Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Dimana bumi kepada pijak, kepada situlah langit kepada junjung. Demikianlah bunyi ungkapan klasik. Seperti halnya saat kita berada kepada suatu wilayah, tentu memiliki tradisi tradisi lama yang masing diyakini. Meskipun mitos tersebut nir tertulis, akan namun menjadi hal yang masih berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya. Nah, itulah esensi sumber maksud ungkapan klasik yang seringkali kita dengar tersebut, pentingnya kita menghormati istiadat istiadat setempat dimana pun kita berada.
Mitos memang nir mampu dijauhkan sumber kehidupan warga kita, sebab termasuk sumber warisan nenek moyang. Banyak diantara kita yang berkata bahwa mitos hanyalah bualan semata. Terlebih saat ini kita hidup dalam jaman digital, bahkan timbul adagium baru yang berkata bahwa kini mayapada dalam satu genggaman. Memang sulit untuk menjelaskan kebenaran mitos ini, kecuali kita sendiri berani membuktikannya sendiri.
Salah satu mitos yang paling populer kepada tanah Borneo artinya kepohonan mirip kepada judul tulisan ini. Nah, berangkat sumber pengalaman pribadi yang pernah aku alami tentang kepohonan ini waktu bekerja kepada Malinau, Kalimantan Utara tahun 2000 silam aku akan bagikan tentang mitos ini bagi kerabat perkerisan sekalian. Yah, Malinau waktu itu sedang membangun banyak infrastruktur sebagai penunjang sebuah kabupaten yang baru dimekarkan.
Dari seseorang teman aku (Jawa) yang lama mukim kepada Balikpapan aku mendapatkan kabar lebih jauh tentang kepohonan ini. Kepuhunan (dialek Banjar dibaca kepohonan) artinya merupakan kepercayaan warga lokal atau mampu juga kearifan lokal, serupa serupa itulah. Salah satu kepercayaan warga dimana waktu seseorang ditawarkan makanan, usahakan pihak yang ditawarkan haruslah nyantap atau minimal memcicipi sedikit makanan atau minuman yang ditawarkan tersebut. Jika nir dilakukan, maka yang bersangkutan atau dalam hal ini orang yang ditawari makanan akan terjadi suatu hal yang nir baik terjadi. Sesuatu yang nir baik disini mampu berupa kecelakaan, musibah, atau dihubung – hubungkan beserta ganggunag penampakan mahkluk halus, setidaknya minimal panas dingin. Seperti yang pernah aku alami waktu itu.
Makanan dan minuman yang sangat bertuah menjadi penyebab kepohonan dan wajib santap saat ditawari artinya, ketan, nasi kuning, dan kopi. 3 jenis makanan dan minuman ini sifatnya wajib, sebab aku pernah mengalaminya sendiri. Ceritanya waktu itu, pagi pagi saat aku hendak ke proyek mirip biasa aku manasi motor dulu. Nah, sumber situlah tuan rumah yang sedang duduk kalem kepada teras samping rumahnya dan kebetulan tepat dimana berhadapan beserta rumah yang kepada pakai kantor oleh kontraktor daerah aku bekerja waktu itu.
Memang tuan rumah yang warga orisinil Malinau yang masuk suku Dayak Tidung ini sangat akrab aku. Awal keakraban kami bermula waktu timbul gangguan listrik dirumahnya dan aku yang kebetulan waktu itu yang memperbaikinya. Saya kira tuan rumah ini menawari minum kopi itu hanya basa basi semata, makanya aku hanya mengangguk saja. Kemudian aku berangkat ke proyek, bekerja mirip biasa. Selanjutnya, sehabis istirahat siang aku demam hingga beberapa hari kemudian.
Banyak yang mengira aku terkena malaria tropika yang ganas itu. Ditengah demam tersebut banyak hal yang aku alami, galat satunya yang masih aku jangan lupa selalu didatangi oleh sosok yang mengerikan. Bisa jadi aku sedang panas tinggi hingga mengigau, tapi satu hal yang niscaya, waktu bapak tuan rumah yang kebetulan artinya galat satu anggota tetua istiadat mengetahui aku sakit demam dan kasihlah aku semcam potongan tikar pandan dan kepada suruhlah aku memakannya. Apa yang terjadi, nir berlangsung lama dan boleh dibilang itungan jam, aku sehat mirip semula. Dan sumber siru juga aku tahu kalau aku kepohonan.
Bisa jadi, meski kejadian ini berbilang lebih sumber 15 tahun yang lalu dinilai sebagai hal yang nir ilmiah, irrasional, atau tahyul. Meskipun kadang hal ini benar terjadi kepada jaman sedigital ini. Sadar atau nir sadar, kadang mitos dan kepercayaan warga lokal, sarat akan kearifan lokal ini mengandung unsur-unsur keharmonisan antar sesama insan dan insan beserta alam lingkungannya. Saya menulis ini semata-mata hanya ingin memotret budaya kepercayaan warga lokal Kalimantan yang lebih tepatnya Kab Malinau. Saya rasa nir perlu dipertentangkan beserta nilai-nilai lain, biarlah budaya lokal ini menjadi kekayaan budaya nusantara. Nuwun.