kemudian wanita tadi dibawa ke istana serta diperisteri sang Sunan Amangkurat I. Gelar yg diberikan kepada wanita yg mendampingi Sunan selama lebih kurang 17 tahun -itu ialah Ratu Wetan / Ratu Malang / Ratu Malat.

Mungkin karena cemburu atau mungkin karena takut bahwa Ratu Malang akan menurunkan anak yg akan menggantikan Amangkurat I atau karena sebab lain, dikabarkan Ratu Malang tidak disenangi sang isteri-isteri Amangkurat I lainnya. Mungkin karena itu jua ada yg menyantet / mengguna-guna atau mungkin ada yg sengaja meracuninya.

Ratu Malang dikabarkan meninggal dalam keadaan muntah serta kotorannya encer. Amangkurat I dikabarkan sangat murka serta karena itulah terjadi kejadian tragis. Sekitar 43 orang selir serta dayangnya dibunuh atas perintahnya. Sunan dikabarkan sangat murung sehingga cukup usang meninggalkan urusan kerajaan. Setiap hari Sunan Amangkurat I terlihat meratapi kematian isterinya itu di kuburannya.

Setelah kematian Ratu Malang, isteri yg sangat dicintainya Amangkurat I , menyuruh dua orang mantri, Nayatruna serta Yudakarti, buat mencari wanita pengganti yg sama cantiknya. Entah apa sebabya, wanita itu disyaratkan harus berasal dari daerah yg sumurnya berair segar.

Kedua utusan tadi berangkat menjalankan tugasnya. Saat hingga di sebuah kawasan di tepi Kali Mas Surabaya, mereka bertemu memakai seseorang mantri dari sana yg bernama Ngabei Mangunjaya. Mantri tadi sehabis mendengar maksud serta tujuan keduanya kemudian menawarkan anak perempuannya yg bernama Oyi. Saat itu anak tadi diperkirakan usianya baru berumur 11 tahun serta diberitakan masih suka bermain bunga.

Para utusan memang terpesona melihat gadis itu. Kedua utusan kemudian menerima tawaran tadi. Singkat cerita, Rara Oyi kemudian dibawa ke Plered. Sewaktu dihadapkan kepada Sunan, Sunan mnganggapnya masih terlalu muda serta karenanya dititipkan kepada seseorang mantri lain yg bernama Ngabei Wirareja buat nantinya sehabis cukup dewasa dipersunting sang Sunan.

Suatu ketika putera mahkota, RM Rahmat (kelak menjadi Amangkurat II), sehabis gagal menikah memakai puteri Raja Cirebon, secara kebetulan mampir ke tempat tinggal Ngabei Wirareja. Demi dilihatnya Rara Oyi, yg sedang membatik bersama Nyai Wirareja, RM Rahmat / Amangkurat II jatuh cinta kepadanya.

RM Rahmat bertanya wacana siapa serta status gadis tadi. Wirareja memberitahu bahwa gadis itu ialah calon isteri ayahnya. RM Rahmat dikabarkan patah hati kemudian sakit keras, tidak makan serta tidak tidur.

Kerabat yg diorangtuakan sang RM Rahmat serta berwibawa di Mataram yg tahu hal itu merogoh langkah berani. Bersama isterinya, kerabat tadi pergi ke tempat tinggal Wirareja memakai membawa bantuan perdeo yg mahal-mahal. Wirareja rupanya terbujuk serta diberikanlah Rara Oyi, yg kemudian dibawa ke istana kerabat tadi.

Sunan Amangkurat I marah mendengar isu itu. Sunan kemudian memerintahkan menyerbu serta membunuh kerabat tadi memakai 40 orang keluarga serta abdi dalemnya. Wirareja pun dibuang serta kemudian dibunuh di hutan Lodaya , Ponorogo. Sementara Putera Mahkota dibuang ke Lipura. Nuwun.

Leave a Reply