web analytics
Gunung Bancak pada Giripurno Persinggahan Terakhir Pahlawan Terlupakan - DUNIA KERIS

Makam Gunung Bancak

Dunia Keris Selamat malam para kadang kinasih perkerisan, dalam jelajah kita kali ini saya ingin mengajak para kerabat buat singgah di bumi Magetan, tepatnya di Kawedanan atau lebih populer di sebut Gorang Gareng, wacana hal ini saya kurang tahu mengapa diklaim demikian. Tentu saja timbul hal yg manarik buat kita singgah serta jelajahi, yakni Tanah perdikan Giripurno misalnya dalam tajug di atas. Tanah perdikan Giripurno ditetapkan oleh Sultan Hamengkubuwono II Karena di Gunung Bancak Giripurno masih timbul makam anak seseorang raja GRBAy Madoretno, maka Giripurno dijadikan Perdikan. Dan yg lebih menarik lagi di Tanah perdikan ini jua bersemayam ayahnya Alibasah Sentot Prawirodirjo, KPAH Ronggo Prawirodirjo III seseorang Adipati Maospati Madiun ke III. Nah, Kyai Baelawi kemudian ditunjuk sebagai pengelola tempat Perdikan itu.

Sekedar menambahkan Kyai Baelawi, putra ke tiga Kyai Bin Umar, Perdikan Banjarsari, yg kemudian meninggalkan Banjarsari buat menetap di Giripurno, diriwayatkan beliau di Giripurno mendirikan pondok pesantren. Rupa-rupanya beliau orang yg arif serta bijaksana serta poly didatangi orang lantaran kearifannya. Salah seseorang yg meguru (berguru) kepada beliau ialah Kanjeng Ratu Maduretno, putri Hamengku Buwono II, yg ialah jua isteri Ronggo Prawirodijo III. Tidak menutup kemungkinan Ronggo Prawirodijo III ialah anak didik beliau jua.

Selain Kanjeng Gusti Ratu Maduretno (garwo padmi/permaisuri) beliau masih mempunyai isteri lain yg berasal berdasarkan Madiun (garwo paminggir). Alibasah Sentot Prawirodirjo ialah putra berdasarkan Prawirodirjo III beserta garwo paminggir tersebut. Setelah Maduretno memutuskan kontak beserta ayahnya, Hamengku Buwono II, maka beliau menentukan dimakamkan di Gunung Bancak, Giripurno.

Ronggo Prawirodirjo III ialah Wedono Bupati Brang Wetan serta sekaligus senopati perang Hamengku Buwono II, Ketika Pangeran Mangkubumi (Hamengku Buwono I) memisahkan diri berdasarkan Surakarta serta Membangun Jogjakarta. Ronggo Prawirodirjo I atau kakek Ronggo Prawirodirjo III yg berjasa mengamankan tempat-tempat baru, serta setiap kali berhasil menundukkan suatu tempat, beliau selalu diangkat sebagai Bupati di tempat tersebut hingga dalam akhirnya beliau diangkat sebagai Wedono Bupati Madiun, membawahi bupati-bupati lainnya. Prawirodirjo II serta Prawirodirjo III mewaris jabatan Prawirodirjo I. Tidak diperoleh cerita wacana Prawirodirjo II, kecuali bahwa cucu perempuannya kawin beserta Kyai Perdikan Banjarsari Wetan I.

Ronggo Prawiridirjo III ialah tokoh yg agresif. Beliau sangat anti Belanda. Dalam hal ini beliau cocok beserta Hamengku Buwono II yg jua anti Belanda. Namun Surakarta waktu itu berhubungan beserta Belanda. Setelah perjanjian Gianti tempat Timur Surakarta "pating dlemok", timbul yg masuk Surakarta timbul yg masuk Yogyakarta.

Di wilayah kekuasaan Belanda Ronggo Prawirodirjo III melakukan perang gerilya serta bumi hangus. Beliau mempunyai pengikut yg bisa digerakkan buat mengacaukan keadaan di tempat Kasunanan waktu beliau melintas berdasarkan Yogya ke Madiun, contohnya beserta menggerakkan para "blandong", yaitu penebang kayu di hutan yg dikuasai Belanda, buat melakukan tebang liar.

Karena kemampuannya di bidang politik, Hamengku Buwono II tidak sporadis membutuhkan kehadiran Prawirodirjo III di Yogyakarta. Mungkin lantaran perannya yg nisbi menonjol itulah maka beliau masuk ke dalam cakupan rekaan Danurejo II yg adalah antek Belanda. Ketika Belanda menghendaki Ronggo Prawirodirjo III ditangkap hidup atau mangkat, maka patih Danurejo II menyusun siasat buat menangkapnya. Tanggal 13 Desember 1810 di utuslah panglima perang Pangeran Dipokusumo (saudara Pangeran Diponegoro) buat menangkap Ronggo Prawirodirjo III serta bisa menduduki istana Maospati, Madiun. 17 Desember 1810 terjadi pertempuran dahsyat di Desa Sekaran Kertosono, hingga Pangeran Dipokusumo bisa tertentu berhadapan beserta Ronggo Prawirodirjo III, beserta tombak sakti Kyai Blabar Ronggo Prawirodirjo III bertempur melawan Dipokusumo.

Dalam pertempuran ini terjadi sebuah pertarungan bathin dalam diri Ronggo Prawirodirjo III, yg di hadapi sekarang bukanlah Belanda tetapi saudara sendiri serta keberlangsungan tahta Sultan Hamengku Buwono II, akhirnya beserta berat hati Raden Ronggo menentukan mangkat beserta pusakanya sendiri Tombak Kyai Blabar Dalam versi Babad : lantaran Pangeran Dipokusumo diperintahkan buat membawa hidup atau mangkat, atas permintaanya sendiri beliau dibunuh beserta tombak Kyai Blabar oleh Pangeran Dipokusumo dalam perkelahian pura-pura. Demikianlah Raden Ronggo Prawirodirjo III, Pahlawan Madiun menemui ajalnya sebagai korban Daendels serta antek-anteknya Patih Danurejo II beserta politik Devide et impera .

Jenazah Ronggo Prawirodirjo III dibawa ke Jogjakarta beserta upacara kebesaran di makamkan di Banyu Sumurup komplek makam Imogiri. GKR Maduretno, isteri Ronggo Prawirodirjo memutuskan, tidak mau pergi ke Jogjakarta serta mengembalikan kostum raja kepada ayahnya. Ini berarti beliau memutuskan kontak beserta kraton, kemudian selesainya menderita sakit serta meninggal di istana Wonosari, GKRy Maduretno menentukan dimakamkan di Gunung Bancak. Atas pertimbangan keluarga dalam bulan Februari 1957 oleh Sultan Hamengku Buwono IX, beliau dipindahkan makamnya ke samping makam isterinya, GKRAy Maduretno, di Gunung Bancak selesainya di semayamkan lebih dahulu di Masjid Taman Madiun.

Dengan insiden ini Hamengku Buwono II merasa terpukul serta mencari tahu latar belakangnya. Akhirnya terungkaplah pengkhianatan Patih Danurejo II, bahwa timbul persekongkolan beserta Belanda serta Danurejolah yg memerintahkan penangkapan Prawirodirjo III hidup atau mangkat guna memenuhi permintaan Belanda, Danurejo jua sudah mencuri stempel Kraton Jogjakarta buat mengeluarkan perintah penangkapan. Akhirnya Patih Danurejo II dieksekusi penggal di Kraton, yg kemudian dikenal sebagai "patih sedo kedaton". Maturnuwun

Leave a Reply