Hampir dapat dikatakan kita seluruh mengenal tutur yang satu ini, Keris. Dan seperti yang kita memahami pula, Keris ialah warisan budaya dunia orisinal negeri kita sendiri, Indonesia. Meski beberapa tahun yang kemudian negeri jiran mengklaimnya. Namun, dalam kesempatan disela-sela kesibukan hari ini saya nir ingin menulis perihal asal-usul atau kalim-mengkalim perihal Keris, akan tetapi menyebarkan perihal bagaimana kiat mengarah keris yang baik buat kita.
Bagi orang Jawa & bali, Keris bukanlah hanya perlengkapan pakaian tata cara belaka, akan tetapi memiliki makna lebih luas. Bahkan, bagi orang Jawa Tengah, terutama Yogjakarta & Surakarta, keris merupakan kelengkapan hidup seseorang laki-laki.
Ada pedoman antik bagi orang Jawa yang mengatakan bahwa kelengkapan hidup seseorang laki-laki ialah bila dia sudah memiliki lima hal:
1. Curiga/keris yang berarti Ilmu yang berguna buat menghadapi tantanga hidup ini.
dua. Turangga/kuda yang berarti kendaraan.
3. Wisma/rumah yang berarti kawasan tinggal.
4. Wanita yang berarti istri.
5. Kukila/burung yang berarti alat hiburan rumah.
Bagi seseorang laki-laki, keris menempati urutan pertama. Sebab dalam arti yang lebih luas seseorang laki-laki tanpa memiliki bekal ilmu yang mumpuni buat menghadapi tantangan hidup ini (pekerjaan) harga dirinya akan diremehkan/hilang.
Dimuka bumi ini masih muncul berjuta-juta keris, lebih-lebih pada tanah jawa. Namun nir seluruh kerismempunyai kekuatan atau menyimpan daya magis/ghaib. Bagi orang awam sulit buat membedakan mana yang memiliki daya magis & mana yang hanya merupakan besi biasa.
Bagi orang yang percaya menggunakan benda pusaka, jika didalamnya mengandung kekuatan mistik, maka tentunya akan rirawat menggunakan baik, karena terkadang keris yang bertuah dapat mendatangkan keberuntungan, pelindung & lainnya. Walaupun keris memiliki daya magis, tetapi dapat pula rusak, lantaran sintesis manusia nir muncul yang mutlak. Hanya Allah SWT yang memiliki kesenpurnaan. Keris pula dapat karatan kalau nir dipelihara menggunakan baik, dapat patah. Pendek tutur, seluruh keris dapat saja rusak.
Para ahli keris, umumnya beropini bahwa keris yang telah rusak, telah stigma, kurang baik buat disimpan orang. Walaupun toh orang itu pemiliknya yang legal. Keris yang telah rusak, patah atau stigma, usahakan dibuang saja. Istilahnya dilarung.
Untuk itu kita wajib memahami betul bagaimana & mengetahui keris yang baik & yang nir baik buat diri kita?
Berikut ini saya nukilkan sebagian mini saja berdasarkan Kitab Primbon Naklasanjir Adammakna buat menambah wawasan buat kadang blogkosutho kinasih..
1. Kalau muncul keris tua diperbaharui lagi, seperti dikurangi besarnya, atau dipotong pucuknya, pendek tutur sudah berubah berdasarkan bentuknya semula. Wataknya menghilang daya magisnya, keampuhannya berkurang, menghilangkan kelanggengan.
dua. Bila keris tua terbakar, kalau keris tadi bukan sintesis Mpu Singkir, wataknya hilang keampuhannya, berkurang perbawanya. Kecuali keris tadi sintesis Mpu Singkir, nir akan berubah bentuk pula keampuhannya.
3. Keris tua yang terpendam, kalau bentuk & keadaannya nir berubah, nir karatan (nai, Jawa), itu semakin besar daya keampuhannya.
4. Kalau muncul keris tua terendam air, padahal keris tadi bukan sintesis Mpu Setratojo atau bukan sintesis Mpu Singkir, itu akan muda sepuhannya & hilang perbawanya. Kalau sintesis Mpu Setratojo atau Mpu Singkir, nir akan berubah.
5. Bila keris tua yang sampai jatuh ketangan bangsa lain, itu wataknya nir langgeng.
6. Bila keris digunakan sehari-hari, wataknya berkurang keampuhannya, & pula hilang perbawanya, yang boleh mengguankan tiap hari hanya orang luhur. Keris tua itu usahakan dipakai kalau pas muncul keperluan saja, umpamanya resepsi, punya keperluan besar.
7. Keris tua yang nir dirawat sebagaimana mesinya, seperti diratus atau diberi dupa setiap malam jumat & malam Anggoro Kasih (selasa Kliwon), apalagi nir pernah diwarangi sama sekali, itu nir baik, wataknya mengurangi daya magisnya, menghilangkan perbawa yang terpancar berdasarkan keris itu.
8. Keris tua, cara meletakkanya sampai keungkulan (lebih rendah berdasarkan pemiliknya ketika tidur), wataknya berkurang keangkerannya, mengurangi perbawanya, utamanya keris tua itu diletakkan sendiri, atau jangan sampai dibawah pemiliknya (sejajar).
9. Keri s tua padahal stigma tubuhya, seperti berlubang, gripis, yang sampai menghilangkan bentuk aslinya, tabiat yang dipakai patah semangat (mutungan), bila hanya gripis lantaran karat atau berkurang lantaran tidak jarang diwarangi, itu nir termasuk mensugesti kemapuhannya.
Demikian diatas ialah hal-hal krusial buat menjadi pedoman kita sebelum mengarah memiliki sebilah pusaka, entah itu kita dapat berdasarkan mahar atau kita dapat berdasarkan alam mistik. Insya Allah pada kesempatan selanjutnya akan saya sambung lagi menggunakan menayuh keris atau pusaka & arti berdasarkan perlambangnya. Cukup sekian dulu & mohon maaf jika muncul banyak kekurangan, tidak lebih lantaran kekurang tahuan saya secara langsung & menggunakan lapang hati mendapatkan masukan berdasarkan sobat-sobat seluruh buat menambah perbendaharaan wawasan perihal warisan leluhur ini. Akhir tutur, cukup sekian dulu da sampai jumpa pada tulisan selanjutnya. Wassalam. Matur nuwun…….