Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Apa yg terlintas dalam benak panjenengan sekalian ketika aku ajak menyebutkan topik sensitif yg satu ini, Sajen atau Sesaji? Musyrik, bidah, ataukah malah lebih keras lagi satu konduite memuja setan. Semua jawaban legal-legal saja, lagi jua aku bukan pakar agama yg bisa menyampaikan jawaban beserta dalil-dalil yg ndakik. Terlepas apapun jawaban dari pembaca sekalian, kepada kesempatan ini aku coba melihat dari sudut pandang yg lain, terlepas dari forum apapun keyakinan kita masing-masing.
Bika kepada tilik dari bahasa, sesaji berasal dari celoteh saji. Sajian, sesajian, maknanya sama beserta hidangan. Secara harfiah, menyajikan berarti menghidangkan. Sesaji celoteh benda bersifat tunggal, sedangkan sesajian bermakna jamak atau plural. Sesaji yakni sesuatu yg dihidangkan atau dalam bahasa lain sesaji didesain sebagai wujud sedekah.
Sedekah dalam hal ini tidak kepada sebatas dilakukan kepada antar sesama manusia, melainkan bisa dilakukan kepada makhluk hidup yg lain apakah itu tanaman, binatang, bahkan makhluk halus sekalipun. Nilai esensial dari sedekah itu sendiri yakni bentuk konkret kasih-sayang atau welas-asih antar sesama makhluk penghuni jagad raya ini.
Sesaji dalam pandangan hidup orang Jawa adalah sebagai harmonisasi beserta alam. Falsafah hidup masyarakat Jawa inilah sejatinya prinsip dasar yg melandasi tindakan seseorang buat menyampaikan sesaji atau sedekah. Tetapi output kurangnya pemahaman perihal sesaji, hal itu mengakibatkan stigma, yakni penilaian negative & pemahaman yg melenceng jauh dari prinsip dasar, pengertian, maksud & tujuan sesaji itu sendiri. Kadang ada stigma sangat tendensius yg menghakimi tindakan menyampaikan sesaji.
Padahal dalam upacara sesaji sesungguhnya mempunyai nilai luhur kearifan local masyarakat Indonesia. Tindakan destruktif, brutal & tidak bertanggungjawab kadang dilakukan sekelompok orang beserta mengatasnamakan pembelaan Tuhan. Itu terjadi alasannya orang tidak tahu kalau dirinya sedang tidak tahu, tidak sadar kalau dirinya sedang terbenam dalam ketidaksadaran yg sangat membius.
Seperti telah aku narasikan kepada paragraf kepada atas bahwa sesaji adalah perjuangan buat berharmoni beserta aturan alam. Penjelasan singkatnya begini, seseorang menyampaikan sedekah kepada bermacam-macam kehidupan yg ada kepada lingkungan sekitarnya. Sedekah ini adalah artikulasi konkret dari pencerahan manusia buat saling menjaga kelestarian alam, menjaga keharmonisan & kelangsungan ekosistem & lingkungan hidup.
Rasa welas asih menjadi pondasi melakukan sedekah sesaji. Itu dianggap jua urip (hidup) yg murup (menyala), atau hidupnya berkhasiat buat seluruh kehidupan kepada planet bumi. Jangankan menyakiti apalagi membunuh orang lain yg beda pendapat, mengumpat & meledek pun tidak dilakukannya. Perbuatan demikian itu kentara adalah tindakan melawan aturan alam. Cepat atau lambat sempurna akan tergulung oleh mekanisme aturan keadilan alam.
Baik, sebelum kita membahasnya lebih lanjut ada baiknya kita menyelarasakan pemahaman terlebih dahulu perihal sesaji ini. Saya tidak berkata seluruhnya, namun pandanga-pandangan miring & galat kaprah meyoal perihal sesaji ini tetaplah tidak terelakkan. Sedikit aku ambilkan contohnya.
Selain dari pandangan yg sudah aku narasikan kepada atas, bahwa sesaji adalah bidah, musyrik atau sebangsa beserta bahasa yg demikian. Sesaji juga dianggap sebagai bentuk suap atau sebagai konduite buat merayu dahnyang, setan, & sebagainya agar bersedia membantu manusia.
Pandangan miring berikutnya adalah, menganggap manusia yg memproduksi sesaji sebagai orang yg tunduk-patuh, takluk, bahkan menyembah makhluk halus. Lebih tragisnya lagi adalah asumsi bahwa menyampaikan sajen atau sesaji akan memproduksi makhluk halus menjadi ketagihan & akan menganggu kalau orang tidak lagi menyampaikan sajen.
Bika kepada tilik dari bahasa, sesaji berasal dari celoteh saji. Sajian, sesajian, maknanya sama beserta hidangan. Secara harfiah, menyajikan berarti menghidangkan. Sesaji celoteh benda bersifat tunggal, sedangkan sesajian bermakna jamak atau plural. Sesaji yakni sesuatu yg dihidangkan atau dalam bahasa lain sesaji didesain sebagai wujud sedekah.
Sedekah dalam hal ini tidak kepada sebatas dilakukan kepada antar sesama manusia, melainkan bisa dilakukan kepada makhluk hidup yg lain apakah itu tanaman, binatang, bahkan makhluk halus sekalipun. Nilai esensial dari sedekah itu sendiri yakni bentuk konkret kasih-sayang atau welas-asih antar sesama makhluk penghuni jagad raya ini.
Secara garis besar & umum dilakukan masyarakat Jawa setidaknya masih ada tiga macam sesaji yg dibedakan berdasarkan tujuan membuatnya.
Bancakan
Bancakan termasuk sesaji ditujukan buat sedekah terutama kepada sesama manusia. Bancakan didesain buat dibagi-bagikan kemudian dimakan oleh orang. Untuk itu bancakan biasanya didesain beserta aneka rasa yg yummy kepada lidah & berupa hidangan spesifik yg mengakibatkan selera makan. Untuk itu memproduksi bancakan tidak boleh sembarangan melainkan harus didesain senikmat mungkin agar orang-orang yg kita sedekahi turut puas & senang. Prinsipnya sederhana saja yakni, kalau mau menyampaikan sedekah, maka berikan sedekah yg sebaik-baiknya kepada orang lain. Jangan pernah berikan sampah kepada orang lain, yakni apa yg kita sendiri sudah enggan memakannya.
Bancakan didesain oleh seseorang, kelompok, grup, atau bahkan institusi beserta poly sekali tujuan misalnya dalam rangka ritual syukuran, ritual selamatan, atau ritual doa permohonan. Orang yg memahami kebijaksanaan hidup, ketika mengekspresikan rasa sukur tidak akan nisbi hanya beserta ucapan manis kepada verbal saja, akan tetapi mewujudkan rasa sukur itu dalam perbuatan konkret misalnya sedekah. Doa mohon keselamatan, doa permohonan buat mewujudkan suatu tujuan baik, seyogyanya dibuka beserta sedekah. Karena sedekah adalah cara terbaik buat memantaskan diri kita menjadi orang yg layak menerima anugrah.
Sajen Bebono
Sajen adalah bahasa Jawa dari sesaji. Tetapi celoteh sajen lebih familiar buat menyebut sesaji yg bukan berupa bancakan. Bentuk sajen biasanya tidak selalu berupa hidangan yg yummy dimakan. Bahkan kadang berupa bahan-bahan yg tidak yummy & mustahil buat dikonsumsi oleh manusia. Misalnya minyak wangi, kemenyan, dupa, kunyit mentah, dlingo & bengle dll.
Sajen dalam bahasa kraton lebih familiar dianggap sebagai bebono atau pengorbanan atau kurban. Namun disini jangan membayangkan pengorbanan atau kurban berupa tumbal setan yg menakutkan.
Sama beserta bancakan, bebono juga adalah sedekah. Tujuannya adalah buat bersedekah kepada seluruh makhluk sesama penghuni planet bumi. Sebagai manusia yg arif & bijaksana, manusia yg berkesadaran kosmologis, akan menyadari bahwa hidup kepada global ini selalu berdampingan beserta bermacam-macam makhluk hidup, yg kasat mata, juga yg tidak kasat mata.
Manusia juga hidup menumpang kepada antara benda-benda tidak hidup yg ada kepada planet bumi ini. Dalam filsafat hidup Jawa, berpijak dari warta-warta itu menyadarkan kita bahwa galat satu tujuan pokok manusia hidup kepada planet bumi adalah buat saling menghormati, saling menghargai, & saling menyayangi kepada antara makhluk hidup yg ada. Baik kepada antar sesama manusia juga terhadap fauna, tanaman, & makhluk halus.
Dalam filsafat hidup Jawa, ditanamkan suatu pencerahan kosmologis kepada mana kita harus menghargai, menghormati, & memanfaatkan seluruh benda hidup juga benda-benda tidak hidup beserta cara adil, bijaksana & penuh kasih sayang. Pada kepada dasarnya apa maksud & tujuan dari seseorang memproduksi sesaji bancakan, sajen atau bebono, tidak lain buat mewujudkan rasa menghormati, menghargai, rasa syukur & sebagai manisfetasi sikap welas asih secara konkret kepada seluruh makhluk penghuni planet bumi.
Dapat dianalogikan, seperti apa yg dilakukan orang tua yg menyayangi anak-anak tentu mereka akan bersedia mengorbankan energi, pikiran, beaya & waktu buat membahagiakan anak-anak mereka. Orang tua telah menyampaikan bebono kepada anak-anaknya. Dalam konteks bebono, pengorbanan atau sedekah sebagai wujud konkret kasih sayang itu lebih difokuskan kepada bangsa halus.
Bangsa halus tidak boleh diperlakukan semena-mena. Mereka juga makhluk hidup yg diciptakan Tuhan, buat mengisi jagad raya ini dalam kegunaannya masing-masing sinkron aturan alam (kodrat) yg berlaku. Bangsa makhluk halus diciptakan bukan buat dianiaya oleh bangsa manusia, melainkan buat berperan & dalam tata aturan ekuilibrium alam. Sudah selayaknya bangsa manusia yg celoteh orang sebagai makhluk paling paripurna, maka sempurnakan jua konduite yg adil & bijaksana sebagai bagian dari bangsa makhluk hidup yg beradab & santun kepada alam semesta & seluruh penghuninya.
Sajen Pisungsung
Pisungsung artinya persembahan. Dalam konteks ini pisungsung lebih difokuskan kepada eksistensi supernatural being, misalnya ancesters atau ancient spirit (leluhur) yakni orang-orang yg telah hidup kepada dimensi yg kekal. Pisungsung adalah wujud aktualisasi diri konkret bakti kita kepada para leluhur berupa suatu persembahan. Pisungsung tidak terbatas benda fisik. Bisa juga berupa persembahan melalui lisan misalnya doa, ucapan terimakasih, ucapan sembah pangabekti, hingga persembahan berupa tindakan konkret misalnya ziarah kubur, nyekar, ritual menghaturkan aneka ragam uborampe buat pisungsung, membersihkan pusara dst.
Kita perlu mengenang para leluhur, selain sebagai aktualisasi diri rasa terimakasih & hormat & berusaha merogoh sisi positif kehidupan masa lampau orang-orang yg telah mendahului kita sebagai suri tauladan. Pisungsung lazimnya jua berupa minuman & masakan, benda-benda seperti bunga, minyak wangi yg dulunya disukai oleh orang-orang yg mendahului kita. Atau sinkron tradisi yg berlaku kepada masyarakat. Dengan demikian diperlukan mampu terhubung tali rasa sih-katresnan antara orang yg menyampaikan pisungsung beserta leluhur.
Sampai kepada sini, gampang-mudahan aku & kerabat perkerisan mampu memahami beserta bijaksana. Dengan memahami nilai luhur filsafat dalam sesaji seperti uraian kepada atas, diperlukan bagi siapapun yg sedang memproduksi & membuatkan sesaji mampu menanamkan pola pikir (mind set) yg tepat jua. Sehingga sesaji menjadi lebih besar nilai filsafatnya, & lebih efektif buat membuat perubahan positif dalam kehidupan kita. Opini miring telah menghambat nilai luhur yg terkandung dalam ritual hatur sesaji. Bahkan membeloknya esensi tujuannya. Bahkan opini miring telah menghambat pola pikir & mengotori kalbu pelakunya. Bika sudah rusak pola pikirnya, kemudian orang menjadikannya sebagai alasan buat memojokkan & menjelekkan tradisi hatur sesaji. Bahkan kemudian melarangnya beserta cara menakut-nakutinya sebagai tindakan berdosa. Bukankah Tuhan ora Ndeso toh?
Nuwun.
Referensi :
Sabdalangits