web analytics
Kisah Legenda Dua Tombak Paling Bertuah - DUNIA KERIS

Dunia Keris Kerabat perkerisan pernah mendengar senjata yang dalam sejarah bangsa ini mempunyai kekuatan maha dahsyat dalam abad 16 masehi? Tentu saja bukan peluru kendali, nuklir, alasannya adalah belum dirumuskan dalam masa itu. Nah, dalam kesempatan kali ini saya akan menawarkan buat panjenengan semua ihwal legenda dua pusaka yang mempunyai sejarah panjang yang menyertai esksistensi eksistensi kerajaan yang masih kita saksikan hingga hari ini. Mataram Islam. Dua pusaka sebentuk tombak yang terkenal mempunyai kekuatan yang luar biasa itu tak lain merupakan tombak pusaka Kyai Plered & tombak pusaka Kyai Baru Klinthing. Keduanya mempunyai kisah yang sangat terkenal & berada dalam masa bisa dikatakan bersinambungan, yaitu berdasarkan jaman Pajang hingga Mataram Islam.

Kita langsung saja dalam yang pertama, satu pusaka yang berujud sebilah tombak bersama dapur baru yang lalu terkenal bersama nama tombak kyai Baru Klinting, pusaka andalan milik Ki Ageng Mangir Wonoboyo keturunan ke 5 Prabu Brawijaya Pamungkas. Dalam cerita tutur, pusaka ini berasal berdasarkan lidah seekor Naga yang dipotong sang Panembahan Merbabu kakek ki Ageng Mangir. Dengan mempunyai pusaka andalan inilah, lalu Ki Ageng Mangir menyatakan dirinya sebagai pewaris tahta yang akan memerintah pulau Jawa & sekitarnya. Padahal pemerintahan yang legal merupakan Panembahan Senapati yang memerintah kerajaan Mataram Islam.

Saking ampuhnya tombak Kyai Baru Klinthing, Patih Mandaraka atau Ki Juru Mertani pun telah mewanti-wanti agar Panembahan Senopati jangan hingga wajib beradu laga bersama Ki Ageng Mangir alasannya adalah mengingat faktor kesaktian tombak Kyai baru Klinthing selain jua kedigdayaan Ki Ageng Mangir yang pilih tanding. Tanda tanda makar berdasarkan ki Ageng Mangir Wonoboyo sudah nampak terperinci sekali, alasannya adalah sudah tiga tahun lamanya tidak pernah membayar pajak ( upeti dalam raja). Pada zaman kerajaan bagi sebuah otonomi daerah yang tidak mau menyetorkan upeti dalam Raja disebut sebagai pemberontak. Terlebih lagi Mangir Wonosobo menghimpun kekuatan berdasarkan para pemuda seluruh penjuru Kemangiran, Pajang, bahkan hingga Madiun. Ki Ageng Mangir ini mulai menyampaikan latihan kemiliteran & indoktrinasi buat pembentukan militansi terhadap dalam pemuda & dilatih buat berani meninggal demi kejayaan negeri.

Mataram sendiri sempat menjadi terperangah ketika mendapatkan laporan intelijen berdasarkan prajurit pengalasan, bahwa kekuatan pasukan di desa kemangiran sudah sedemikian kuat bersama prajurit yang mencapai ribuan. Setiap ketika di jejali bersama indoktrinasi buat menurunkan tahtanya Panembahan Senapati yang baru saja dilantik belum ada seratus hari. Rasa dendam Mangir ini semakin membara ketika dijelaskan asal-usulnya yang masih keturun langsung trah Majapahit. Meski kekuatan prajurit kemangiran itu nyaris menyamai kekuatan kerajaan Matram yang baru saja berdiri, memang sempat mencemaskan para nayaka praja & penasehat militer kerajaan Mataram, namun kemangiran tidak mempunyai penasehat militer sehebat ki Juru Mertani putra ki Ageng Selo (tokoh aktivis penentang kerajaan Demak). Dan ternyata kecerdasan & kecerdikan ki Juru Mertani teruji sang perbuatan Mangir Wonoboyo.

Dan yang ke 2 yang tak kalah hebat merupakan tombak Kyai Plered. Tombak pusaka Kyai Plered ini dahulunya milik Sultan Hadiwijaya, raja Pajang. Tombak pusaka ini dipinjamkan kepada putra angkatnya yang bernama Danang Sutawijaya ketika hendak maju berperang melawan Arya Penangsang ketika terjadi geger Pajang melawan Jipang. Tombak pusaka ini terbukti digdaya alasannya adalah ternyata sanggup merobek perut Arya Penangsang yang terkenal sakti & tak mempan berbagai senjata tajam. Tombak kyai Plered ini lalu menjadi pusaka Kerajaan Mataram ketika Sutawijaya mendirikan kerajaannya di Bumi Mentaok, yang sekarang menjadi daerah yang bernama Kota Gede di Jogjakarta. Namun hingga kini, bagaimana wujud berdasarkan tombak pusaka ini jua belum ada yang berhasil mendokumentasikannya. Namun dipercaya bahwa tombak pusaka ini masih tersimpan di Kraton Mataram Yogyakarta. Matur nuwun…

Leave a Reply