web analytics
Falsafah Pacul Dalam Perspektif Spiritual - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat siang kerabat perkerisan, panjenengan semua tidak galat dalam membaca judul. Dalam khasanah mencari ilmu, seseorang dituntut buat dengan pikirannya buat membaca & memahami apa-apa yang ada kepada sekelilingnya, termasuk sebuah benda sekalipun. Terlebih saat seseorang ngangsu kawruh atau berguru kepada orang yang sudah mumpuni dalam hal ilmu rasa, maka beliau harus 'menggerakkan' otaknya buat memahami apa yang ada kepada alam semesta ini. Artinya, alam semesta ini 'dibaca' & diartikan sendiri apa yang sebagai makna sejatinya.

Judul kepada atas terinspirasi sang cerita ihwal Ki Ageng Sela. Seperti yang kita memahami, dalam riwayatnya Ki Ageng Sela yang beserta kesaktiannya hingga sanggup menangkap petir pernah berguru kepada Kanjeng Sunan Kalijaga. Salah satu wejangan dari Kanjeng Sunan Kalijaga terhadap Ki Ageng Sela merupakan ihwal Pacul. Diriwayatkan, saat itu Kanjeng Sunan Kalijaga menyuruh Ki Ageng Sela buat 'membaca' Pacul.

Saya gak perlu panjang lebar mengungkapkan ihwal pacul atau cangkul, alasannya aku yakin semua kerbat perkerisan memahami indera pertanian yang sangat vital ini. Cangkul atau pacul inilah sanggup dikatakan senjata primer para petani. Tampaknya memang sederhana, Pacul. Tapi manakala kita simak & renungkan wejangan ihwal pacul ini ternyata mengandung makna yang sangat dalam.

Dari wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga terhadap Ki Ageng Sela, Pacul atau cangkul itu terdiri dari 3 bagian. Ketiga bagian tersebut merupakan: Pacul (bagian yang tajam buat mengolah huma pertanian), Bawak (bundar tempat batang doran), & Doran (batang kayu buat pegangan cangkul).

Menurut wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga, sebuah pacul yang lengkap, tidak akan sanggup berdiri sendiri-sendiri. Ketiga bagian tersebut harus bersatu buat sanggup dipakai sang petani. Nah, ayo sejenak kita analogikan ketiga bagian tersebut dalam konteks kehidupan.
Pacul, mempunyai arti "ngipatake barang kang timbul". Artinya, menyingkirkan bagian yang mendugul atau bagian yang tidak homogen. Dari indera Pacul tersebut setidaknya sanggup diartikan bahwa kita insan ini harus selalu berbuat baik beserta menyingkirkan sifat-sifat yang tidak homogen, mirip ego yang berlebih, cepat marah, mau menang sendiri & sifat-sifat buruk kita lainnya yang dikatakan 'tidak homogen'.

Bawak, mempunyai arti "obahing awak". Arti obahing awak merupakan motilitas tubuh. Maksudnya, kita insan hidup ini diwajibkan buat berikhtiar mencari rezeki dari Gusti Allah guna memenuhi kebutuhan hidup. Disamping itu, arti ikhtiar tersebut juga bukan hanya berarti mencari rezeki semata, namun juga ikhtiar buat senantiasa "manembah Gusti Allah tan kendhat Rino Kelawan Wengi" (menyembah Gusti Allah siang maupun malam).

Dan yang terakhir merupakan Doran. Memiliki arti "Dongo marang Pengeran" atau juga sanggup kita artikan "Ojo Adoh Marang Pengeran". Arti "Dongo Marang Pengeran" merupakan doa yang dipanjatkan kepada Gusti Allah. Pengeran berasal dari ungkap Gusti Allah kang dingengeri (Gusti Allah yang diikuti). Sedangkan "Ojo Adoh Marang Pengeran" mempunyai arti janganlah kita insan ini menjauhi Gusti Allah. Manusia harus senantiasa wajib ingat & menyembah Gusti Allah, bukan menyembah yang lain.

Ketiga bagian Pacul tersebut tidak sanggup dipisah-sisihkan. Kalau digabung, maka ketiganya mempunyai arti, insan hendaknya sanggup menyingkirkan sifat-sifat buruknya, berikhtiar buat mencari rezeki dari-Nya & tidak melupakan-Nya. Selalu berdoa & menyembah kepada-Nya. Matunuwun..

Leave a Reply