Dunia Keris – Momentum Pilkades selalu saja membawaku pada ingatan yang tak akan terlupakan beberapa tahun silam. Satu pengalaman yang cukup menegangkan waktu aku dikuti hantu Glundung Pringis dalam bepergian pergi asal Gresik.
Ceritanya begini, misalnya biasa sebagai rakyat desa aku juga tidak mau melewatkan momentum demokrasi secara eksklusif, apalagi helatan itu 8 tahun sekali kala itu. Apalagi kalau bukan menyampaikan dukungan suara kepada kandidat yang saya dukung.
Selepas isya aku pergi asal terminal Bunder Gresik perkiraan jam 10 sudah hingga Tuban. Namun perkiraan terebut meleset karena dalam bepergian Surabaya-Tuban dialihkan tidak misalnya jalur biasanya yang asal Babat eksklusif Tuban. Namun, pada ketika itu asal Babat lewat jalur Lamongan, tidak tahu timbul apa didepan sana. Intinya jalanan macet total. Mungkin si sopir atas inisiatifnya sendiri beserta rute itu daripada menunggu macet akhirnya dia merogoh jalur alternative meskipun itu memutar.
Sekitar jam 01.00 wib bus sudah memasuki wilayah kota, sebenarnya kalau waktu masih sore atau belum larut malam aku biasa turun asal kendaraan awam di masjid Al Falah. Masih banyak kendaraan yang ke arah desa saya tinggal dan biasanya nunut, belum timbul ojek waktu itu. Selarut misalnya ini beserta terpaksa saya turun di Perempatan Patung (kini dekat beserta gedung DPRD Tuban) karena disana terdapat becak untuk mengantar aku ke rumah.
Memang terdapat 3 becak disana, akan namun tak satupun timbul tetangga saya yang biasa mangkal disitu. Dan kalaupun aku naik keliru satunya jelasnya mereka akan meminta tarif mahal, selain tempatnya sepi, jauh juga jalannya masih makadam(kala itu, tahun 1998). Ya sudah, akhirnya aku menetapkan untuk naik becak ke rumah meski itu sangat berat diongkos. Cuma sayangnya mereka tidak bersedia mengantarkan hingga ke rumah. Setelah timbul kesepakatan ongkos. Kurang tahu apa yang membuat tukang becak tersebut enggan. Akhirnya aku keputusan ambil tengah-tengah beserta meminta dia mengantarkan hingga hingga pada Kel. Mondokan dan aku akan teruskan beserta jalan kaki ke Sugiharjo, Tuban, Jawa Timur ini nama desa saya.
Sesampai KUD lokasi sinkron beserta kesepakatan kami, akhirnya malam itu aku berjalan sendirian menyusuri jalan kampung Kaligede. Waktu itu jalan kampung ini sangat sepi, karena jarak rumah satu beserta rumah yang lainnya masih berjauhan. Ditambah lagi di kampung Kaligede ini belum timbul lampu penjelasan jalan. Lampu yang timbul di depan rumah pun rata-rata hanya lima watt yang dipasang, sebagai akibatnya tidak banyak membantu bagi pejalan kaki.
Di kanan kiri jalan masih banyak pepohonan yang rindang, sebagai akibatnya menambah suasana cukup mencekam bila berjalan di malam hari. Bagi yang bernyali mini mungkin akan enggan untuk berjalan sendirian dalam suasana misalnya itu. Namun bagaimana lagi karena terpaksa bagaimanapun juga harus berani, meski ketar-ketir.
Setalah berjalan kaki kurang lebih 500 meter, aku hingga pada sekolahan Madrasah Ibtidaiyah tempat dimana selama 6 tahun bandel dan menuntut ilmu. Melewati kurang lebih sekolahan ini sebenarnya aku relatif ngeri juga, karena sudah banyak cerita kata oleh rakyat kampung yang dikerjai oleh dedemit penghuni lokasi area Makam Juwetan yang keberadaannya persis di seberang jalan sekolahan tersebut, hanya disekat jalan dan sepetak sawah.
Menurut cerita, beberapa orang yang waktu melewati jalan ini juga pernah dikerjai oleh hantu berbentu koordinator manusia yang biasa oleh orang kampung kami dianggap Glundung Pringis.
Disebut demikian, karena wujud hantu tersebut berbentuk batok kelapa saja beserta kedua bola matanya dan mulutnya yang seolah meringis kesakitan. Dalam menakuti penduduk biasanya sang hantu mengikuti manusia yang berjalan sendirian beserta menggelundungkan kepalanya sambil tertawa cengengesan.
Biasanya bila manusia itu tahu timbul yang mengikuti dan waktu mengetahui hantu Glundung Pringis yag mengikutinya, bisa dipastikan yang nyalinya ciut akan lari ketakutan dan lari terbirit-birit.
Namun, malam itu aku berusaha untu berani atau lebih tepanya nekat yang dipaksakan untuk menghilangkan perasaan takut. Tak dinyana, tiba-tiba asal arah belakangku terdengar bunyi misalnya benda jatuh. Secara reflek saya menengok ke belakang. Dalam keremangan cahaya bulan, aku melihat sebuah kelapa berukuran besar telah timbul di belakangku.
Dengan kaget yang luar biasa, aku berusaha tidak memperdulikannya dan semakin meningkatkan kecepatan jalan atau boleh dikatakan sedikit berlari. Tak lebih asal sepuluh langkah, asal arah belakang terdengar bunyi misalnya benda yang menggelinding.
Kembali lagi secara reflek aku menengok kebelakang untuk memastikan timbul benda apa yang menggelinding, namun sehabis saya tengok tak timbul sesuatupun asal arah belakang. Sedikit lega dan aku pun kembali berjalan dan semakin mempercepatnya.
Sama sepeti tadi, Cuma beberapa langkas saja berjalan kembali terdengar bunyi misalnya bola digelindingkan seseorang. Namun yang menyeramkan, kali ini disertai suara tawa cekikian. Mendengar suara tawa yang aneh itu, bulu kuduk yang tadinya berdiri semakin meremang dan seketika itu saya berhenti misalnya orang terpaku. Karena penasaran, beserta memberanikan diri beserta tetap memalingkan muka ke belakang. Ketika wajahku menengok tak timbul suatupun dibelakangku. Namun waktu aku melihat arah bawah, kentara terlihat sebutir kelapa seukuran koordinator manusia tergeletak tak jauh asal kakiku.
Aku teringat beserta cerita beberapa tahun yang lalu, timbul seorang tetangga yang melewati areal ini pada tengah malam asal mengairi sawahnya, kejadiannya waktu dia akan pergi ke rumah. Dan sepanjang bepergian seorang tetanggaku tersebut diikuti oleh hantu Glundung Pringis misalnya yang aku alami ini.
Untungnya tetanggaku tersebut buka tipe manusia pengecut. Menurut ceritanya waktu itu, hantu Glundung Pringis yang mengikuti dan mencoba menakutinya beliau ludahi sempurna dibatok kepalanya dan hantu itupun menghilang begitu saja.
Sambil mengingat-jangan lupa cerita tersebut, entah mengapa sepertinya begitu saja aku pandangi batok buah kelapa itu beserta saksama dan ternyata betul buah kelapa itu timbul matanya dan mulutnya yang menyeringai dan mengeluarkan bunyi tawa. aku mencoba memberanikan diri bertanya, Mengapa kau mengikuti saya, sana pergi!
Sambil mengatakan demikian aku ludahi hantu tersebut, dan ternyata memang betul apa yang diceritakan tetanggaku beberapa tahun yang lalu disebuah musholla, bila kita diikuti hantu Glundung Pringis maka cukup kita ludahi, hantu itu akan hilang dan pergi. Terlebih jarang sikat gigi, baru hah saja buru-buru menghilang dia.
Setelah hantu itu menghilang, leganya tidak bisa aku ceritakan disini, pokony lega gitu sajalah. Hantu itu rasanya sudah tidak mengikutiku lagi. Akhirnya aku meneruskan jalan dan masih beserta kecepatan yang sama menuju rumah yang masih tidak mengecewakan jauh, sekita 1,5 KM lagi.
Semula aku berpikir yang berupa hantu Glundung Pringis itu hanya tahayul saja. Setelah kejadian itu, mau tidak mau aku harus percaya. Dan aku konfiden hingga ketika ini hantu itu masih bergentayangan. Memang hatu itu tidak membahayakan dan hanya iseng menakuti saja. Namun bagi yang pengecut bila melihatnya niscaya akan lari terbirit-birit.
Biasanya bagi pendatang baru atau tamu yang menginap yang berjalan di malam hari sendirian akan dikerjai oleh hantu tersebut. Tak terkecuali juga rakyat kurang lebih yang orisinal pun bila berjalan di malam hari sendirian tetap akan dikerjai, akan namun sekali lagi gampang saja menangkalnya yaitu beserta meludahi kearah belakang, maka hantu itu akan hilang beserta sendirinya. Semoga pembaca sekalian tidak pernah mengalami hal-hal misalnya ini.. inget diludahi ya..matur nuwun