Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Angin berhembus. Menggetarkan rerumput ilalang & dedaunan hijau peppohonan. Meskipun matahari bagai bola api yang mengambang lepas pada kebiruan lautan udara, namun teriknya tidak begitu terasa membakar kulit tubuh. Beburung mengepak-ngepakkan sayap. Bagaikan pena-pena liar yang menggembarakan huruf-huruf pada seriap lajur kosong burung langit. Memaknai waktu yang masih mengalir menuju muara.
Begitulah citra suasana pada Karang Tumaritis atau sering diklaim Karang Kadempel, tempat Semar & anak-anaknya berdomisili, adem ayem. Waktu seakan berhenti berputar disana. Siang itu Petruk, putra ke 2 Semar sedang santai gak ada kerjaan. Tiduran pada amben bambu pada bawah pohon mangga, masih sempat-sempatnya rengeng-rengeng (nyanyi buat diri sendiri) tembang macapat ala Jessie J Ojo Minggat, flaslight versi Jawa itu.
"Pah!" Ujug-ujug anak Petruk si Lengkung Kusuma yang mbedig (nakalnya pol jedug) teriak pada sisi kuping bapaknya, sekaligus motong lagu bapaknya yang ngehit pada kalangan muda itu.
"Gombale Mukiyo! Kowe iku gak lihat fathermu lagi ngapalke lagu po? Ngageti orang wae. Dasar bocah geblug!" Petruk seketika bangun, kaget.
"Yang geblug itu Lik Bagong! Abi mah anaknya Papah ganteng!" Lengkung Kusuma tangkas menyahut.
"Bukan begitu….dulu itu katanya ndoro putri Drupadi berongsang pada Pertemuan Agung pada Wiratha, adapa sih Pah? Penasaran abi mah?"
"Gak ah, ora kudu aku crita nang bocah cilik koyok kowe. Sawanen mengko!(gak akan aku cerita ke anak mini macam engkau, sawan nanti)", tensi Petruk masih tinggi.
"Papah ini sudah sewindu lebih tinggal pada Jogja, sisa logat Jawa Timurnya masih kebawa terus yak. Lagian yang minta pula bukan cuma abi aja. Ndoro Putri yang satu itu pula minta kan?" Lengkung mengingatkan.
"Dengkulmu amoh, yo, fathermu lupa jeee".
Maka berceritalah Petruk karena takut sama Ndoro Putri yang artis itu ……..
Dewi Drupadi ialah putri Prabu Drupada, raja kerajaan Pancala. Kecantikannya populer sampai kemana-mana.Tak heran waktu ayahnya mengumumkan akan memcari calon suami bagi putrinya, banyak ksatria & brahmana rela antri buat bisa mempersunting sang Putri. Namun sang calon harus mengikuti sayembara yang ditetapkan oleh sang Raja.
Sayembara itu berupa mengangkat busur wasiat peninggalan leluhur Pancala serta melepaskan panah dari busur tersebut, & mengalahkan patih sekaligus benteng kerajaan Pancala, Gandamana.
Pandawa yang sedang dalam pengembaraan karena terusir dari Astina, negara yang seharusnya mereka warisi dari ayahnya Pandu Dewanata, mengikuti sayembara itu, buat & atas nama Yudistira, sang sulung.
Singkat cerita, busur itu bisa diangkat & dipakai oleh wakil Pandawa, Arjuna & wakil Negara Astina, Adipati Karna. Tapi Karna tidak bisa mengalahkan Gandamana, & wakil Yudistira, sang Bimasena sukses mengalahkan patih yang sakti itu. Drupadi diboyong & diperistri oleh Yudistira.
"Laaaaaah itu, Pah! itu mah sudah pada ceritakan sama bu pengajar. Sudah ulangan malah! Lengkung Kusuma memotong cerita bapaknya.
"Bocah iki, jangan sembarangan aja motong cerita papah dong!" Petruk sewot karena ceritanya dipotong.
Dalam lakon Pandawa Dadu, Kurawa yang sirik atas keberhasilan Pandawa membangun Negara Amarta, mengundang Pandawa buat bertemu. Alasannya, bergembira beserta atas keberhasilan Pandawa membangun Amarta. Pandawa yang tidak curiga tentu saja bersedia tiba. Dalam kegembiraan pesta, Sangkuni, mahapatih Astina yang julig itu mengusulkan buat bermain dadu. Karena rayuan maut Sangkuni, Pandawa yang sebenarnya wegah bermain akhirnya bersedia & larut dalam permainan itu.
Permainan yang tadinya hanya sekadar main-main, akhirnya sahih-sahih menjadi judi. Judi yang tadinya mini-kecilan makin usang makin menjadi besar-besaran. Semua harta Pandawa pelan-pelan lenyap pada meja judi. Emas-berlian, kuda-kuda & kereta perang, sampai akhirnya negara baru yang dibangun Pandawa dengan cucuran keringat, Amarta alias Indraprasta harus diserahkan kepada Kurawa.
Prabu Drestarata, ayah Kurawa, pengemban amanah Negara Astina hadir dalam acara itu. Demikian pula Yama Widura, adik Drestarata & paman Kurawa serta Pandawa. Penasehat Pandawa, saudara tertua sepupu para Pandawa, Sri Batara Kresna pula hadir pada sana. Tapi semuanya tidak bisa menghentikan acara judi yang berlangsung antara ke 2 pihak yang sudah sampai pada taraf kesetanan itu.
Ketika harta Pandawa sudah habis seluruh, Dursasana (si nomer 2 Kurawa) yang sudah sejak usang nafsu banget sama Drupadi, mengusulkan supaya Pandawa mempertaruhkan Drupadi pada meja judi buat 1/2 tempat kerajaan Astina ditambah seluruh tempat Amarta yang sudah jadi milik Kurawa itu. Melihat besarnya taruhan yang dipasang Kurawa, dengan perilaku apa boleh buat Pandawa meladeninya. Mereka berpikir, masa sih mau kalah lagi? Dan ternyata, memang kalah lagi! Nasib.
Dursasana meloncat kegirangan karena kemenangan itu, & segera memeluk & menarik Drupadi. Drupadi tentu saja berontak, sebagai akibatnya sanggul rambutnya terlepas. Dursasana menarik rambut Drupadi yang panjang itu & menyeretnya kearah para Kurawa. Dursasana yang kalap kerasukan setan segera menarik kain pinjung Drupadi berniat buat menelanjanginya pada depan awam.
Atas pertolongan Sri Kresna yang titisan Dewa Wisnu itu, upaya itu tidak berhasil. Meskipun Dursasana sudah menarik kainnya habis-habisan, Drupadi pula sudah berputar-putar & kain yang ditarik sudah teronggok meninggi, tapi kain Drupadi permanen utuh. Kemudian atas prakarsa Sri Kresna, Drestarata & Yama Widura, Drupadi dikembalikan kepada Pandawa, & status Amarta hanyalah dipinjam oleh Kurawa selama 12 tahun.
Tapi Drupadi yang malu, belum mau sudah. Kagol. Sambil berteriak, sebagai akibatnya didengar seluruh orang, dia mengucapkan sumpahnya bahwa tidak akan menyanggul rambutnya lagi sebelum keramas dengan shampo. Eeh galat, keramas dengan darah sang Dursasana. Dursasana ngakak saja mendengar sumpah Drupadi, bencana ini amat menjengkelkan Bimasena.
Berniat buat menghajar Dursasana, Bima alias Werkudara itu terhenti langkahnya mendengar perkataan Sri Kresna:
"Jagad Dewa Bathara, yo Jagad Mangestungkara, Eeee….. yayi…,yayi Werkudara!"
"Sssst, Pah. Salah atuh!" Lengkung Kusuma ng-interupsi lagi.
"Itu kan omongannya ndoro Sinuwun Prabu Kresna? Gak layak kan seseorang Petruk omong seperti itu?"
"Lambemu! Fathermu ini sedang niru omongannya Sinuwun itu. Dengerin dulu tah, jangan motong crita orang aja dong!" (maap, makian Petruk tidak diterjemahkan! Dasar Petruk memang suka memaki!)
"Ooo, gitu yak, okeh, okeh deh, Pah", Anaknya cengengesan.
"Sok lanjutin critanya…."
"Lanjutin dengkulmu ambleg! Sampai mana tadi?" Petruk pikun beneran, bukan bohongan.
"Sampai mBantul, Pak Bro. mBandung, mBogor, mBerlin! Eh….."
Malam itu usai acara kawinannya Abimanyu yang putra Arjuna dengan Dewi Utari yang putri Prabu Matsyapati dari Wiratha, persidangan agung yang diprakarsai Prabu Matsyapati sebagai tuan tempat tinggal, dihadiri Sri Kresna, Prabu Baladewa, & para raja sekutu Pandawa. Para pendukung & sekutu meminta Pandawa buat tegas meminta pulang haknya atas Indraprasta usai masa pengasingan yang 12 tahun itu. Pembahasan kemudian berkembang tentang kemungkinan akan terjadi perang besar jikalau Kurawa mengingkari janjinya.
Tapi Pandawa sendiri terkesan ogah-ogahan, terutama karena pada Astina berkumpul orang-orang tua yang dihormati Pandawa, Resi Bisma yang kakek Pandawa, Resi Durna yang pengajar Pandawa, Prabu Salya yang Pak Dhe-nya Nakula & Sadewa. Lagipula Pandawa tidak yakin akan bisa mengalahkan kesaktian para tetua itu.
Pertemuan itu jadi stagnan, sampai ada suara mini melengking dari sudut.
"Bolehkah aku bicara?" Ternyata Drupadi yang interupsi.
Atas ijin Sri Kresna yang memimpin sidang, Drupadi pun maju ketengah ruang & seperti seseorang orator, dia mengajukan pendapatnya:
"Belum puaskah kalian, suamiku tersayang Yudistira & para saudaranya menganggapku sebagai seonggok barang atau segumpal daging sebagai akibatnya tega dipertaruhkan pada meja judi? Aku, Drupadi, isterimu yang setia sebagai akibatnya rela ikut terlunta-lunta dalam pengembaraan kalian selama 12 tahun!
Masih ingatkah kalian akan rasa malu & sumpahku yang tidak akan menyanggul rambutku sebelum keramas dengan darah Dursasana? Akankah kalian membiarkan rambutku terurai selamanya? Engkau, suamiku, begitu sayangmu akan Suyudana & Dursasana sebagai akibatnya melupakan aku? Aku, Drupadi, menuntut hak-ku sebagai isteri yang dipermalukan!"
"Pak Bro, jangan ikutan esmosi gitu laaaah. Wedi aku. Papah kan cuma cerita seh?" Lengkung Kusuma interupsi lagi.
"Edyaaaaaan tenan bocah iki."
Akhirnya perang besar Bharata Yudha meletus pula karena Kurawa mengingkari janjinya. Dan Drupadi bisa memenuhi sumpahnya, & menyanggul rambutnya pulang. Tapi itu tidaklah berlangsung usang. Mendekati akhir perang, Aswatama yang dendam atas gugurnya ayahandanya Resi Durna, berhasil menyusup ke garis belakang pertahanan Pandawa & membunuh seluruh isteri para Pandawa, termasuk Drupadi.
"Haaaaaaah! Jlitheng kakangku piye ikiiii"
"Hayoh! Kowe arepe ng-interupsi father lagi kaaan?" Petruk memotong critanya sendiri sembari mengacungkan tinjunya.
"Gak, Pak Bro, enggaklah! Abi pula tahu kalo itu omongnya ndoro Bimasena ke ndoro Prabu Kresna. Cemen lah itu, Papah pula jangan "over confidence" gitu….." Lengkung Kusuma sotoy.
"Lagian abi mah pula tahu kalo ceritanya udah selesai. Iya kan? Weeeekkk!"
Catatan kaku : Cerita ini ialah bagian dari Mahabharata. Bukan cerita carangan seperti biasanya. Di cerita aslinya, Dewi Drupadi bersuamikan 5 orang Pandawa. Saya merasa tidak berkompeten walau sekadar berkomen, karena Mahabharata bagi saudara-saudara aku umat Hindu ialah bagian dari buku kudus Weda. Karena itu aku dengan sengaja merogoh setting Mahabharata yang sudah dimodifikasi oleh orang Jawa. Sebuah setting budaya yang sudah akrab dengan aku sejak mini. Jadi, Dewi Drupadi hanya bersuamikan seseorang Yudistira, atau Puntadewa, si sulung dari Pandawa itu. Nuwun.
Jayakardi