web analytics
Catatan Perjalanan Semeru Gending Misterius pada Oro-Oro Ombo [3] - DUNIA KERIS

Sunrise Ranu Kumbolo

Dunia Keris Manusia tidak kan pernah bisa hidup sendiri. Layaknya Adam & Hawa, Langit & Bumi, Bulan & Bintang, anda & aku, kita & mereka. Manusia juga tidak bisa lepas asal ketergantungan akan lingkungan sekitarnya. Misalnya, air, udara, sinar matahari, & lain lain.

Bagi masyarakat Hindu Gunung ialah ialah tempat yang diklaim sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa. Salah satunya ialah gunung Semeru ini. Gunung Semeru diyakini dimana Dewa Shiwa bersemayam. Gunung Semeru pun diklaim sebagai tempat penghubung antara khayangan & Bumi. Bahkan pada waktu tertentu, banyak masyarakat Bali datang ke Lumajang, tepatnya ke Pura Mandara Giri Semeru Agung yang terletak pada kecamatan Senduro.

Tepatnya ke Pura Mandara Giri Semeru Agung yang terletak pada kecamatan Senduro. Biasanya, selain beribadah pada Pura yang berada pada lereng Semeru tersebut, mereka juga pergi ke Watu Klosot dimana masih terdapat air suci yang keluar asal celah batu yang kemudian pada alirkan melalui bambu.

Pukul 06. 20 wib, itulah angka yang tertera pada arloji saya. Hanya saya yang telat bangun sebab gagal tidur semalam. Tak terdapat rezeki penampakan sunrise bagi yang telat bangun. Oh ya, ini tulisan lanjutan asal tulisan sebelumnya Catatan Jelajah Semeru : Ranu Kumbolo Eksotisme Berbalut Misteri [2].

Pagi ini kami tidak menyiapkan sarapan yang berat, kami cukup membentuk teh & kopi hangat, disertai kudapan ringan untuk mengisi energi kami. Setelah packing bergantian & merapikan tenda, kami pun bersiap diri.

Waktu telah menunjukkan pukul 09 pagi lewat sekian ketika kami berkumpul untuk briefing & berdoa beserta demi keselamatan kami. Karena selaku paling sepuh, tidak lupa saya mengingatkan, berangkat bersama, pulang bersama, & apabila wajib hilang pun bersama. Sekedar mengingatkan nasehat pak Hambali kemarin pada Pondok Pendaki. Bisamillah. Kami pun budal (berangkat). Saatnya pendakian dilanjutkan. Tujuan berikutnya ialah Pos Kalimati. Dan untuk menuju ke tempat ini, asumsi waktu tempuh ialah 2,5 jam.

Tak hingga 50 meter berjalan, kami telah menapaki Tanjakan Cinta yang terkenal itu. Tanjakan cinta merupakan jalur menanjak yang terlampau tinggi menuju sebuah puncak bukit. Konon, siapa saja yang berhasil mendaki tanjakan ini tanpa berhenti & menoleh ke belakang, maka segala permohonannya mengenai percintaan akan terpenuhi.

Tanjakan Cinta

Sekalipun terlihat tidak terlampau jauh & tinggi, namun mendaki Tanjakan Cinta tanpa berhenti rasanya teramat sukar. Langkah kaki pastinya akan memberat sebab kelelahan, nafaspun pasti memburu. Lagi pula leher rasanya juga selalu ingin menoleh ke belakang, menyaksikan Ranu Kumbolo yang begitu indah. Pendek kata, tanjakan ini begitu menguras tenaga, ditambah kami membawa tas carrier menggunakan beban pada atas 12 kg, matahari pagi yang telah cukup terik.

Tiba pada Tanjakan Cinta, terlihat pada hadapan sebuah pemandangan yang lagi-lagi membentuk hati semakin berdesir. Ya, sebuah padang savana luas yang dilingkupi perbukitan, dinamakan Oro-Oro Ombo. Padang rumput mirip sebuah mangkok berisikan hamparan rumput berwarna kekuning-kuningan. Namun pada musim-musim tertentu, rumput-rumput ini seringkali terbakar.

Oro-Oro Ombo

Mumpung masih pada Oro-oro ombo, saya cerita sedikit mitos yang terdapat pada tempat ini anak belia. Perihal Semeru ini, bagi yang percaya diyakini sebagai sentral kekuatan gaib pada tanah Jawa. Hampir seluruh kerajaan gaib yang berada pada tempat ini pusatnya terletak pada gunung Semeru. Tak heran, apabila mulai kaki hingga puncaknya, gunung ini dikenal angker. Gunung ini juga kerap meminta tumbal. Tak sedikit para pendaki yang hilang misterius saat hendak menaklukkan puncaknya.

Beberapa pesawat terbang juga ikut raib saat melintas pada atasnya. Dan, hingga kini tidak pernah terdapat kabar beritanya. Nah, galat satu tempat yang dikenal angker pada gunung Semeru ialah Oro-Oro Ombo. Padang rumput mirip sebuah mangkok berisikan hamparan rumput ini dikenal penduduk Desa Ranupani memiliki aura mistik sangat tinggi, bahkan angker. Tak galat apabila penduduk setempat sangat mengkeramatkan padang rumput ini.

Sebagai tempat yang terbilang angker, padang rumput ini menyimpan bermacam-macam kisah mistis yang membentuk bulu kuduk merinding. Salah satunya ialah pagelaran gending gaib mirip gamelan pagelaran wayang kulit. Suara gamelan mirip pagelaran wayang kulit itu selalu terdengar terutama pada waktu-waktu tertentu. Diantaranya pada bulan Suro, atau saat menjelang diadakannya pemilihan koordinator wilayah pada 2 kabupaten.

Bunyi gending pagelaran wayang kulit itu mampu didengar oleh telinga biasa, sehingga bagi penduduk Desa Ranupani, sebagai wilayah paling dekat menggunakan tempat Gunung Semeru, bunyi-bunyian yang tidak terdapat bentuknya itu telah merupakan insiden biasa. Ya, masyarakat setempat memang telah tidak aneh lagi. Kalau tiba-tiba misalnya asal tempat gunung Semeru terdengar suara gamelan mirip pagelaran wayang, itu memang sedang terdapat pegelaran, tapi yang main bukan insan melainkan mahkluk gaib. Tentunya masih banyak lagi tentang mitos yang lainnya.

Oro-oro Ombo begitu indah, ilalang berwarna ungu menyejukkan, & berdiri nyaris setinggi badan. Dari ujung Tanjakan Cinta menuju turunan ke Oro-oro Ombo terlihat Gunung Semeru yang bersembunyi pada balik Gunung Kepolo. Setengah jam berselang, langkah kaki mulai memasuki Cemoro Kandang, sebuah hutan cemara setelah Oro-Oro Ombo. Wilayah Cemoro Kandang juga memiliki jalur tidak mengecewakan landai, sesekali sedikit menanjak & menurun.

Kami istirahat sejenak pada pos ini, & asal tempat kami beristirahat pada atas pohon tumbang, jalur cukup jelas. Bekas kebakaran juga terlihat jelas pada tempat Cemoro Kandang ini. Selanjutnya, jalur pendakian relatif landai & berkelak-kelok. Sesekali menanjak namun tidaklah terlalu curam, sesekali pula melangkahi pohon cemara yang telah tumbang.

Satu jam berselang, kami telah hingga pada pos Jambangan menggunakan ketinggian 2.600 mdpl. Pos ini merupakan padang rumput yang banyak ditumbuhi Edelweiss, tanaman mentigi & cemara. Jika cuaca cerah pada pagi hari, tempat ini merupakan galat satu spot terbaik untuk melihat Mahameru yang menjulang gagah. Dari sini pula guratan-guratan pasir spesial Gunung Semeru mulai terlihat jelas, membentuk kami merinding melihatnya, begitu manis & agung ciptaan Allah ini.

Tidak lama kami pada Jambangan, kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp terakhir sebelum puncak, yaitu Kalimati. Sekitar 30 menit berjalan, sampailah kami pada pos Kalimati, menggunakan ketinggian 2.700 mdpl. Di sini cukup banyak para pendaki, baik yang telah turun asal puncak juga yang baru tiba. Sekitar 500 meter asal tempat ini masih terdapat mata air bernama Sumber Mani. Terdapat juga pondok yang bisa melindungi pandaki asal sapuan angin.

Kami bersyukur & kami sepakat mulai berjalan menuju puncak menjelang tengah malam nanti. Agenda berikutnya jelas: mendirikan tenda, persiapan logistik untuk makan malam & mengambil air pada Sumber Mani.

Jalur menuju Sumber Mani

Keberadaan Sumber Mani ini cukup menarik kisanak. Dalam kepercayaan saudara kita yang beragama Hindu, terdapat urutan mitologi mengenai sumber-sumber mata air yang pada anggap suci pada Semeru ini. Di mulai asal kisah patung Arcapada, dimana patung ini ialah patung sepasang pria & perempuan.

Arcapada bisa diartikan sebagai adam & hawa (dalam agama Islam juga Kristen) & sebagai Kamajaya & Kamaratih (dalam kepercayaan Hindu). Di bawah Arcapada masih terdapat sumber air yang mirip menggunakan yang masih terdapat pada Watu Klosot yang dinamai Sumber Mani yang sedang kita bicarakan ini. Bukan tanpa dasar mengapa sumber air ini dinamai Sumber Mani.

Adam & Hawa atau Kamajaya & Kamaratih memulai kehidupan asal Sumber Mani untuk melanjutkan kehidupan generasi selanjutnya. Sesuai menggunakan namanya, Sumber Mani. Mani ialah Sperma dimana ia lah awal mula adanya kehidupan. Oleh karenanya Sumber Mani ialah sumber air suci pertama yang letaknya paling tinggi, yang kemudian turun menjadi Ranu Kumbolo, Ranu Pani, Ranu Regulo, Watu Klosot & terakhir pada Selokambang. Biasanya para pendaki memanfaatkannya sebagai sumber air minum. Termasuk kami tentunya.

Terlepas asal mitologi Hindu yang dipercaya masyarakat Suku Tengger, mata air Sumber Mani memanglah sumber kehidupan sebab air merupakan galat satu kebutuhan yang wajib dipenuhi dalam keseharian. Para pendaki tidaklah perlu khawatir kehabisan persediaan air sebab Sumber Mani senantiasa mengalir meskipun pada musim kemarau. Kejernihannya tidak perlu disanksikan lagi, para pendaki biasa meminumnya tanpa dimasak terlebih dahulu.

Meskipun jaraknya terbilang jauh sekitar satu jam perjalanan pergi-pulang asal Pos Pendakian Kali Mati yang kerap menjadi tempat terakhir bagi para pendaki untuk berkemah & beristirahat sebelum melanjutkan pendakian ke puncak Mahameru, ditambahi menggunakan lintasan jalur berbatu yang terbilang cukup menguras keringat namun mengunjungi Sumber Mani merupakan suatu kewajiban yang wajib dilakukan demi memenuhi kantung-kantung persediaan air. Ada pepatah mengatakan, Manusia bisa bertahan hidup tanpa makanan, tapi tidaklah bisa hidup tanpa air, jadi pergunakanlah air menggunakan sebaik-baiknya apabila sedang berada pada Kali Mati.

Dengan membawa sebuah tumbler & tiga botol air mineral 1500 ml, saya & sepupu berjalan menuju Sumber Mani beserta menggunakan seorang kawan pendaki lain asal Banten. Menuju ke tempat Sumber Mani wajib jeli kisanak. Banyak percabangan pada sini. Untungnya terdapat yang berbaik hati menggunakan menandai jalurnya menggunakan ikatan rafia pada ujung ranting & kita tinggal mengikutinya. Setidaknya kita membutuhkan sejam pulang pergi ke tempat ini.

Sumber air ini persisnya berada diapit tebing, merupakan bekas peredaran lahar asal kaldera Semeru. Tidak seperti air asal kran yang mengucur deras, sumber air ini menetes cukup perlahan. Kita wajib sabar untuk mendapatkan sebotol air.

Dan satu lagi kisanak, kalau hendak menuju atau mengambil air pada Sumber Mani ini sangat tidak disarankan pada petang hari. Apalagi malam. Wes jangan pokoke. Katanya, pada sumber air ini masih sering dijumpai sekawanan macan tutul & macan kumbang yang minum pada sumber ini.

Sepulangnya asal Sumber Mani, sebab ingin lekas bisa istirahat, kami memutuskan untuk eksklusif masak. Kami juga membentuk kesepakatan menggunakan beberapa pendaki lain untuk melanjutkan perjalanan tengah malam nanti. Selepas itu semua. Saatnya mapan turu!

Pukul 9 malam kami semua telah bangun. Sepertinya kami tidak bisa begitu lelap tertidur. Ya, kami membayangkan inilah saatnya pendakian yang sesungguhnya, summit attack menuju Puncak Mahameru.

Di seberang sana, tenda kawan-kawan pendaki lain yang bersepakat menggunakan kami sedang menyalakan barah unggun, mereka membakar kayu-kayu kering yang didapat asal hutan. Terasa sangat hangat & bersahabat. Memang betul apa yang selama dikatakan orang bahwa pada gunung kita bisa merasakan hal-hal yang tidak akan kita rasakan pada tempat terbiasa, terkadang sangat sentimentil, tidak jarang juga terdapat aroma-aroma mistis.

Jalur awal asal Ranu Pani hingga ke Kalimati memang penuh insentif & trek landai yang begitu panjang, kami anggap sebagai media menguji kesabaran kami, sebab pendakian sesungguhnya justru baru dimulai malam ini. Saya kebagian tugas menyiapkan teh hangat untuk bekal sebelum berangkat, sedangkan yang lain menyiapkan berlembar-lbr roti & biskuit sebagai bekal sarapan pada puncak paginya.

Setelah semuanya siap, cek ulang alat-alat perang, & pintu tenda kami digembok, takut terdapat musang masuk ke dalam tenda, mengobrak-abrik seisinya. Pukul 23.00, kami berempat & rombongan asal berkumpul untuk berdoa beserta, semoga keselamatan menyertai kami selama perjalanan menuju puncak.

Kesempatan yang kini hanya menyisakan kenangan, baik suka juga duka. Saya masing jangan lupa sekali suasana perasaan saya malam itu. ya, malam itu ialah malam yang sangat bersejarah bagiku yang untuk pertama kalinya akan merasakan secara lagsung bekunya Arcapada, mistiknya tempat Cemara Tunggal, juga terjalnya jalur berpasir menuju Mahameru. Setelah sebelumnya hanya hingga Ranu kumbolo.

Semoga yang kami lakukan ini bukanlah hal sia-sia yang hanya menghabiskan waktu, melainkan bisa menjadi sebuah momentum perubahan bagi kami semua untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Sedikit sentimentil memang, menurut saya hidup ialah untaian cerita penuh makna yang tak berbentuk. Membias dalam keseharian pada atas kanvas tanpa warna dasar.

Saat bahagia, betapa kanvas itu selalu ingin diwarnai menggunakan tinta warna-warni pelangi. Namun ketika bersedih, kanvas itu seolah-olah basah akan genangan air & sulit diwarnai kecuali menggunakan cipratan sentimentil. Merangkak, duduk, berjalan lalu berlari (baca : kiasan tahap-tahap kehidupan) ialah galat satu fase dalam setiap bentuk kehidupan. Tak terdapat satupun insan yang bisa melompati fase tersebut.

Alur kehidupan tidak pernah berganti meski zaman telah merubah hari & usang tergantikan pesatnya arus teknologi. Terus bergulir tidak berhenti sejenak waktupun saat menggilas kehidupan yang tengah berjalan. Menangis atau tertawa, hitam atau putih, baik atau jelek, bising atau sunyi, menjerit atau bungkam hanyalah bagian mungil asal setiap sisi kehidupan. Semua pasti terbagi pada 2 sisi, seperti yang telah Tuhan gariskan bahwa segala sesuatu pada global ini diciptakan berpasang-pasangan. Maha Besar Kuasa-Nya yang telah menciptakan segala sesuatunya secara sempurna & berimbang.

Tengah malam yang gigil, kami mulai berjalan, menggunakan deretan awal saya berada pada depan meskipun saya juga belum tahu medan. Patokan saya hanyalah jalan setapak & patok semen, serta beberapa petunjuk jalur yang tersedia. Kami berjalan ke arah timur asal pos Kalimati, jalanan awal datar lalu menurun, kemudian berbelok kanan sinkron petunjuk arah yang tersedia. Tak jauh asal papan petunjuk tadi, kami mulai masuk tempat hutan yang terkesan gelap & angker.

Tak henti-hentinya saya selalu mengingatkan anak-anak belia yang masih seumuran anak kuliahan ini untuk selalu berdoa menurut keyakinannya masing-masing. Di perjalanan ini kami menemui beberapa insiden misteri kisanak. Cukup mendebarkan, meski bukan insiden hal baru dalam kehidupan saya, tentu tidak bagi yang lain. Namun, ad interim hingga pada sini dulu tulisan ini & akan saya sambung lagi pada tulisan selanjutnya.
Bersambung

Leave a Reply