web analytics
Mitos Pesugihan Jimbung & Bulus Putih Belawa - DUNIA KERIS

Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. saya yakin kerabat perkerisan tidak asing menggunakan hewan satu ini. Penampakan hewan yang satu ini bidsa dikatakan sangat unik. Betapa tidak, lehernya saja mampu menjulur hingga setengah meter. Matanya melotot tajam. Sedangkan hidungnya mencongak, bangir sih bukan. Aneh saja. Dipadupadan menggunakan dua rahang yang jikalau kita perhatikan lebih akurat menyerupai paruh burung betet. Kaki hewan satu ini berselaput sebagai akibatnya mirip kaki bebek. Di punggungnya menempel batok yang agak kenyal. Jika dewasa hewan ini mampu lebih dari satu meter panjangnya. Satu hal lagi, namanya dikait eratkan menggunakan akal licik. Itulah bulus, hewan yang masuk pada keluarga kura kura.

Bisa jadi, karena keanehan bentuk organ tubuhnya itulah kemudian poly warga mengeramatkannya. Tidak percaya? Tengok saja perlakuan pada bulus yang hidup pada Desa Jimbung, Kec. Kalikates, Kab. Klaten, Jawa Tengah & pada Desa Belawa, Kec. Sedong, Kab. Cirebon, Jawa Barat. Bagi mereka yang percaya, bulus pada dua tempat berbeda ini dianggap mampu membawa berkah.

Di Jimbung, Kabupaten Klaten, bulusnya tingga beberapa ekor saja. Pembiakannya terus melorot beberapa dekade belakangan ini, beberapa diantaranya mati karena tidak terawat. Bulus pada Jimbung ini hidup pada sebuah celah atau lorong sempit pada sendang yang kalau kita perhatikan lebih mirip kolam pemandian. Tertulis pada temboknya yang lebarnya ak kurang dari 20 x 10 meter menggunakan tinggi 1,5 meter pada tahun 1956.

Sendang Jimbung yang berjarak dari sentra kota Klaten sekitar enam kilometer arah selatan ini ramai dikunjungi setiap tanggal 8 bulan syawal. Kabarnya hingga ribuan pengunjung. Pengunjung atau mampu dikatakan juga pengalab berkah ini tidak hanya berasal dari Klaten, ribuan orang tersebut ada yang berasal dari poly sekali kota pada Jawa ini & bahkan luar jawa. Tujuannya, itu tadi, berburu berkah.

Animo ribuan peziarah itu bukan tanpa alasan. Bulus & sendang Jimbung dipercaya bertuah. Konon, airnya sendangnya mampu menciptakan barang dagangan laris manis, gampang jodoh, awet belia, & bikin laki-laki perkasa pada atas ranjang. Sepertinya sendang ini bukan sendang baen baen. Bagi yang percaya, ngalap berkah pada sendang ini relatif lebih praktis. Pengunjung yang datang siang hari cukup membasuh muka atau mencuci tangan. Sedang pada malam hari, mampu mandi pada sendang ini.

Tidak begitu jelas cerita tentang terjadinya sendang ini. Namun dari cerita kata, dari mula sendang Jimbung terkait erat menggunakan dongeng kesengsemnya Dewi Mahdi, seorang putri dari kerajaan Keling pada bujang ganteng mirip sampeyan sampeyan inilah. Bujang ganteng ini bernama Joko Pathohan yang sedang ngangsu kawruh (menuntut ilmu) pada Jimbung.

Saking tresnone, Dewi Mahdi hingga mengutus ajudan keraton, yakni pasangan suami istri Ki Poleng & Nyi Remeng, buat melobi Joko. Sepertinya, Joko ini bukan jejaka gampangan. Lha wong nyatanya hingga tiga kali bolak balik Ki Poleng & nyi Remeng tidak menuai yang akan terjadi. Selalu mendapatkan jawaban penolakan dari si Joko ini. Barangkali karena merasa didesak, atau barangkali juga Ki Poleng & Nyi Remeng sungkan atau takut terhadap Dewi Mahdi hingga sedikit mekso tadi, bujang yang sedang getol getolnya menuntut ilmu ini melontarkan umpatan: Bulus. Seketika itu juga, kedua utusan keraton Keling tersebut berubah wujud menjadi bulus jantan & betina.

Untuk memberi tempat hidup pada kedua bulus itu, Joko Pathohan lantas menorehkan keris pada atas tanah. Dari torehan itu menyemburlah air, yang tidak pernah kering, sebagai akibatnya tempat itu menjadi sendang mirip saat ini. Satu hal lagi, sekarang pada sendang Jimbung ini tersebar mitos miring, yakni tentang pesugihan bulus Jimbung. Jadi ketika kita mengunjunginya ketika diluar kebiasaan yang ramai pada tanggal 8 syawal itu kita akan muja. Miris!

Seperti halnya pada Desa Jimbung. Di Belawa, diyakini poly orang bila memergoki bulus bule (albino), berkahnya pun mampu berganda. Hampir serupa denga pada Jimbung, berkahnya dari lancar usaha hingga enteng jodoh. Maka tidak mengherankan, jikalau kemudian desa yang berjarak 20 an kilometer dari sentra kota Cirebon ke arah Kab. Kuningan ini kerap menjadi tujuan peziarah.

Menurut keyakinan sebagian orang, bulus bule Belawa ini sesekali akan menampakkan diri pada sumur keramat yang bernama Sumur Istri. Perigi yang mata airnya dipercayai tembus hingga ke Laut Jawa itu pun jadi sasaran para pemohon berkah. Di tenpat ini paling rame peziarah umumnya pada malam Jumat Kliwon. Karena diyakini pada malam yang pada yakini oleh warga Jawa maupun Sunda adalah malam keramat inilah si bulus bule kerap ada menyapa para peziarah. Meski tidak selalu. Barangkali kalau tidak sedang ngambeg.

Jika pada Jimbung sangat sederhana dalam prosesi ngalap berkahnya. Cukup basuh muka atau mandi jikalau pada malam hari. Di Belawa ini sedikit beda. Peziarah akan dipandu oleh kuncen buat menyampaikan permohonan keberuntungan & ini mampu berlangsung semalaman. Pokoknya kudu tabah. Kemudian berlanjut menggunakan mohon permisi kepada Nyi Nini Burintik Rambut Kasih Anggraeni, yang dipercaya sebagai "penunggu" Sumur Istri. Puncak ritual ditandai menggunakan hidangan sesajen lengkap menggunakan kembang tujuh warna.

Meski sumur Istri ditongkrongi semalaman, bukan berarti bulus putih dijamin nongol. Tapi, tidak perlu kecewa & berkecil hati. Peziarah masih mampu berharap khasiat dari air sumur itu sendiri. Diyakini, air pada sumur Istri ini jikalau pada minum atau dipakai mandi & dilakukan secara rutin akan memudahkan jodoh. Meski sulit dibuktikan, alasan inilah yang menciptakan poly peziarah rela berdingin-dingin ria berendam pada air sumur.

Selain membawa berkah, menurut agama, bulus-bulus pada sumur Istri ini juga mampu membawa petaka bagi orang yang mengganggunya. Ada stu cerita, tentang benar atau tidaknya saya tidak memahami. Pernah ada pengunjung yang membisu-membisu membawa kembali anak bulus alias tukik. Di perjalanan, syahdan, mobil orang itu terbalik. Kearifan lokal inilah yang secara tidak eksklusif menyelamatkan kelangsungan hidup bulus Belawa. Lestari hingga kerabat perkerisan membaca goresan pena ini.

Berbeda menggunakan bulus pada Jimbung yang tingga beberapa ekor. Di Belawa ditaksir ada ratusan ekor bulus yang hidup tersebar pada 48 kolam. Sekitar 20 ekor pada antaranya berada pada kolam terluas, berukuran 7 X 8 meter. Uianya pun variatif dari bebera tahun hingga puluhan tahun. Guna memberi kenyamanan pada hewan berpunggung batok ini, segenap warga desa selalu menggelar babarit, yakni acara menguras kolam yang berlangsung setiap bulan Maulid. Saat itu, semua bulus diangkat dari kolam. Entah benar atau tidak, sejauh ini belum pernah ditemukan bangkai bulus yang mati.

Berkaitan menggunakan bulus ini, dalam literatur hayati terutama yang mengupas tentang hewan amfibi & reptil. Bulus teramsuk ke dalam gerombolan kura kura. Hanya saja, secara fisik ada pembeda. Jika kura kura berbatok keras, sedang batok bulus agak lembek.

Setidaknya pada dunia ini terdapat enam jenis bulus. Dua pada antaranya hidup pada Indonesia, yakni Amyda cartilaginea & Chitra chitra. Adapun yang pada Belawa, Cirebon & Jimbung, Klaten tersebut termasuk Amyda catilaginea.

Pada usia dewasa, panjang badan hewan itu mampu mencapai satu meter lebih. Makanannya berupa ikan, udang, keong, bahkan nasi. Tingkat reproduksinya cukup tinggi. Bertelur empat kali setahun, masing-masing sanggup mengeluarkan 40 butir. Butuh waktu 140 hari supaya telur itu menetas.

Di beberapa negara, misalnya Cina & Indonesia, bulus jadi buruan. Dagingnya dijadikan kuliner eksotik, sebagai akibatnya harganya pun mahal. Cukup beralasan kalau poly jenis bulus hampir punah. Termasuk Chitra chitra yang kini telah masuk daftar hewan yang dilindungi. Untung, bulus pada Belawa tidak terusik berkat dikeramatkan.

Air tawar menjadi habitat bulus. Dengan kaki berselaput, mereka jadi perenang ulung. Bulus juga punya kuku kuat & tajam. Maka tidak mengherankan jikalau bulus mampu lihai menyusup ke dalam lumpur.

Secara literasi, sejatinya bulus Belawa & Jimbung tidaklah istimewa, karena jenis itu tersebar pada Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Lombok, bahkan pada beberapa negara Asia Tenggara. Kitanya saja yang mungkin tidak memahami bahwa pada daerah lain pun ada, maka kemudian menganggapnya unik & yang miris mampu memberkahi kita. Akhir kata sekian dulu, semoga goresan pena singkat ini ada manfaatnya. Nuwun.

Leave a Reply