Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Seperti timbul dorongan tersendiri akhir-akhir ini saya cenderung menulis mengenai sejarah seputaran Demak, Pajang, dan Mataram. Mungkin salah satunya terinspirasi oleh bacaan novel epos yang akhir-akhir ini banyak mengisi waktu senggang saya.
Kali ini, legenda yang akan saya angkat ini tidak jauh beda memakai cerita sejarah Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Tidak jauh-jauh menurut cerita cinta yang berakhir pilu. Ada benarnya maupun jika timbul ungkapan klise yang sering kita dengar, cinta itu buta. Membutakan semuanya, seperti halnya cerita Mangir di atas yang bisa kerabat perkerisan DISINI.
Lain Mangir lain pula Pabelan yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini. Jika ditilik menurut rentang sejarahnya, legenda cinta yang berakhir tragis Raden Pabelan memang lebih dulu. Jika Mangir dimasa Mataram, maka Pabelan di masa Pajang.
Saya yakin kerabat perkerisan yang tinggalnya di Solo tidaklah asing memakai tokoh yang saya angkat kali ini. Iya benar, makam Raden Pabelan atau lebih dikenal memakai makam Bathangan yang letaknya tak jauh menurut BTC (Beteng Trade Centre) yang berada di sebelah timur Gladak atau timur utara alun alun utara, Kraton Surakarta.
Cerita ini bermula pada masa kerajaan Pajang, adalah Tumnggung Mayang yang kalau diibaratkan pada masa sekarang adalah seorang Direktur Intelijen Kesultanan Pajang, sayangnya dia melakukan kegiatan double agent. Disatu pihak sebagai pejabat Kesultanan Pajang, pada pihak lain sebagai mata-mata Mataram. Tumenggung Mayang memiliki alasan, kenapa lebih cenderung membela Mataram. Dibandingkan Pajang sebagai ladang penghidupannya. Pada kesempatan yang akan tiba akan kita ulas.
Sedangkan Pabelan yang kita ulas ini adalah seorang anak tunggal Tumenggung Mayang. Pemuda rupawan yang suka sekali memikat para perawan memakai paras ketampanannya. Telah banyak gadis-gadis yang terpikat dan merelakan kehormatannya. Bahkan maupun istri-istri pejabat yang dibentuk tergila-gila kepadanya.
Melihat tingkah anaknya yang demikian, sang ayah sangat tidak suka memakai konduite anaknya tersebut. Yang dipercaya bisa menurunkan kewibawaannya, sebagai seorang tumenggung bawahan Kerajaan Pajang. Telah berkali-kali Pabelan dinasehati ayahnya, supaya menghentikan kebiasaannya. Menodai banyak gadis dan istri pejabat. Bahkan maupun ditawari buat segera menikah, memakai putri pejabat mana pun. Asal bisa berhenti menurut kebiasaannya merenggut kehormatan para perawan, dan merusak kebahagiaan tempat tinggal tangga orang.
Tapi Pabelan menolak segala tawaran buat melakukan pinangan. Ia tetap menyukai hidup melajang sebagai seorang kumbang jalang. Yang terus menghisap madu sari menurut sebanyak mungkin kembang di kadipaten Pajang. Tumenggung Mayang sangat jengkel dan murka pada anak tunggalnya. Yang semakin hari bertambah mencemarkan nama baiknya. Hingga saking murka dan bingungnya menghentikan kebejatan Pabelan, ia pun menantang Pabelan anaknya.
Kalau engkau merasa seorang perayu yang hebat, jangan kepalang tanggung. Jangan hanya wanita desa dan istri-istri pejabat yang kau berikan rayuan. Tapi cobalah kau taklukan hati Sekar Kedaton Ratu Hemas sang putri Sultan Pajang. Kalau anda berhasil memikatnya, barulah kau boleh berbangga. Kau akan menjadi pembicaraan masyarakat Pajang, dan akan tersohor namamu. Menikahi putri terkasih seorang raja terbesar di Tanah Jawa. Tidak seperti sekarang, hanya menjadi pergunjingan sebab perbuatan nistamu yang selalu mengganggu anak dan istri orang.
Dengan senyum jumawa, Pabelan pun menerima insinuasi ayahnya yang bernada tantangan. Ia akan membuktikan kemampuannya dalam memikat hati wanita. Dan akan dibuktikan keampuhan rayuannya. Hanya saja, ia memiliki kendala, Tapi bagaimana aku bisa bertemu memakai putri Sekar Kedaton, yang tak pernah keluar menurut kaputrennya?
Dengan senyuman Tumenggung Mayang membagikan pertolongan, Putri Sekar Kedaton populer sangat menyukai bunga. Dan tiap hari, embannya selalu tiba ke pasar buat mencari kembang segar bagi putrinya. Kau temuilah emban itu di pasar, dan berikanlah kembang buat tuan putrinya.
Tumenggung Mayang pun membekali sang anak seikat bunga cempaka, buat jalan mendekati sang putri raja. Dan agenda itu pun dijalankan oleh Pabelan, buat bisa berkenalan memakai Sekar Kedaton. Bunga cempaka yang sudah diberi mantra pengasihan oleh ayahnya, dititipkan Pabelan pada emban putri raja Pajang tersebut.
Dan lancarlah agenda Tumenggung Mayang buat sang anak tunggal tersebut. Karena keesokan harinya si emban mengatakan pesan tuan putrinya, yang bermaksud mengundang Pabelan tiba ke keputren Pajang.
Pabelan pun meminta kembali bantuan ayahnya, Kerajaan Pajang sangat tinggi dan tebal temboknya. Tak mungkin bisa masuk, kalau wajib meloncat. Dan tak mungkin diijinkan prajurit jaga, kalau melewati gerbangnya. Bagaimana caranya, ayah?
Tumenggung Mayang membagikan jalan, Tembok Pajang akan ayah turunkan memakai kekuatanku. Setelah itu kau bisa meloncat, dan tembok aku kembalikan semula. Dan hafalkan mantraku, saat nanti kau akan kembali meninggalkan kaputren, supaya tembok itu memendek kembali.
Dengan mantra Tumenggung Mayang, tembok benteng Pajang pun bisa diloncati Pabelan. Dan malam itu ia pun berhasil menebarkan rayuannya. Sang putri kerajaan Pajang berhasil takluk bahkan tergila-gila kepadanya. Pabelan akhirnya bisa asyik masyuk memakai sang putri Sekar Kedaton, anak Joko Tingkir menurut seorang istri selir.
Paginya, Pabelan ingin keluar menurut kaputren Pajang. Rapal mantra menurut ayahnya dibacakan buat bisa menundukkan benteng keraton. Namun berkali-kali dibaca, benteng tembok tebal yang melingkari kawasan keraton tak maupun menunduk. Karena tanpa sepengetahuan Pabelan, sebenarnya Tumenggung Mayang tak membagikan mantra yang sebenarnya. Dan menantang Pabelan buat menaklukan hati Sekar Kedaton hanyalah cara buat memberi pelajaran baginya, yang tak bisa lagi mendengarkan nasehatnya.
Karena tak bisa keluar menurut kaputren, akhirnya Pabelan berdiam di kamar Sekar Kedaton. Dan berhari-hari Sekar Kedaton tak keluar kamarnya. Asyik bercengkerama memakai Pabelan, yang sudah membuatnya tergila-gila. Karena mantra pengasihan menurut bunga cempaka yang sudah diterimanya.
Karena hampir sepekan Sekar Kedaton tak keluar kamar, hal itu mengundang curiga menurut para emban pengasuhnya. Apalagi sempat terlihat, timbul sosok laki-laki berada di kamarnya. Kecurigaan itu dilaporkan sang emban pada prajurit jaga, yang kemudian disampaikan pada sang Sultan Hadiwijaya, ayah Sekar Kedaton.
Amat murka Sultan Hadiwijaya sang Joko Tingkir saat mengetahuinya. Raja Pajang itu pribadi memerintahkan Tumenggung Surakerti buat menangkap lelaki yang berada di kaputren. Kawasan yang seharunya tak boleh timbul seorang pun laki-laki berada di sana.
Pabelan pun pribadi ditangkap oleh prajurit Pajang. Dan tanpa ampun lagi, ia pribadi digelandang keluar keraton. Dan tanpa perlawanan, puluhan prajurit segera menghujaninya dangan tusukan keris di dadanya. Dan matilah Pabelan seketika memakai bersimbah darah. Setelah itu, mayatnya dibuang ke Kali Laweyan.
Mayat pemuda yang hanyut itu terus terbawa arus ke arah timur. Hingga melewati aliran Sungai Pepe yang letaknya di timur desa Solo. Di situlah mayatnya tersangkut akar-akar pohon di pinggiran sungai. Oleh Ki Gede Solo, sesepuh desa yang pertama melihatnya mencoba buat mendorongnya ke tengah supaya terbawa arus ke Bengawan Solo.
Tapi tiap didorong, selama 3 hari berturut-turut, esok paginya mayat tersebut tetap kembali ke tempatnya. Tetap menyangkut di akar-akar pohon pinggiran sungai. Seolah sebuah indikasi, bahwa ia ingin dimakamkan di desanya. Maka mayat Pabelan pun dimakamkan olehnya, tak jauh menurut tempat jasadnya tersangkut, di barat desa Solo.
Tempat pembunuhan Raden Pabelan, konon yang sekarang menjadi nama kampung Pabelan. Sementara tempat dibuangnya mayat, diabadikan menjadi kampung Gembongan. Gembongan berarti tempat mayat, sebab berasal menurut kata gembung, yang dalam bahasa jawa berarti mayat. Dan letaknya di sebelah utara menurut kampung yang sekarang bernama Mayang, yang dulu menjadi kadipaten Tumenggung Mayang.
Sedangkan tempat tersangkutnya mayat Pabelan sekarang bernama kampung Sangkrah. Berasal menurut bahasa Jawa sangkrah yang artinya tersangkut. Kemudian tempatnya dikuburkan sekarang bernama kampung Bathangan. Berasal menurut bahasa Jawa bathangan yang berarti tempat bangkai.
Sampai sekarang, kuburan Pabelan pun dikenang orang sebagai makam Kyai Bhatang. Dan banyak yang mendatanginya, buat meminta berkah. Untuk mendapatkan ajian pengasihan, seperti yang dulu dimiliki Raden Pabelan. Demikianlah yang bisa saya sarikan buat kerabat sekalian, saya percaya masih banyak kekurangan dan timbul perbedaan cerita celoteh menurut versi yang lain. Akhir kata, satu penghargaan yang tidak terhingga jika kerabat perkerisan membantu share goresan pena ini. Nuwun
~ disarikan menurut berbagai sumber terpilih ~