web analytics
Ki Ageng Pamanahan Perjanjian Belum Selesai - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Jika kita bicara soal Mataram maka berarti menyangkut dalam Ki Ageng Pamanahan dan Ki Ageng Giring yang di makamkan di desa Sodo, Paliyan Gunung Kidul. Dialah yang kemudian hari menjadi galat satu puhak yang melakukan perjanjian pendiri Mataram. Sesuai memakai tajug di atas, saya akan kerucutkan dahulu buat membahas Ki Ageng Pamanahan.

Baik, buat melacak menurut-usul Ki Ageng Pamanahan maka kita wajib mundur 600 tahun yang kemudian atau kurang lebih 1478 M. Ketika Majapahit tidak bisa lagi bertahan. Kerajaan yang menorehkan dalam lbr sejarah memakai tinta emas nusantara ini pelan namun niscaya terus turun pengaruhnya. Sebelum kemudian dihancurkan serangan Raden Patah menurut Demak.

Seperti yang tertera dalam banyak lbr sejarah dalam ketika itu Raja Brawijaya V adalah penguasa terakhir menurut Majaphit. Pasca kehancuran Majapahit oleh serangan Demak, Raja Brawijaya V atau lebih dikenal Brwijaya Pamungkas menyingkir ke Gunung Lawu menjadi petapa, kemudian moksa. Mati memakai membawa jasadnya. Setidaknya demikian cerita yang lebih dekat memakai mitos tersebut yang sering kita dengar. Pun halnya memakai anak keturunnya Brawijaya V. Mereka menyingkir dan tersebar di berbagai daerah memakai tetap memegang teguh keyakinan bahwa Majapahit akan bangkit lagi.

Dari menurut putra brawijaya yang menyingkir itu satu hingga di Gunung Kidul yang kemudian dikenal menjadi Ki Ageng Giring. Dia dianggap putra Brawijaya IV, sedangkan ibunya bernama Retno Mundri. Ki Ageng Giring kita akan bahas nanti perihal korelasinya menjadi galat satu pihak dalam perjanjian berdirinya Mataram.

Selanjutnya, galat satu kerabat Raja Majapahit yang lain, yakni Bondan Kejawan putra menurut Brawijaya V. Bondan Kejawan berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian KI Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela ini memiliki beberapa orang putri dan seorang putra yang bergelar Ki Ageng Ngenis. Nah, Ki Ageng Ngenis ini yang menurunkan atau berputra Ki Ageng Pamanahan. Dan Ki Ageng Pamanahan inilah ayah menurut Sutawijaya yang kemudian menjadi raja Mataram pertama atau lebih kita kenal menjadi Panembahan Senopati.

Sebagai sisipan dalam tulisan ini, berikut saya kutipkan silsilah Ki Ageng Pamanahan versi Mangkunegaran :

Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram (Membuka Kota Gede Mataram dalam tahun 1558 menjadi hadiah menurut Raja Pajang), wafat dalam tahun 1584, menikah memakai Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang :
Adipati Manduranegara
Kanjeng Panembahan Senopati / Raden Sutawijaya (Sultan Mataram ke 1, pendiri, 1587-1601) menikah memakai 3 istri melahirkan putra-putri 14 orang :
Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun
Pangeran Ronggo Samudra (Adipati Pati)
Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuro (Adipati Demak)
Pangeran Teposono
Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar
Pangeran Rio Manggala
Pangeran Adipati Jayaraga / (Raden Mas Barthotot)
Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati/Panembahan Seda ing Krapyak (Sultan Mataram kedua, 1601-1613) menikah memakai Ratu Tulung Ayu dan Dyah Banowati / Ratu Mas Hadi (Cicit menurut Raden Joko Tingkir & Ratu Mas Cempaka), menurunkan putra-putri 12 orang :
Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645), Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah memakai Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 selesainya Sunan Gunung Jati), permaisuri kedua Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri :
Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang
Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil
Pangeran Ronggo Kajiwan
Gusti Ratu Ayu Winongan
Pangeran Ngabehi Loring Pasar
Pangeran Ngabehi Loring Pasar
Sunan Prabu Amangkurat Agung / Amangkurat I / Raden Mas Sayidin (Sultan Mataram ke 4, 1646-1677) wafat 13 Juli 1677 di Banyumas.
Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
Sunan Prabu Amangkurat III (Sunan Kartasura kedua, 1703-1705)
Susuhunan Pakubuwono I / Pangeran Puger / Raden Mas Drajat (Sunan Kartasura ke 3, 1704-1719)
Raden Mas Sengkuk
Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi) wafat 20 April 1726
Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara (Mangkunegara I, 1757-1795)
Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes
Gusti Raden Ayu Wiradigda
Gusti Pangeran Hario Hangabehi
Gusti Pangeran Hario Pamot
Gusti Pangeran Hario Diponegoro
Gusti Pangeran Hario Danupaya
Sri Susuhunan Pakubuwono II / Raden Mas Prabasuyasa (Sunan Surakarta ke 1, 1726-1742)
Gusti Pangeran Hario Hadinagoro
Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Garwa Pangeran Hindranata
Gusti Raden Ajeng Kacihing, Dewasa Sedho
Gusti Pangeran Hario Hadiwijoyo
Gusti Raden Mas Subronto, Wafat Dalam Usia Dewasa
Gusti Pangeran Hario Buminoto
Pangeran Hario Mangkubumi Hamengku Buwono I (Sultan Yogyakarta Ke 1, 1717-1792)
Sultan Dandunmatengsari
Gusti Raden Ayu Megatsari
Gusti Raden Ayu Purubaya
Gusti Raden Ayu Pakuningrat di Sampang
Gusti Pangeran Hario Cokronegoro
Gusti Pangeran Hario Silarong
Gusti Pangeran Hario Prangwadono
Gusti Raden Ayu Suryawinata di Demak
Gusti Pangeran Hario Panular
Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo
Gusti Raden Mas Jaka
Gusti Raden Ayu Sujonopuro
Gusti Pangeran Hario Dipawinoto
Gusti Raden Ayu Adipati Danureja I
Pangeran Diposonto / Ki Ageng Notokusumo
Raden Ayu Lembah
Raden Ayu Himpun
Raden Suryokusumo
Pangeran Blitar
Pangeran Dipanegara Madiun
Pangeran Purbaya
Kyai Adipati Nitiadiningrat I Raden Garudo (groedo)
Raden Suryokusumo
Tumenggung Honggowongso / Joko Sangrib (Kentol Surawijaya)
Gusti Raden Ayu Pamot
Pangeran Martosana
Pangeran Singasari
Pangeran Silarong
Pangeran Notoprojo
Pangeran Satoto
Pangeran Hario Panular
Gusti Raden Ayu Adip Sindurejo
Raden Ayu Bendara Kaleting Kuning
Gusti Raden Ayu Mangkuyudo
Gusti Raden Ayu Adipati Mangkupraja
Pangeran Hario Mataram
Bandara Raden Ayu Danureja / Bra. Bendara
Gusti Raden Ayu Wiromenggolo / R.Aj. Pusuh
Gusti Raden Ayu Wiromantri
Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit
Pangeran Mangkubumi
Pangeran Bumidirja
Pangeran Arya Martapura / Raden Mas Wuryah (1605-1688)
Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari
Kanjeng Ratu Mas Sekar
Pangeran Bhuminata
Pangeran Notopuro
Pangeran Pamenang
Pangeran Sularong / Raden Mas Chakra (wafat Desember 1669)
Gusti Ratu Wirokusumo
Pangeran Pringoloyo
Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil
Gusti Raden Ayu Wiramantri
Pangeran Adipati Pringgoloyo I (Bupati Madiun, 1595-1601)
Ki Ageng Panembahan Djuminah/Pangeran Djuminah/Pangeran Blitar I (Bupati Madiun, 1601-1613)
Pangeran Adipati Martoloyo / Raden Mas Kanitren (Bupati Madiun 1613-1645)
Pangeran Tanpa Nangkil
Pangeran Ronggo
Nyai Ageng Tumenggung Mayang menikah memakai Kyai Ageng Tumenggung Mayang berputra 1 orang :
Raden Pabelan (wafat 1587)
Pangeran Hario Tanduran
Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana
Pangeran Teposono
Pangeran Mangkubumi
Adipati Sukawati
Bagus Petak Madiun
Pangeran Singasari/Raden Santri
Pangeran Blitar
Raden Ayu Kajoran
Pangeran Gagak Baning (Adipati Pajang, 1588-1591)
Pangeran Pronggoloyo
Nyai Ageng Haji Panusa, ing Tanduran
Nyai Ageng Panjangjiwa
Nyai Ageng Banyak Potro, ing Waning
Nyai Ageng Kusumoyudo ing Marisi
Nyai Ageng Wirobodro, ing Pujang
Nyai Ageng Suwakul
Nyai Ageng Mohamat Pekik ing Sumawana
Nyai Ageng Wiraprana ing Ngasem
Nyai Ageng Hadiguno ing Pelem
Nyai Ageng Suroyuda ing Kajama
Nyai Ageng Mursodo ing Silarong
Nyai Ageng Ronggo ing Kranggan
Nyai Ageng Kawangsih ing Kawangsen
Nyai Ageng Sitabaya ing Gambiro

Seperti yang sudah pernah saya bagikan di sini perihal kiprah Ki Ageng Pamahan terhadap berdirinya Pajang. Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Kesultanan Demak mengalami perpecahan akibat perebutan takhta. Putra Sultan yang naik takhta bergelar Sunan Prawata tewas dibunuh sepupunya sendiri, yaitu Arya Penangsang, bupati Jipang. Selengkapnya bisa kerabat perkerisan baca di tautan di bawah ini.

Sejarah Singkat Jaka Tingkir, Sultan Hadiwijaya

Arya Penangsang yang didukung Sunan Kudus pula membunuh Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat, putri Sultan Trenggana. Sejak itu, Ratu Kalinyamat menunjuk hayati bertapa di Gunung Danaraja menunggu kematian Arya Penangsang bupati Jipang. Untuk menyingkat tulisan, selengkapnya perihal Kalinyamat bisa kerabat perkerisan baca di tautan di bawah ini.

Ratu Kalinyamat : Antara Lingkar Kekuasaan dan Dendam

Arya Penangsang ganti mengirim utusan buat membunuh Hadiwijaya di Pajang tapi gagal. Sunan Kudus pretensi mengundang keduanya buat berdamai. Hadiwijaya tiba ke Kudus dikawal Ki Pamanahan. Pada kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan Hadiwijaya menurut kursi jebakan yang sudah dipersiapkan Sunan Kudus.

Intervensi Dewan Wali Dalam Suksesi Raja-Raja Jawa

Dalam bepergian kembali, Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama memakai Ratu Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat menunjukkan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.

Ki Ageng Pemanahan menjadi Perintis Kesultanan Mataram
Perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di Surakarta, nir dapat dipisahkan memakai sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya Laweyan adalah perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, teman Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia menganut agama Hindu, akan tetapi sebab dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis, Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis buat diubah menjadi Masjid Laweyan.

Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan Raden Bondan Kejawan putra Bhre Kertabhumi. Tokoh primer Perintis Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi mereka bertiga dikenal memakai "Tiga Serangkai Mataram". Disamping itu banyak perintis lainnya yang dipercaya berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram mirip : Bondan Kejawan, Ki Ageng Wonosobo, Ki Ageng Getas Pandawa, Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Made Pandan, Ki Ageng Saba, Ki Ageng Pakringan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Enis dan tokoh lainnya menurut keturunanan masing-masing.

Mereka berperan menjadi leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan Brawijaya Majapahit yang keturunannya menduduki loka terhormat dimata masyarakat memakai menyandang nama Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng yang memiliki arti : tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat.

Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dipercaya menjadi perintis Kesultanan Mataram yaitu :

Fakta 1 : Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 hingga memakai ke 6 raja Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bergelar Brawijaya V, yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;
Fakta 2 : Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran menurut Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung eksklusif kepada Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib, yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala khilafah / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka pula sering berdakwah menurut loka satu ke loka lainnya memakai mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;
Fakta 3 : Para perintis tersebut intinya adalah "Misi" yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk para Al-Maghrobi yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan memakai cara menyatu memakai garis keturunan kerajaan.
Fakta 4 : Suksesi Kesultanan Demak ke Kesultanan Pajang kemudian menjadi Kesultanan Mataram intinya adalah transedental menurut "Misi" didasarkan  Fakta 3, mirip pula yang terjadi memakai Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Surasoan Banten, di luar adanya kudeta.
Dengan demikian menurut keempat fafta di atas, kentara sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram dalam khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa dalam biasanya adalah taktik yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali buat meningkatkan kecepatan menyebarnya Islam di Tanah Jawa, menjadi akibatnya galat satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di loka lainnya wajib mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" menurut Mekah dan/atau Turki, jalur buat keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" mirip para Seikh dan para Wali.

Melawan Arya Penangsang
Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang sebab masih sama-sama anggota keluarga Kesultanan Demak. Maka, ia pun mengumumkan sayembara, barang siapa bisa membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Mataram dan Pati.

Ki Pamanahan dan Ki Penjawi mengikuti sayembara atas desakan Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Pamanahan). Putra Ki Pamanahan yang pula anak angkat Hadiwijaya, bernama Sutawijaya ikut serta. Hadiwijaya nir tega menjadi akibatnya menunjukkan pasukan Pajang buat melindungi Sutawijaya.

Perang antara pasukan Ki Pamanahan dan Arya Penangsang terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun Ki Juru Martani, Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya.

Aryo Penangsang : Ksatria Yang Dihitamkan Sejarah

Ki Juru Martani mengatakan laporan palsu kepada Hadiwijaya bahwa Arya Penangsang mati dibunuh Ki Pamanahan dan Ki Penjawi. Apabila yang disampaikan adalah liputan sebenarnya, maka dapat dipastikan Hadiwijaya akan lupa memberi hadiah sayembara mengingat Sutawijaya adalah anak angkatnya.

Membuka Mataram
Hadiwijaya menunjukkan hadiah berupa tanah Mataram dan Pati. Ki Pamanahan yang merasa lebih tua mengalah menunjuk Mataram yang masih berupa hutan lebat, sedangkan Ki Penjawi mandapat loka Pati yang saat itu sudah berwujud kota.

Bumi Mataram adalah bekas kerajaan kuno yang runtuh tahun 929. Seiring berjalannya waktu, loka ini semakin sepi hingga akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi Mataram memakai nama Alas Mentaok.

Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, Hadiwijaya dilantik menjadi raja baru penerus Kesultanan Demak. Pusat kerajaan dipindah ke Pajang, di loka pedalaman. Pada program peresmian, Sunan Prapen cucu (Sunan Giri) meramalkan kelak di loka Mataram akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar menurut dalam Pajang.

Ramalan tersebut menciptakan Sultan Hadiwijaya resah. Sehingga penyerahan Alas Mentaok kepada Ki Pamanahan ditunda-tunda hingga tahun 1556. Hal ini diketahui oleh Sunan Kalijaga, pengajar mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan Sunan Kalijaga, Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada Sultan Hadiwijaya.

Maka semenjak tahun 1556 itu, Ki Pamanahan sekeluarga, termasuk Ki Juru Martani, pindah ke Hutan Mentaok, yang kemudian dibuka menjadi desa Mataram. Ki Pamanahan menjadi koordinator desa pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Adapun status desa Mataram adalah desa perdikan atau loka bebas pajak, di mana Ki Ageng Mataram hanya punya kewajiban menghadap saja.

Babad Tanah Jawi pula mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pamanahan selaku leluhur raja-raja Mataram. Konon, sesudah membuka desa Mataram, Ki Pamanahan pergi mengunjungi sahabatnya di desa Giring. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan butir kelapa belia bertuah yang jika diminum airnya hingga habis, si peminum akan menurunkan raja-raja Jawa.

Ki Pamanahan tiba di tempat tinggal Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia eksklusif menuju dapur dan menemukan kelapa belia ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Pamanahan menghabiskan airnya. Ki Giring tiba di tempat tinggal sehabis mandi di sungai. Ia kecewa sebab nir jadi meminum air kelapa bertuah tersebut. Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah dalam takdir bahwa Ki Ageng Pamanahan yang dipilih Tuhan buat menurunkan raja-raja pulau Jawa, meski demikian Ki Ageng Giring mengatakan asa kepada Ki Ageng Pemanahan agar galat seorang anak turunnya kelak bisa turut menjadi raja di Mataram.
Dari musyawarah diperoleh konvensi bahwa keturunan Ki Ageng Giring akan diberi kesempatan menjadi raja tanah Jawa dalam keturunan yang ke 7.

Ki Ageng Pamanahan memimpin desa Mataram hingga meninggal tahun 1584. Ia digantikan putranya, yaitu Sutawijaya menjadi pemimpin desa selanjutnya. Kelak Sutawijaya menjadi raja Mataram Islam yang pertama memakai nama Panembahan Senopati.
Dan yang terakhir, kemudian perjanjian Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pamanahan apa? Dan kenapa perjanjian itu bisa muncul? Kenapa dipercaya belum terselesaikan? Kita bahas di tulisan selanjutnya. Nuwun.

Referensi :
Wikipedia
Jejaktapak

Dirangkai menurut berbagai sumber

Leave a Reply