Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Judulnya menarik, hingga sampeyan terpaksa ngeklik karena penasaran. Judul pada atas tentu bukan tanpa alasan yg kentara, serta tentu saja dalam hal ini sampeyan maupun tidak keliru dalam membaca judul. Nah, daripada kita bertele-tele dalam intro tulisan ini ayo kita eksklusif membincangnya.
Pada gambar pendukung tulisan ini, orang Jawa menyebutnya Kendi. Saya tidak memahami kalau pada kawasan lain namanya apa. Kendati bentuknya sederhana serta jauh berasal seni yg tingggi, ternyata kendi air mempunyai tuah magis. Tuah magis yg aku maksud dalam tulisan ini ialah poly makna yg terdapat dalam eksistensi Kendi air ini, setidaknya bagi orang Jawa. Bahkan, dalam tradisi sebagian rakyat Jawa, kendi air ini sebagai keliru satu bekal yg tak terpisahkan bagi seorang yg hendak menikah. Meski ini hanya simbolis semata, tentu seluruh timbul alasan yg kentara yg melatarbelakanginya.
Kendi air, bisa jadi telah dipercaya sebagai barang kurang berharga ditengah kehidupan modern. Apalagi yg terbuat berasal tanah. Selain gampang pecah, keliru satunya ialah ketinggalan jaman serta lebih pantas masuk gudang atau teronggok nggak kentara keberadaannya. Sebagai manusia yg hidup kontemporer, jujur harus kita akui, keluarnya berbagai produk plastik, melamin, serta logam beserta mengusung tekhnologi mutakhir memang lebih kuat serta hiegienis. Konsekuensinya perabotan rumah tangga, termasuk kendi air ini terpinggirkan. Jangankan periuk nasi atau gentong, lha wong sekedar kendi air saja kita kebanyakan tidak memilikinya. Bener!
Tidak memilikinya bukan lantas kita tidak sanggup membelinya, lha wong kenyataannya harganya lebih murah berasal produk rata yg terbuat berasal plastik atau melamin. Alasannya kentara, karena telah ketinggalan jaman serta cukup kita mengenangnya sebagai residu peradaban masa kemudian. Padahal sejatinya, bahkan kita pun memahami bahwa produk-produk mutakhir tadi menyisakan ancaman akibat zat kimia adiftiv yg dikandungnya. Belum lagi tenaga yg dipancarkan berasal benda-benda tadi sejatinya maupun kurang mendukung.
Berbeda beserta produk-produk berbahan tanah yg didesain nenek moyang kita, tidak hanya sebagai perabotan buat keperluan dapur, namun maupun mempunyai fungsi lain karena terbuat berasal bahan alam. Ya, kita abai, bahwa kehidupan manusia tidak pernah terpisah berasal alam. Salah satu unsur alam yg tidak bisa dipisahkan berasal manusia ialah tanah. Tanah sebagai loka berpijak serta loka hidup bagi manusia.
Barangkali, karenanya jua, nenek moyang kita terinspirasi membentuk berbagai perabotan keperluan hidup manusia berbahan tanah. Tidak hanya buat bahan bangunan rumah loka tinggal misalnya batu bata serta genting, maupun berbagai perabot rumah tangga, khususnya alat-alat dapur. Sampai pada sini, adakah satu alat-alat dapur kita yg terbuat berasal tanah? Bisa jadi, kalaupun timbul hanya genting serta batu bata yg terbalut plester semen serta pasir itu saja aku kira.
Seperti yg telah aku narasikan pada pembuka tulisan ini, tentu saja pemilihan perabotan berasal tanah oleh nenek moyang kita tentu bukan tanpa alasan serta perhitungan. Kedekatannya pada alam, membuatnya mengenal secara fasih unsur-unsur yg terkandung berasal tanah. Energi yg terkandung dati tanah, hingga kapanpun akan tetap dibutuhkan manusia buat hidup. Maka tak mengherankan jikalau kemudian, nenek moyang kita memanfaatkan tanah buat alat-alat rumah tangga mereka, alasannya kentara, karena alat-alat tadi mempunyai tenaga yg dibutuhkan manusia, keliru satunya ialah kendi air yg sedang kita bincang ini.
Kendi air atau ketel tanah ini sejatinya timbul misteri tertentu, mengapa nenek moyang kita menggunakannya. Kendati telah melalui berbagai proses, ketel atau kendi masih kuat menyimpan unsur-unsur yg terdapat pada tanah. Sehingga nenek moyang kita yakin tenaga tanah masih kuat terkandung pada dalamnya.
Kendi air diyakini mempunyai tenaga yg bisa meredam suasana panas dalam rumah. Kekuatan yg dikandungnya mempunyai kekuatan buat mengharmonisasikan kehidupan rumah tangga supaya terhindar berasal percekcokan. Bandingkan kehidupan simbah-simbah kita dahulu, mereka lebih tenteram, tidak neko-neko, hening bahkan tidak kita jumpai yg namanya KDRT, apalagi yg cerai gara-gara cekcok. Berbanding sebaliknya beserta kehidupan sekarang yg bermerek modern ini, perkara KDRT serta perceraian ialah bukan suatu yg tabu lagi buat dilakukan.
Kekuatan tenaga kendi yg diisi beserta air menyampaikan aura sejuk melingkupi seluruh rumah bahkan hingga pekarangan yg berimbas pada kesejukan hati nurani penghuninya. Energi kendi air sanggup menetralisir negativ yg timbul pada dalam rumah yg diakibatkan penghuninya atau rapikan letak bangunan itu sendiri.
Dalam tradisi rakyat Jawa, khususnya yg berhubungan beserta judul pada atas, menghadang perceraian beserta kendi air ini, khususnya bagi pasangan suami istri yg kurang serasi usahakan memperlihatkan kendi yg diisi beserta air pada sudut kamar tidur. Menaruhnya pun harus pas tengah malam, saat suasana hingar bingar telah terlelap dalam keheningan. Tujuannya buat mengeluarkan aura ketenangan berasal air tadi.
Nah, sebagai konduite rutin buat senantiasa menjaga keharmonisan rumah tangga, air dalam kendi tadi harus diganti setiap sepasar atau 5 hari sekali supaya senantiasa bening. Sekali lagi, bagi pasangan yg sedang tidak serasi serta kebetulan nyasar membaca tulisan ini, timbul baiknya lelaku ini dilakukan. Siapa memahami warisan leluhur ini sebagai solusi berasal suasana panas keluarga sampeyan. Nuwun.