Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Tulisan yang sedang sampeyan baca ini adalah kelanjutan dari tulisan sebelumnya yang bertajuk seri Jelajah Suku Anak Dalam. Tulisan ini pula adalah rangkaian terakhir yang sekaligus pula sebentuk rangkuman dari tulisan tulisan sebelumnya. Sebelumnya, terima kasih sudah membaca catatan bepergian saya hingga dalam seri terakhir ini.
Membedakan Orang Rimba dalam dalam kerumunan orang-orang etnis lain, contohnya dalam kerumunan etnis Jawa atau Melayu bukan hal yang gampang dilakukan. Apalagi Orang Rimba yang sudah membaur dengan warga setempat. Mereka sangat mirip dengan orang Jawa ataupun Melayu. Hanya ketika dengan busana tradisional saja Orang Rimba akan terlihat jelas bedanya. Artinya, hanya pakaianlah yang paling gampang untuk membedakannya.
Aika busana untuk laki-laki Suku Baduy dianggap dengan jamang sangsang, maka busana tradisional laki-laki Orang Rimba dinamakan cawot. Bahan dasarnya dari kain biasa (jarit dalam istilah orang Jawa) yang dililitkan dipinggang serta menutupi kemaluan serta dubur. Pakaian tersebut sahih ebnar mudah. Gampang dipasang maupun dilepas. Umumnya Orang Rimba laki-laki tidak dengan baju. Pada masa kemudian, cawot ini berasal dari kulit kayu yang dihaluskan. Namun sekarang sepertinya saya tidak menemuinya waktu dalam gerombolan Orang Dalam Air Hitam.
Secara generik untuk perempuan Orang Rimba hanya dengan kain yang dililitkan dari perut ke bawah. (maaf) Payudaranya dibiarkan begitu saja tanpa ditutupi. Namun sebagian lain sekarang dengan BH misalnya perempuan dalam umumnya. Hanya anak gadis yang telah mendapat haid sampai mereka menikah 3 bulan yang diharuskan menutup aurat yang prinsip ini. Penutupnya umumnya pula berupa kain.
Orang Rimba selalu mempunyai busana misalnya lazimnya orang-orang diluar. Mereka memakainya ketika harus keluar hutan, contohnya bila mereka berbelanja ke pasar atau untuk urusan tertentu. Mereka tampaknya menyukai rona-rona cerah serta menyala. Ngejreng paling mereka suka. Makanya waktu mengunjungi mereka saya sarankan membawakan mereka secarik kain yang warnanya cerah. Tapi arloji pula mereka suka. Kadang celana yang dipakai pula bukan bawn baen (asal-asalan), jeans bermerk Lea atau Levis. Meski tentu saja bukan yang ori. Tapi mereka tahu sahih mana merk yang terkenal serta mana yang bukan.
Biasanya gerombolan-gerombolan etnis mempunyai berbagai rupa perhiasan yang sangat menarik. Namun dalam kehidupan Orang Rimba tampaknya tidak terdapat tradisi dengan perhiasan dengan tujuan untuk mode. Ada beberapa perlengkapan serupa dengan perhiasan yang biasa mereka pakai, tetapi mempunyai tujuan khusus yakni untuk proteksi.
Bersama Bang Mangku
Anak-anak memang dalam umumnya dengan kalung dari rangkaian bagian pohon tertentu. Namun kalung itu adalah jimat yang dipasang sang orangtuanya untuk melindungi si anak dari hantu jahat. Kalung yang menarik adalah kalung yang terbuat dari rangkaian biji buah-buhan khusus. Namanya buah dibalik sumpah. Bentuknya sangat cantik. Bijinya sangat keras. Warnanya agak kekuningan. Buahnya sendiri sangat sporadis. Menurut mereka, buah dibalik sumpah akan bermanfaat setelah diberi mantera sang orang sakti. Gunanya untuk menangkal adanya sumpah bagi si pemakai. Apabila terdapat yang megirimkan guna-guna atau sumpah, maka guna-guna atau sumpah itu akan berbalik kepada yang mengirim.
Sejak awal mula, binatang mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan Orang Rimba. Bahkan dalam masa kemudian daging binatang adalah sumber makanan terpenting. Saat ini meskipun peran daging binatang mulai menurun seiring semakin langkanya binatang dalam dalam rimba, peran daging menjadi makanan primer Orang Rimba masih signifikan. Namun sangat tidak sinkron dengan yang digambarkan sang orang-orang desa yang dengan jijik mendeskripsikan Orang Rimba menjadi orang-orang rakus yang memakan segala jenis binatang, Orang Rimba ternyata mempunyai pantangan daging tertentu. Hal ini sama saja dengan orang melayu yang notabene muslim.
Orang Rimba berpantang makan daging binatang peliharaan orang Melayu. Mereka tidak mau makan daging ayam, angsa, bebek, itik, kambing, sapi, kerbau serta kuda. Hasil-output lain dari binatang peliharaan itu pula pantang mereka konsumsi, misalnya halnya telur serta susu. Beberapa binatang yang hidup dalam hutan terdapat pula yang pantang dimakan. Pada jaman dulu ketika gajah masih terdapat dalam hutan-hutan pedalaman jambi, mereka berpantang makan daging gajah. Saat ini mereka masih berpantang makan daging harimau, simpanse, serta burung gading. Selebihnya mereka tidak berpantang. Mereka memakan daging tapir, babi, rusa, ular, kelelawar, biawak serta lainnya.
Saat ini pantangan memakan output binatang peliharaan orang melayu tidak begitu diperhatikan lagi sang anak-anak belia Orang Rimba. Mereka permanen mau makan roti meskipun diberitahu bahwa roti itu didesain dari gabungan telur. Demikian pula mereka mau minum susu. Bahkan pernah ketika ditawari telor, mereka mau pula memakannya. Namun demikian untuk makan daging binatang ternak, kadang mereka masih berkeberatan. Hal itu sungguh tidak sinkron dengan para orangtua yang sangat ketat menjaga pantangan makan daging serta output dari binatang ternak peliharaan orang melayu.
Orang Rimba selalu membagi output buruan yang berukuran besar dengan tetangga yang ladangnya berdekatan. Apabila tidak dibagi maka yang memperoleh daging akan dikenai sanksi. Pendendaan misalnya itu tampaknya dalam upaya pemerataan serta untuk memastikan semua Orang Rimba memperoleh makanan. Kadang hanya sebagian saja output buruan yang dibagi. Sebagian dijual kepada orang desa.
Daging binatang output buruan atau jerat tidak terdapat yang dimakan mentah. Semuanya dimatangkan dahulu. Cara yang generik adalah dibakar. Jarang sekali daging direbus atau dimasak dengan santan. Untuk mengawetkan, daging diasapi. Orang Rimba menyebutnya diselai. Daging digantung diatas tanur yang menyala terus-menerus. Asap yang keluar akan mengenai dagaing serta lama kelamaan akan membentuk daging misalnya dendeng. Daging yang diawetkan akan menjadi makanan cadangan bagi mereka.
Bersama orang tua angkat dalam Pauh, Sarolangun, Jambi
Makanan pokok Orang Rimba adalah umbi-umbian. Pada umumnya mereka mengungkep atau membakar. Sangat sporadis umbi-umbian itu diolah menjadi suatu jenis penganan tertentu. Mereka sahih-sahih makan umbi-umbian dalam bentuk aslinya. Sepanjang yang saya lihat, mereka makan hanya 2 kali, yakni dalam pagi hari menjelang siang serta dalam malam hari. Namun sebenarnya tidak terdapat waktu makan khusus. Mereka makan jikalau lapar serta jikalau terdapat makanan.
Orang Rimba adalah penggemar roti marie yang berlapis krim alias biskuit. Hal ini saya dikasih tau sama Bang Mangku. Menurutnya setiap hari pasaran mesti selalu terdapat yang membeli biskuit. Demikian pula sering saya melihat mereka membawa biskuit untuk sang-sang. Selain biskuit, secara generik mereka pula menyukai berbagai camilan kemasan. Anak-anak rimba sahih-sahih tidak tidak sinkron jauh dengan anak-anak lainnya. Makanan ringan misalnya kacang atom sangat mereka sukai. Permen pula menjadi kegemaran.
Tidak terdapat sumur dalam dalam rimba. Orang Rimba meminum air pribadi dari sungai yang mengalir dalam dalam hutan. Itu pun tidak asal-asalan. Mereka hanya minum air yang airnya bening. Jila mereka mengolah air, airnya pula diambil dari sungai. Umumnya sungai dalam rimba airnya sangat jernih serta sangat mengundang siapapun untuk meminumnya. Implikasi dari cara Orang Rimba meminum air adalah larangan untuk buang air besar maupun mungil dalam dalam sungai-sungai dalam rimba. Mereka buang air besar dalam darat. Istilah untuk itu adalah bingguk. Untuk membersihkan diri setelah buang air besar (cebok) dipergunakan daun atau kulit kayu serta dikenal dengan istilah becuka.
Selain dari air sungai, Orang Rimba pula biasa mendapatkan air minum dari akar-akar gantung yang poly terdapat dalam dalam rimba. Caranya akar gantung tersebut dipotong. Dari potongan itu akan mengalir keluar air yang bisa pribadi diminum. Airnya tidak poly, tetapi sangat menyegarkan. Menurut mereka terdapat air dari akar gantung yang rasanya manis. Akan tetapi bila minum air akar gantung, saya selalu merasakan air tersebut agak sepat. Mungkin karena air bercampur dengan getah. Oleh karena itu dilarang minum poly-poly sebab akan menimbulkan sakit perut.
Rumah Tradional Orang Rimba
Pak Te serta Bang Pian
Rumah tradisional Orang Rimba dianggap bubungan. Jenisnya beragam sesuai bentuk serta kegunaannya. Secara generik seluruh jenis rumahnya adalah tempat tinggal anjung karena mempunyai lantai anjung. Atapnya dengan plastik hitam yang diperoleh dalam desa sekitar hutan atau mengggunakan daun serdang. Tiangnya dengan kayu lingkaran utuh. Demikian pula untuk kerangka atap serta alas lantai seluruhnya dengan kayu lingkaran utuh. Lantai umumnya dipasangi kulit kayu yang diratakan menjadi akibatnya cenderung datar serta nyaman untuk tidur.
Berdasarkan bentuknya, bubungan dalam bagi 2 yakni ruma godong serta ruma sampaeon. Rumah godong mempunyai atap misalnya tempat tinggal umumnya yang mempunyai zenit ditengah. Sedangkan tempat tinggal sampaeon mempunyai atap lurus miring tanpa zenit ditengah. Rumah Orang Rimba itu mempunyai tempat-tempat khusus bagi setiap orang. Ada yang khusus untuk suami, terdapat yang khusus untuk anak gadis, serta terdapat yang khusus untuk anak bujang. Ada pula yang khusus untuk anak-anak mungil. Bagian yang khusus untuk gadis dianggap kedalomon. Mereka yang tidak berhak menginjakkan kaki ke dalamnya maka akan didenda. Oleh karena itu jikalau berkunjung ke tempat tinggal Orang Rimba lebih baik menunggu sampai dipersilahkan untuk masuk darimana serta untuk duduk dimana sebab poly peraturan yang berlaku dalam dalam tempat tinggal Orang Rimba. Jila tidak hati-hati, kita bisa kena sanksi.
Berdasarkan kegunaannya, tempat tinggal Orang Rimba dikotomi yakni tempat tinggal untuk tinggal menetap serta tempat tinggal untuk tinggal sementara. Rumah untuk tinggal menetap didesain kokoh misalnya tempat tinggal godong atau tempat tinggal sampaeon. Sedangkan tempat tinggal untuk tinggal sementara didesain sederhana serta gampang dibongkar. Istilah untuk tempat tinggal sementara adalah sudung. Rumah sementara atau sudung umumnya dipergunakan ketika besanding (bermalam ditempat lain yang letaknya jauh dari tempat tinggal). Tiang serta lantai sudung didesain dari kayu-kayu lingkaran mungil. Atapnya didesain dari terpal yang mereka bawa kemanapun mereka pergi. Tempat untuk mendirikan sudung tidak jauh dari jalan mereka lewat serta dekat dengan sumber air.
Orang Rimba mengolah makanan dalam dapur. Ada dapur yang lantainya pribadi ditanah serta terdapat yang lantainya diatas tanah. Untuk dapur lantai tanah, periuk untuk mengolah digantungkan ke kayu yang dipasang melintang. Kadang-kadang periuk digantungkan dalam ujung btg kayu yang ditancapkan ke tanah yang dianggap cagai. Dibawahnya kayu-kayu dinyalakan.
Lantai dapur diatas tanah nisbi unik. Lantainya terbuat dari kayu-kayu lingkaran yang dipasang diatas tanah. Diatasnya diberi tanah tebal supaya kayu tidak terbakar. Lalu tungku didesain dengan tempat tinggal semut yang telah mengeras. Rumah semut atau anai-anai poly terdapat dalam belantara. Kadang tingginya bisa mencapai satu meter lebih. Oleh Orang Rimba, tempat tinggal semut itu dicacah-cacah dengan tinggi kurang lebih 20 centimeter. Tiga buah tempat tinggal semut akan menopang kuali atau periuk. Kayu bakar dimasukkan melalui tiga lobang tungku tersebut.
Problema Kesehatan Orang Rimba
Laki-laki Orang Rimba adalah orang-orang yang gagah. Banyak diantara mereka mempunyai postur misalnya model, tinggi serta tampan. Mereka tidak pernah mengalami problem obesitas. Tidak pernah terdapat bapak-bapak yang gemuk serta perutnya membuncit. Mereka permanen langsing sejak belia sampai tua. Ibu-ibu dalam kota-kota boleh jadi iri dengan bentuk tubuh perempuan Orang Rimba yang tidak pernah mengalami kegemukan. Tidak terdapat perut yang menggelambir, bahkan sekalipun usai melahirkan. Padahal dalam dalam Rimba tidak terdapat acara diet khusus yang berbiaya mahal. Tampaknya, bentuk tubuh yang bagus adalah output dari kegiatan fisik mereka yang luar biasa. Mereka adalah insan-insan penuh motilitas. Boleh jadi hanya waktu tidur saja mereka tidak bergerak.
Saya kira satu-satunya problem fisik mereka adalah kesehatan gigi yang kurang terawat. Mereka kurang mempunyai kesadaran untuk gosok gigi. Kebiasaan makan makanan berserat misalnya daging, tidak ditunjang sang perawatan gigi. Akibatnya poly gigi mereka keropos. Sakit gigi adalah keluhan mereka yang paling sering.
Berkait dengan gigi, saya teringat dengan sebuah peristiwa lucu. Dalam bepergian waktu akan menyambangi mereka kami bertemu dengan serombongan perempuan Orang Rimba. Salah seseorang antara lain tampak nisbi cantik. Kulitnya kuning. Rambutnya panjang. Tingginya semampai. Saya kira ia masih gadis. Oleh Bang Pian, gadis itu dicermati terus. Tiba-tiba sang gadis berbicara dengan rekannya, serta tampaklah giginya yang ompong disana sini. Bang Pian pribadi melonjak menyumpah-nyumpah. Sialan, sialan ! umpatnya kecewa.
Orang Rimba dikenal sporadis mandi. Oleh karena itu sang penduduk desa sering dihindari karena badan mereka bau. Pertanyaan apakah tidak bau dekat-dekat dengan mereka, adalah pertanyaan yang seringkali datang. Awalnya iya kali pertama datang, keesokan harinya hingga lusanya pergi saya sporadis merasakan mereka bau. Mungkin karena saya telah terbiasa.
Memamg, kadang-kadang saya memang merasa satu atau 2 orang dari mereka nisbi bau. Tapi saya membisu saja. Lagipula lebih sering saya merasa tidak bau. Saya sering melihat mereka, anak-anak yang mandi dalam sungai. Paling tidak sehari sekali mereka niscaya mandi. Mungkin tradisi mandi misalnya yang dikenal penduduk desa memang belum membudaya dalam kalangan Orang Rimba. Akan tetapi mereka bukannya tidak membersihkan diri. Mereka mengistilahkan bebesuh, untuk membersihkan diri yang mereka lakukan.
Orang Rimba poly menderita penyakit kulit. Mungkin hal itu dikarenakan kurangnya kebersihan. Selain itu mereka sering menderita infeksi saluran pernafasan yang mungkin disebabkan karena kebiasaan merokok. Penyakit yang nisbi berat umumnya berkisar dalam malaria, cacingan, diare serta hepatitis. Selebihnya adalah penyakit-penyakit yang generik dalam derita sang warga Indonesia, misalnya sakit kepala serta flu serta tentunya sakit gigi.
Pengobatan a la Orang Rimba
Pak Te pernah bercerita tentang keampuhan pengobatan Orang Rimba. Pernah anaknya sakit gigi menahun. Berkali-kali diobatkan kesana kemari tidak sembuh-sembuh. Suatu ketika terdapat Orang Rimba yang sudah dikenal dengan baik datang sembari merokok dengan pipa. Oleh Orang Rimba tersebut, anak yang sakit gigi diminta untuk menghisap pipa rokoknya. Tidak perlu menunggu lama, seketika itu pula sakit gigi sang anak sembuh serta tidak pernah kambuh lagi sampai dewasa.
Ada kepercayaan dikalangan Orang Rimba bahwasanya pengobatan ala Orang Rimba tidak boleh bercampur dengan pengobatan ala orang luar. Jila sudah diobati berdasarkan cara Orang Rimba maka tidak boleh lagi diobati berdasarkan cara orang luar. Demikian pula sebaliknya. Apabila sudah diobati mengikuti cara orang luar maka tidak boleh lagi diobati berdasarkan cara Orang Rimba.
Bang Mangku menceritakan alasannya. Apabila kedua macam pengobatan dilakukan untuk satu jenis penyakit dalam satu orang maka pengaruh pengobatan satu sama lainnya akan saling meniadakan. Pengobatan akan sia-sia karena pengobatan tidak akan bekerja, alias menjadi netral. Menurutnya, obat yang dimasukkan ke dalam tubuh hanyalah sarana untuk menyembuhkan tetapi yang mengakibatkan sembuh atau tidak adalah doa-doa yang menyertai obat tersebut.
Pengobatan ala Orang Rimba tentu dengan doa-doa terhadap Dewa-Dewa, sedangkan pengobatan sang orang luar dengan doa-doa kepada Tuhannya sendiri. Karena Doa yang dipanjatkan untuk Tuhan yang tidak sinkron maka doa tidak akan membawa pengaruh apa-apa. Artinya pengobatan tidak akan berhasil. Kata Bang Mangku ini.
Secara tradisional Orang Rimba mengobati penyakit dengan berbagai ramuan dari tanaman bermanfaat obat serta dari bagian-bagian tertentu organ binatang. Beberapa organ binatang yang bermanfaat antara lain empedu beruang untuk menurunkan panas serta duri landak yang dikerik untuk meredakan demam. Mereka mengenal puluhan, bahkan ratusan tanaman bermanfaat obat. Hampir setiap penyakit yang mereka derita telah terdapat penawarnya. Sayangnya waktu ini, sebagian tanaman obat sangat sulit dihasilkan.
Seiring dengan makin kerapnya kekerabatan dengan orang luar, Orang Rimba pula semakin kerap dengan obat-obatan dari luar. Mereka biasa membeli obat sakit kepala semisal bodrex serta paramex, ataupun obat sakit gigi misalnya puyer. Menurut mereka obat-obatan itu sangat mudah serta tidak membentuk mereka repot. Apabila dengan tanaman tradisional mereka harus repot dahulu sebelum memperoleh obat.
Bahasa Pergaulan Orang Rimba
Orang Rimba adalah suku bangsa perokok. Tidak poly tidak sinkron dengan orang Indonesia lainnya. Hampir setiap orang dewasa merokok, tidak peduli laki-laki ataupun perempuan. Anak-anak secara sembunyi-sembunyi pula merokok. Apabila ketahuan mereka akan dimarahi habis-habisan. Oleh karena itu dalam depan orangtua anak-anak tidak merokok. Pada hari kedua saya dimintai rokok sang anak-anak. ketika itu mereka saya beri tapi dengan perjanjian jikalau ketahuan mereka harus mengatakan bahwa mereka yang memaksa minta rokok dalam saya.
Ngudut atau merokok biasa dilakukan ketika sedang beristirahat, sehabis makan, maupun ketika akan melakukan sesuatu. Umumnya Orang Rimba merokok tembakau yang dipilin sendiri dengan kertas rokok. Terwe dalam istilah keseharian orang jawa. Tembakau serta kertas rokok gampang mereka dapatkan dalam desa sekitar. Namun begitu tampaknya mereka lebih menyukai rokok-rokok bungkusan yang dimuntahkan sang pabrik rokok. Mereka tahu sahih mana rokok yang baik serta mana yang bukan. Rokok mahal misalnya marlboro, dji sam soe, matahari, sampoerna serta sejenisnya dianggap menjadi rokok bagus. Apabila mempunyai rokok-rokok bagus, mereka akan memamerkannya.
Rokok adalah bahasa pergaulan dengan Orang Rimba. Akan lebih gampang memulai pergaulan dengan mereka melalui perantara rokok. Kalau mereka merokok, umumnya akan memperlihatkan kepada kita. Oleh karena itu lebih baik kita pribadi mengeluarkan rokok ketika bertemu mereka, terutama bila rokok yang kita bawa adalah rokok bagus. Mereka umumnya akan bahagia diajak ngobrol, apalagi bila rokok milik kita ditinggalkan untuk mereka.
Menurut cerita, Orang Rimba adalah perokok sejak jaman dulu. Mereka merokok dengan tembakau dengan bks daun tertentu. Bahkan berdasarkan cerita terdapat homogen pohon yang ranting atau kulitnya biasa dipergunakan untuk merokok. Saat ini hal itu tidak ditemui lagi. Namun yang jelas mereka memang sangt gemar merokok. Akibatnya poly dari mereka terkena ispa (infeksi saluran pernafasan akut).
Hiburan Anak Muda Orang Rimba
Bang Beny dalam tempat tinggal Bang Mangku
Nampaknya memang sahih bahwasanya musik mempunyai bahasa universal. Orang Rimba adalah penikmat musik. Mereka biasa membeli kaset serta diputar dalam tape milik mereka. Umumnya kaset yang mereka beli adalah kaset yang berisi lagu-lagu dangdut, terutama dangdut minang serta melayu. Banyak anak belia rimba hafal dengan lagu-lagu dangdut. Suatu ketika beberapa anak rimba mengatakan mau merekam lagu-lagu yang mereka hafal. Saya berikan indera perekam saya kepadanya.
Semula saya kira ia akan menyanyi lagu-lagu khas Orang Rimba. Ternyata yang dinyanyikan hampir seluruhnya adalah lagu-lagu dangdut. Mungkin mereka lebih poly hafal lagu dangdut daripada pantun atau seloka khas Orang Rimba. Namun bisa saja hal itu untuk menampakan bahwa mereka bisa lagu-lagu tersebut.
Setelah selesai merekam, rekaman itu lantas diperdengarkan kembali. Mereka sangat bahagia. Saya pula ikut bahagia karena mereka pula merekam pantun atau seloka. Mereka bilang untuk belajar saya supaya saya bisa. Saya bahkan ikut menghafalkan lagu mereka, yang pungkasnya lagu dari nenek moyang. Namun dari segi bahasa, tampaknya adalah lagu minang, kata Bang Pian yang memang keturunan Minang Padang.
Harta Dalam Kehidupan Orang Rimba
Sebagai gerombolan yang sangat kerap berpindah, Orang Rimba mudah tidak mempunyai barang-barang yang berukuran besar serta menyulitkan perpindahan. Harta mereka yang paling berharga adalah kain karena kain bisa dipergunakan menjadi busana maupun menjadi pembayar sanksi. Kemampuan seseorang anak belia umumnya dicermati dari kemampuannya mengumpulkan kain. Anak belia idaman mertua adalah mereka yang sanggup mengumpulkan poly kain. Selain kain, kadang Orang Rimba menyimpan uang dengan cara membeli perhiasan emas.
Dalam kepercayaan Orang Rimba terdapat harta beserta serta harta pribadi. Harta bersamo (harto besamo) adalah harta yang kepemilikannya tidak dikuasai sang satu orang. Semua orang boleh memanfaatkannya. Adapun yang termasuk harta beserta adalah tanaman rotan, damar, jernang serta balam. Wilayah perburuan pula adalah milik beserta. Siapa saja diperbolehkan untuk berburu dalam wilayah manapun. Demikian pula tidak terdapat binatang yang menjadi miliki pribadi kecuali anjing yang dipelihara.
Harto tidak besamo atau harta pribadi pemanfaatannya sempurna dalam kuasa pemiliknya. Aika orang lain ingin memanfaatkannya harus meminta izin dalam sang pemilik. Orang Rimba sangat menabukan mengambil milik orang tanpa permisi. Oleh karena itu nyaris tidak terdapat problem pencurian dalam lingkungan Orang rimba. Adapun yang termasuk harta pribadi adalah seluruh barang yang dibeli, tanaman yang ditanam, tanah yang telah dibuka, pohon sialang serta pohon buah yang telah dimiliki.
Seriring dengan perkembangan jaman, berbagai mesin telah menjadi harta pribadi yang dimiliki Orang Rimba, contohnya gergaji mesin serta motor. Ada beberapa Orang Rimba yang mempunyai gergaji mesin meskipun tidak dipergunakan. Mereka umumnya hanya dengan untuk menebang kayu besar waktu membuka ladang. Saat ini motor telah mulai diminati sang Orang Rimba. Beberapa Orang Rimba mempunyai motor. Hal itu mengakibatkan motor menjadi harta pribadi yang bernilai paling tinggi.
Komunikasi Orang Rimba
Bahasa Orang Rimba adalah varian dari bahasa melayu. Bahasanya serumpun dengan bahasa Minangkabau serta Melayu Jambi. Perbedaan yang terdapat tidak sangat jauh. Umumnya disparitas hanya berkisar dalam dialek serta sebagian kosa kata. Misalnya kata tanya dimana dalam bahasa Indonesia adalah dima dalam bahasa minang, dimano dalam bahasa melayu jambi, serta dimono dalam bahasa Orang Rimba.
Pada waktu berbicara dengan penduduk desa Melayu maupun dari Minangkabau mereka dengan bahasa Melayu Jambi. Umumnya orang Melayu Jambi tidak begitu menguasai bahasa Orang Rimba, tetapi hampir semua Orang Rimba menguasai bahasa Melayu Jambi dengan baik. Orang Rimba dengan bahasa nasional ketika berbicara dengan penduduk desa yang berasal dari Jawa. Secara otomatis Orang Rimba dengan bahasa yang tidak sinkron tergantung orang yang dihadapi.
Diantara sesama Orang Rimba, mereka dengan bahasa rimba yang khas. Tidak poly orang luar yang mengerti meski nisbi mirip dengan rumpun bahasa melayu lainnya. Dalam bahasa rimba tidak terdapat penjenjangan bahasa. Semua orang dengan bahasa yang sama ketika berbicara dengan siapa saja. Tidak terdapat kata ganti yang menampakan kedudukan seseorang lebih tinggi dari yang lainnya. Paling-paling kata gantinya adalah nama jabatan yang disandang, contohnya Temenggung, Tengganai, Depati atau yang lainnya.
Salah satu kehebatan Orang Rimba adalah mengenali suara orang meski hanya dari teriakan. Bahkan dari suara jejak kaki, mereka sudah tahu siapa yang akan datang. Berkali-kali hal itu saya buktikan. Pernah sayup-sayup terdengar terdapat yang berteriak keras auu… Yang terdapat didekat saya pribadi menganggap itu nama seseorang. Ternyata sahih, tidak lama kemudian muncullah orang yang disebutkan tersebut membawa kecepek.
Jangan Sembarangan Ambil Foto
Orang Rimba sebenarnya sangat menabukan foto. Menurut mereka berfoto artinya akan meninggalkan kenangan kepada famili. Apabila meninggal hal itu akan sangat menyedihkan famili karena terus menerus melihat fotonya. Namun agaknya keengganan berfoto disebabkan kekhawatiran mereka bahwa foto-foto mereka akan dimanfaatkan tidak sahih sang orang luar. Hanya orang yang dianggap baik serta poly menolong yang boleh mengambil foto mereka.
Menurut peraturan Orang Rimba terdapat beberapa objek yang terlarang untuk difoto, antara lain ladang serta tempat tinggal serta perempuan. Demikian pula makanan yang akan dimakan misalnya daging output buruan. Namun peraturan itu bersifat fleksibel. Mereka yang dievaluasi dekat serta baik boleh mengambil foto-foto yang dianggap terlarang.
Untungnya, Orang Rimba yang saya temui mau difoto. Bahkan mereka yang mengajak berfoto. Padahal saya tidak pernah meminta foto mereka sebelumnya. Rupanya mereka mengerti bahwa toh dalam akhirnya saya ingin berfoto dengan mereka meskipun saya tidak pernah menampakan kamera dalam mereka. Sayangnya saya hanya membawa kamera saku menjadi akibatnya hasilnya tidak memuaskan.
Mistik Orang Rimba
Mistik adalah kasus yang paling menarik poly orang ketika mengungkapkan etnik-etnik minoritas, tidak terkecuali ketika mengungkapkan Orang Rimba. Masyarakat dalam sekitar hutan sangat gemar mengungkapkan mistik Orang Rimba, meski tidak jelas kebenarannya. Salah satu yang paling populer adalah keampuhan ilmu sirap atau ilmu pelet untuk memikat perempuan supaya tertarik.
Cerita paling seru mengenai Orang Rimba yang diceritakan orang-orang desa sekitar hutan adalah mengenai ilmu magis orang Rimba. Menurut mereka, siapapun, terutama perempuan tidak boleh meludah bila terdapat Orang Rimba yang lewat karena bila tersinggung, maka bisa dipelet. Tidak terdapat penawar pelet tersebut. Ampuhnya bukan kepalang. Jadi siapapun yang terkena dijamin tidak akan kembali. Perempuan yang terkena pelet bisa kembali hanya bila yang melakukan pelet berkehendak.
Ilmu pelet adalah ilmu yang generik dimiliki sang Orang Rimba. Hampir setiap orang mempunyai ilmu pelet. Fungsinya supaya orang yang dipelet sayang kepada yang memelet. Anak-anak mungil pun terdapat yang hafal beberapa mantera pelet. Saya pernah diperdengarkan beberapa mantera tersebut. Menurut mereka, cara untuk memperoleh gadis adalah dengan memelet. Tidak terdapat alternatif. Hal ini menjelaskan dalam kita bahwa pelet mungkin sebenarnya bukan ampuh secara intrinsik dalam mantera akan tetapi hanya menjadi klarifikasi bagi ketertarikan seseorang kepada yang lain. Mereka tidak sanggup menjelaskan mengapa seseorang gadis tertarik dalam seseorang laki-laki. Satu-satunya klarifikasi yang mereka mengerti adalah ilmu pelet.
Cara memperoleh ilmu pelet terdapat yang gampang serta terdapat yang rumit. Semakin rumit maka ilmu pelet yang didapat akan semakin ampuh. Menurut Orang Rimba, cara terbaik adalah dengan bertapa lama ditempat sepi. Anak-anak belia rimba umumnya tidak mau repot. Mereka mendapatkan ilmu itu dengan cara paling gampang yaitu belajar dari yang mempunyai ilmu pelet. Cukup dengan menghafalkan manteranya maka ilmu pelet bisa dikuasai. Namun umumnya ilmu pelet tidak hanya soal mantera, terdapat pula persyaratan lain supaya ilmu bekerja yakni ritual tertentu serta adanya ramuan khusus.
Menurut cerita orang-orang desa serta pula cerita dari Orang Rimba sendiri, poly diantara Orang Rimba yang mempunyai ilmu mistik yang sangat tinggi. Ada yang mempunyai kemampuan terbang, membentuk besi hanya dengan tangan, menghilang serta muncul dalam suatu tempat, ilmu kebal, serta sebagainya. Terlepas sahih tidaknya terdapat ilmu-ilmu tersebut, yang niscaya kehidupan Orang Rimba memang dikelilingi mistik yang kuat, setidaknya dipercaya demikian. Menurut Bang Mangku, poly Orang Rimba yang tidak mempan ditembak. Badannya berubah misalnya karet bila ditembak. Peluru akan membal. Demikian pula bila ditusuk dengan apapun tidak akan mempan. Ilmu kebal adalah ilmu yang paling poly dimiliki sang Orang Rimba selain ilmu pelet. Mereka mendapatkan ilmu kebal dengan cara berguru dari Orang Rimba lainnya yang sakti.
Salah seseorang Orang Rimba menceritakan dalam saya kehebatan Temenggung mereka beberapa generasi yang kemudian. Sang Temenggung diakui menjadi orang hebat. Ia sanggup menghentikan awan untuk permanen membisu diatasnya serta menjatuhkan hujan dimanapun beliau kehendaki. Angin bisa dikendalikannya. Demikian pula air bisa dikontrolnya. Alam sahih-sahih didesain tunduk. Menurut Orang Rimba yang bercerita dalam saya, generasi sekarang sudah tidak lagi mempunyai mistik yang ampuh. Sangat tidak sinkron dengan generasi Orang Rimba dalam masa kemudian. Banyak dari mereka sungguh-sungguh hebat, poly yang mempunyai pandangan mata orang-orang sakti. Kemampuan mereka sangat mengagumkan. Generasi belia rimba sekarang terlalu poly bersantai serta memanjakan diri menjadi akibatnya ilmu-ilmu dari nenek moyang tidak sanggup dikuasai lagi.
Asal usul Orang Rimba
Menurut sebagian ahli, Orang Rimba serta Orang Melayu mempunyai nenek moyang yang sama. Hal itu dicermati dari kemiripan budaya, bahasa, serta rupa fisik. Namun demikian dari dari nenek moyang orang Melayu serta Orang Rimba belum disepakati secara tegas sang para ahli. Sampai waktu ini masih terjadi disparitas pendapat mengenai wilayah dari usul nenek moyang orang Melayu serta Orang Rimba.
Diperkirakan keberadaan Orang Rimba dalam pulau Sumatera dimulai sekitar 4000 tahun sebelum masehi, bersamaan dengan kedatangan gerombolan insan dari benua Asia, yakni dari wilayah Yunan yang termasuk dalam dalam wilayah Cina Selatan. Mereka dikenal menjadi Melayu Tua atau Proto Melayu yang mempunyai peradaban sangat sederhana. Menurut sebagian ahli, ras inilah yang menurunkan Orang Rimba.
Gelombang kedua kedatangan nenek moyang orang Melayu terjadi sekitar tahun 2500 sebelum masehi. Mereka diperkirakan datang dari wilayah Dongson dalam sebelah utara Vietnam. Dimungkinkan mereka membawa teknologi serta keterampilan yang lebih sophisticated dibandingkan gerombolan yang datang dari wilayah Yunan. Di pulau Sumatera kedua gerombolan bertemu serta bercampur melahirkan ras Deutro-Melayu. Menurut asumsi sebagian ahli yang lain, ras Deutro-Melayu yang melahirkan Orang Melayu serta Orang Rimba.
Sejak ratusan tahun kemudian, paling tidak dari tahun1500-an sesuai catatan para penjelajah Eropa, Orang Rimba telah melakukan kekerabatan dagang serta menjalin kekerabatan kekuasaan dengan kerajaan Jambi. Orang Rimba membayar upeti (jajah) kepada kerajaan berupa barang yang bisa didagangkan serta output kerajinan supaya keberadaan Orang Rimba diakui serta tidak diusik. Pada akhir abad 19 ketika masa pemerintahan kolonial Belanda dalam Indonesia sedang kokohnya, poly pejabat pemerintahan yang membentuk catatan mengenai Jambi, khususnya mengenai keberadaan Orang Rimba yang waktu itu dianggap dengan Orang Kubu.
Menurut sebagian catatan itu diceritakan bahwa Orang Kubu (termasuk Orang Rimba) adalah orang-orang yang mengalami tekanan kehidupan yang sangat keras dari Orang Melayu. Banyak Orang Kubu ditangkap orang Melayu untuk dijadikan budak. Oleh karena itulah Orang Rimba berupaya menjalin kekerabatan baik dengan pihak kerajaan supaya safety.
Mitos riwayat dari muasal Orang Rimba mempunyai beberapa versi yang tidak sinkron. Namun demikian hampir seluruh versi itu sama-sama menjamin bahwa dalam awalnya Orang Rimba serta orang Melayu adalah satu gerombolan yang sama. Salah satu versi mengungkapkan bahwa dalam abad ke 11, dalam Jambi telah berdiri kerajaan maritim Sriwijaya yang menguasai sebagian selat Malaka serta mempunyai kekerabatan internasional.
Pada tahun 1025, kerajaan Chola dari India Selatan menaklukan Sriwijaya serta menguasainya. Pada waktu itu, sebagian penduduk Sriwijaya yang tidak mau dikuasai orang asing berpindah ke hutan serta seterusnya hidup dalam hutan. Mereka ini dianggap Orang Kubu, yang salah satu variasinya adalah Orang Rimba. Istilah kubu dimungkinkan bermakna benteng, yang bisa diartikan menjadi membangun benteng dengan mendirikan komunitas baru dalam wilayah terpencil serta jauh dalam pedalaman hutan.
Riwayat lain mengkisahkan bahwa konon dalam waktu lampau, raja Pagaruyung, yakni Daulat Yang Dipertuan, setelah sholat duduk dalam atas kura-kura besar yang disangkanya batu dalam pinggir sungai. Dia bersirih serta membuang sirihnya ke dalam sungai. Sirih tersebut dimakan sang kura-kura. Setelah memakan sirih yang dibuang sang raja, si kura-kura hamil serta melahirkan anak insan laki-laki. Kabar bahwa terdapat kura-kura mempunyai anak insan sampai ke telinga raja.
Lalu dipanggillah anak tersebut ke istana. Akhirnya diakuilah anak tersebut menjadi anaknya sang sang raja. Setelah dewasa, anak tersebut akan dijadikan raja dalam kota Tujuh, Sembilan Kota, Pitajin Muara Sebo, Sembilan Luruh sampai wilayah terpencil Jambi. Namun sebagian penduduk tidak putusan bulat karena anak tersebut adalah anak kura-kura. Sebagai bentuk penolakan, mereka menyingkir ke hutan serta hidup disana. Jadilah mereka Orang Rimba.
Menurut cerita mulut yang saya dengar dari beberapa Orang Rimba dalam TNBD, mereka mengatakan bahwa nenek moyang mereka adalah orang Padang (Minangkabau) dalam Sumatera Barat. Pada awalnya mereka semua berkampung sampai kedatangan orang Belanda. Karena enggan dikuasai sang orang asing, mereka melakukan perlawanan. Namun karena tidak kuat melawan maka mereka lari. Sebagian dari mereka lari ke hilir (ke arah laut) serta sebagian ke arah hulu (ke gunung). Mereka yang menyingkir ke hilir menjadi Orang Minangkabau, sedangkan mereka yang menyingkir ke gunung serta hutan menjadi Orang Rimba. Lama kelamaan, karena ingin menghindari orang asing mereka sampai dalam jambi.
Versi lain mitos dari usul Orang Rimba berkaitan dengan sebuah cerita mengenai Putri Pinang Masak. Konon kabarnya, dalam zaman dahulu kala Jambi dipimpin sang Ratu Putri Selaras Pinang Masak yang berasal dari kerajaan Pagaruyung dari wilayah Sumatera Barat kini. Pada suatu masa, terjadilah pertentangan dengan raja Kayo Hitam yang berkuasa dalam samudera sampai dengan Muara Sabak (wilayah Kuala Tungkal waktu ini). Sang ratu merasa kewalahan menjadi akibatnya ia meminta bantuan ke Pagaruyung.
Maka dikirimkanlah serombongan pasukan sang raja Pagaruyung. Namun belum sampai dalam Jambi, rombongan pasukan tersebut kehabisan bekal dalam sekitar wilayah TNBD sekarang. Akhirnya mereka tetapkan untuk menetap dalam dalam rimba karena jikalau kembali ke Pagaruyung akan dihukum, sedangkan bila meneruskan bepergian sudah tidak mempunyai bekal lagi. Mereka pula bersepakat untuk tidak tunduk kepada siapapun, baik kepada raja Pagaruyung maupun ratu Jambi. Merekalah yang kemudian menurunkan Orang Rimba.
Dari Bang Mangkus seseorang Orang Rimba, saya sanggup cerita mengenai Bujang Perantau menjadi nenek moyang Orang Rimba. Diceritakan bahwa Bujang Perantau berasal dari Pagaruyung. Ia tinggal sendiri dalam dalam sebuah tempat tinggal dalam dalam hutan. Pada suatu hari ia memperoleh buah gelumpang. Pada malam hari ia bermimpi supaya membungkus buah gelumpang dengan kain putih. Oleh bujang perantau mimpi tersebut dilaksanakan. Lalu muncullah putri cantik dari buah gelumpang yang dibungkus. Mereka berdua kemudian kawin. Namun karena tidak terdapat yang mengawinkan maka mereka meniti btg kayu yang melintang diatas sungai. Pada waktu kening mereka beradu, maka berarti perkawinan mereka legal. Dari output perkawinan mereka lahirlah empat orang anak, yakni Bujang Malapangi, Dewo Tunggal, Putri Gading, serta Putri Pinang Masak.
Anak pertama serta terakhir, yakni Bujang Malapangi serta Putri Pinang Masak keluar dari hutan serta kemudian menjadi Orang Terang. Bujang Malapangi berkampung dalam desa Tana Garo. Putri Pinang Masak berkampung dalam Tembesi. Sedangkan Dewo Tunggal serta Putri Gading permanen tinggal dalam dalam hutan, yakni dalam wilayah hutan bukit Duabelas. Kedua anak dari Bujang Perantau yang tinggal dalam dalam hutan yang kemudian menurunkan Orang Rimba.
Mitos mengenai dari usul Orang Rimba menceritakan kepada kita setidaknya 2 hal penting. Pertama, Orang Rimba mencoba mengaitkan dari-usul mereka dengan orang Melayu. Hal ini adalah fakta penting. Sangat mungkin kebutuhan akan keberakaran atau dari usul adalah pendorong terjadinya cerita semacam itu. Ketidakjelasan dari-usul secara psikologis akan mengakibatkan kekosongan ciri-ciri.
Kondisinya mungkin hampir serupa dengan seseorang anak yang hidup sendirian serta tidak tahu siapa orangtuanya. Sang anak akan mencari tahu dari-usulnya karena tanpa tahu dari-usul ia merasakan suatu kekosongan ciri-ciri. Langkah logis pertama yang akan dilakukannya adalah mengkaitkan dirinya dengan gerombolan yang secara fisik mirip dengannya serta paling sering ditemuinya. Apabila ternyata dari-usul orangtuanya tidak sanggup ditelusuri lagi, maka umumnya kesadaran akan gerombolan sudah nisbi. Demikian pula yang terjadi dalam Orang Rimba. Paling logis yang dilakukan adalah mengkaitkan riwayat dari-usul dengan orang Melayu yang secara fisik tidak poly tidak sinkron.
Kedua, sebagian besar cerita mengarah kepada orang Minangkabau, yang adalah salah satu varian dari orang Melayu menjadi nenek Moyang Orang Rimba. Pengkaitan itu sulit dikatakan menjadi sebuah kebetulan. Tentu terdapat sebuah kesengajaan adanya mitos tersebut. Sebenarnya lebih wajar jikalau Orang Rimba mengkaitkan nenek moyang mereka dengan Orang Melayu Jambi, yakni gerombolan yang tinggal dalam dekat mereka serta adalah gerombolan yang paling sering herbi mereka. Bahkan mereka pernah secara struktural mengakui keberadaan raja Jambi.
Terlepas sahih tidaknya Orang Rimba berasal dari ranah Minang serta mempunyai nenek moyang orang Minangkabau, tampaknya terdapat alasan psikologis dibalik penciptaan mitos dari-usul Orang Rimba yang hampir selalu mengungkapkan orang Minangkabau menjadi nenek moyang mereka. Mitos itu mungkin diciptakan menjadi perlawanan terhadap tekanan yang dilakukan gerombolan Melayu Jambi terhadap Orang Rimba.
Pada masa kemudian dalam Jambi terdapat perbudakan. Orang Melayu Jambi mencari budak dengan cara menangkapi Orang Kubu (termasuk Orang Rimba). Setelah ditangkap, Orang Rimba dijadikan budak serta dipaksa melakukan berbagai pekerjaan. Pengalaman tidak menyenangkan yang dialami Orang Rimba tidak hanya itu, mereka pula diharuskan membayar upeti kepada pihak penguasa. Oleh sebab itulah mereka merasa tidak nyaman jikalau mengkaitkan nenek moyang mereka dengan Orang Melayu Jambi. Maka langkah paling logis adalah mengkaitkan nenek moyang mereka dengan orang Minangkabau, yakni gerombolan yang tinggal tidak jauh dari mereka, nisbi sering berinteraksi, mirip secara fisik, serta terpenting tidak melakukan tindakan yang tidak menyenangkan. Akhir kata, sekian serta terima kasih sudah membaca cacatan yang panjang ini. Sampai jumpa dalam tulisan yang lainnya. Nuwun
Yogyakarta, 04012017