Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Sebenarnya sudah dua kali saya menyempatkan diri ke petilasan Kadipaten Jipang ini. Setahun sebelumnya, lebih tepatnya kunjugan yang pertama saya nir mendapatkan informasi apapun, alasannya keburu sore. Meski demikian, kunjungan pertama tersebut sudah cukup buat menawarkan rasa penasaran saya pada petilasan yang dalam sejarahnya penuh beserta intrik & lumuran darah tersebut.
Petilasan ini (Jipang) ini sekitar sekitar 50 kilometer arah tenggara Blora, lebih tepatnya berada pada Desa Jipang, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Ketika itu, saya masih ingat sekali kemarau sedang puncak-puncaknya. Terik menyengat.
Dalam lintasan sejarahnya, Kadipaten Jipang atau lengkapnya Jipang Panolan ini cukup mengharu biru. Sangat kental intrik suksesi kekuasaan yang berdarah-darah & mengharu-biru. Dulunya, kadipaten yang berkedudukan pada Desa Jipang yang berada persis pada tepi Begawan Solo terbilang cukup ramai. Selain sebagai pusat pemerintahan, pada bawah pemerintahan Arya Penangsang, sang Adipati Jipang ini juga sebagai bandar pendagangan yang terbilang cukup ramai pada masanya.
Meski statusnya adalah sebuah kadipaten, sejatinya Jipang Panolan adalah kerajaan dalam kerajaan, alasannya Jipang adalah kadipaten perdikan yang berkuasa penuh buat mengatur pemerintahannya sendiri. memang secara administratif pada bawah kekuasaan Demak, tapi Jipang nir timbul kewajiban buat membayar upeti/pajak pada kesultanan yang berpusat pada pesisir utara Jawa tersebut. Untuk lebih lengkapnya sanggup sampeyan baca Arya Penangsang : Ksatria yang Dihitamkan Sejarah.
Arya Penangsang ini sanggup dikatakan sangat kontroversial. Selengkapnya sanggup sampeyan baca pada tautan pada atas. Dalam mitosnya, konon Arya Penangsang ini terbilang sangat sakti selain alasannya keris pusakanya yakni Setan Kober, adipati ini juga mempunyai kuda yang konon juga kebal senjata apapun, Gagak Rimang. Saking saktinya, bahkan Joko Tingkir pun harus berpikir ulang buat langsung berhadap-hadapan langsung dengannya.
Sisa petilasan Kadipaten Jipang Panolan sehabis dihancurkan oleh Pajang yang masih timbul hingga sekarang diantaranya Petilasan Semayam Kaputren, Petilasan Bengawan Sore & Petilasan Masjid. Selain itu timbul juga Makam Kerabat Kadipaten waktu itu disebut Makam Gedong, didalam area makan tersebut terdapat Makam Raden Bagus Sumantri, Raden Sosrokusumo, Raden Ajeng Sekar Winangkrong, & Tumenggung Ronggo Admojo.
Kurang lebih 20 meter ditepian Bengawan Solo terdapat Makam Santri Songo yang dibunuh alasannya diduga mata-mata Pajang. Nah, pada antara kesembilan makam tersebut menurut kuncennya, timbul beberapa nama yang dikenal yaitu, Raden Bagus Sulaiman, Ismail, & Sulastri.
Terbukti petilasan ini banyak juga dikunjungi peziarah, seperti dikala saya pada lokasi makam tersebut. Ada seorang peziarah yang dipandu oleh juru kunci bertawasul pada beberapa makam. Dalam keterangan ungkap yang saya dapat dari kuncen yang katannya usianya sudah 80an tahun tersebut, peziarah yang datang ke lokasi ini tak hanya penduduk sekitar Blora & sekitarnya saja. Namun juga timbul yang datang spesifik dari Surabaya, Jakarta bahkan dari Kalimantan pun timbul. Mereka datang beserta berbagai maksud. Ada yang sekadar ingin mengunjungi & melihat dari dekat peninggalan sejarah zaman Mataram Islam ini.
Karena hari sudah menjelang dzuhur & sehabis urusan sang kuncen selesai beserta peziarah yang satu-satunya & katannya berasal dari Bojonegoro, Jawa timur tersebut. Akhirnya kami berdua diajak mampir kerumahnya & meneruskan obrolan tentang sosok Arya Penangsang, sang adipati kadipaten Jipang Panolan.
Dengan disuguhi teh hangat akhirnya beserta beserta menghela nafas panjang & sangat hati-hati dia mulai bercerita. Yang sebelumnya dia wanti-wanti agar saya nir keliru dalam menulis apa yang diceritakannya. Berikut saya rangkaikan cerita tentang sosok legendaris arya Penangsang & mitos-mitos lain yang menyertainya.
Arya Penangsang adalah adalah putra dari Pangeran Sekar Sedalepen, adik dari Sultan Demak yang kedua: Pangeran Pati Unus, & adalah anak kedua dari Raden Patah, Sultan Pertama dari Kesultanan Demak Bintoro.
Pati Unus hanya sebentar saja sebagai raja pada Demak, alasannya ia kemudian gugur ketika memimpin pasukan yang mencoba mengusir sepasukan bangsa Portugis yang menguasai Malaka. Karena Pangeran Sekar Sedalepen adik kedua dari Pati Unus juga meninggal, akhirnya yang sebagai raja selanjutnya adalah Pangeran Trenggono putra ketiga Raden Patah.
Menurut cerita Pangeran Sekar Sedalepen ini meninggal pada tepi sungai yang dibunuh oleh prajurit suruhan Pangeran Trenggono adiknya sendiri. Dan ia menghanyutkan anaknya Arya Penangsang yang masih bayi ke sungai agar selamat. Karena bencana konspirasi ini, posisi raja pada Demak kemudian diambil alih oleh Sultan Trenggono.
Singkat cerita, bayi yang dihanyutkan bapaknya ini kemudian ditemukan Sunan Kudus, ia dinamai Arya Penangsang alasannya dikala ditemukan bayi tersebut tersangkut pada tumbuh-tumbuhan pada pinggir sungai (Penangsang atau temangsang atau tersangkut). Setelah dewasa Arya Penangsang sebagai Adipati Jipang & berebut kekuasaan bekas kerajaan Demak beserta Raja Pajang Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir yang memindahkan pusat kerajaan Demak ke Pajang. Jaka Tingkir atau Mas Karebet ini hanya adalah menantu dari Sultan Trenggono.
Dalam peperangan ini banyak terjadi bencana yang hingga kini masih melegenda pada rakyat jipang. Konon, dalam perang itu buat pertahanan digalilah semacam parit yang mengelilingi jipang lalu dihubungkan beserta Bengawan Solo hingga terbentuk bulat sungai mengelilingi pusat kadipaten jipang.
Pada sore hari, alasannya pengaruh gravitasi bulan, air bengawan solo pasang sehingga parit yang memgelilingi Jipang tadi sebagai penuh. Oleh alasannya itu parit ini dinamai bengawan sore. Dan mitosnya parit tersebut juga diberi semacam kutukan bahwa siapa yang menyeberanginya akan celaka.
Dan akhirnya kutukan itu memakan tumbalnya yang justru sebagai bumerang bagi Arya Penangsang sendiri. Dengan cerdiknya Ki Juru Mertani seorang penasehat militer pasukan Pajang, meyuruh prajuritnya menunggangi kuda betina pada luar sungai Bengawan Sore. Dan dikala itu juga Arya Penangsang yang sedang menunggangi kuda jantannya yang terkenal , Gagak Rimang, sedang berada pada sisi lain Bengawan Sore.
Kontan saja si gagak rimang langsung berlari tak sanggup dikendalikan oleh Arya Penangsang menyeberangi Bengawan Sore alasannya tertarik beserta kuda-kuda betina yang ditunggangi prajurit Pajang. Akhirnya terjadilah kejadian pilu tersebut. Terjadi peperangan sengit Arya Penangsang beserta Sutawijaya, keliru seorang senapati Pajang, yang membawa tombak pusaka Kerajaan demak, Tombak Kyai Plered.
Cerita terputus alasannya tiba-tiba timbul serombongan peziarah yang meminta diantar oleh juru kunci. Selang hampir satu jam kemudian dia datang namun terlebih dahulu mengurus binatang ternak piaraanya.
Wis tekan ngendi mau cetane (sudah hingga mana tadi ceritanya) ? sapanya sembari menghisap kreteknya dalam-dalam.
Tombak Kyai Plered, Mbah? jawab saya mengingatkan. Sejurus kemudian cerita sambunganya pun meluncur disela kepulan asap rokoknya.
Sebenarnya Sutawijaya itu sendiri adalah masih terbilang keponakan Arya Penangsang & pada waktu itu masih muda sekali sehingga Arya Penangsang setengah hati meladeninya & hanya menangkis serangan-serangan bocah ingusan tersebut beserta tangan kosong. Tanpa menghunus keris saktinya, Keris Setan Kober. Dan beserta Tombak Kyai Plered Sutawijaya dapat merobek perut Arya Penangsang.
Tetapi beserta kesaktiannya arya Penangsang meskipun perutnya robek & ususnya terburai keluar, nir sedikitpun merasa kesakitan. Dengan santainya dia mengalungkan ususnya yang terburai pada gagang keris dipinggangnya. Dan beserta kesaktiannya juga Sutawijaya dapat dikalahkan. Namun, Arya Penangsang nir berniat membunuh keponakannya tersebut, yang diincar adalah Joko Tinggir musuh bebuyutannya.
Sekali lagi, alasannya Ki Juru Mertani yang banget cerdiknya memanas-manasi Arya Penangsang buat membunuh Sutawijaya. Akhirnya Aryo Penangsang terprovokasi juga. Dan mencabut keris saktinya setan Kober tersebut. Arya Penangsang lupa bahwa ia masih mengalungkan ususnya dikeris tersebut hingga akhirnya ususnya terpotong lalu meninggal. Tubuhnya lalu dibawa lari oleh kudanya & lari entah kemana. Hingga dikala ini nir timbul yang memahami pasti dimana sebenarnya kuburan Arya Penangsang.
Seperti diketahui dalam sejarah, Sutawijaya pada kemudian hari akhirnya sebagai raja pertama Mataram Islam beserta gelar Panembahan Senopati. Dan sehabis kekalahan itu tampaknya Jipang tak lagi sebagai pusat kadipaten & sekarang Jipang hanya sebuah Desa yang tanahnya begitu subur alasannya Bengawan Solo yang setiap kali selesai banjir meninggalkan lumpur humus yang subur.
Sisa-sisa kraton Kadipaten Jipang dikala ini masih begitu menyimpan keangkeran terlihat dari makam gedong yang pada kelilingi pohon-pohon besar yang begitu lebat yang sudah berumur ratusan tahun, dab beberapa makam yang dikelilingi kain mori putih. Terlihat sangat angker meskipun pada siang hari.
Sosok Arya Penangsang sebagai penguasa Jipang Panolan sangat dihormati rakyat Jipang. Karena rasa hormat itu pula, warga setempat hingga tak berani membicarakan tentang Adipati ini yang dibunuh oleh Danang Sutawijaya. Saat pertama kali saya mencari asal cerita pada penduduk disekitar makam, mereka bungkam & wanti-wanti agar saya menjaga sopan santun, terutama dikala masuk cungkup makam. Ada beberapa pantangan yang tak boleh dilanggar dikala berkunjung ke makam. Pantangan tersebut diantaranya dihentikan membawa benda-benda apapun yang timbul dilingkungan makam, bahkan secuil tanah sekalipun.
Kita dianjurkan buat uluk salam terlebih dahulu dikala masuk makam, & jangan tinggi hati atau menyepelekan hal-hal yang timbul pada komplek makam. Kalau nir ingin kualat!
Mitos-mitos lain yang brkembang pada rakyat jipang terkait beserta Arya Penangsang ini, misalnya timbul cerita yang membicarakan bahwa sesekali sirkulasi sungai Sengawan Solo yang berada disekat makam airnya berwarna merah darah. Darah itu diyakini berasal dari darah Arya Penangsang dikala terluka terkena Tombak Kyai Plered.Dan tak hanya itu, sesekali terdengar ringkikan kuda tunggangan sanga adipati, Gagak Rimang pada sekitar an Bengawan Sore. Konon pada bekas Bengawan Sore tersebut timbul pohon kelapa yang dulu timbul tempat tambatan si Gagak Rimang.
Mitos lain yang tabu bagi rakyat Jipang adalah menanggap Ketoprak beserta lakon yang mengambil peran Arya Penangsang sanggup sangat berbahaya.
Karena hari sudah menjelang maghrib, meski cerita yang sebenarnya semakin menarik, kami berdua tetap mohon diri alasannya kami harus pergi ke Tuban. Akhir kata dari penulis, cerita ini tak lebih dari hanya sekadar cerita ungkap. Tentu saja akan banyak yang disharmoni beserta cerita yang berdasar acuan manuskrip. Hanya ini dulu yang sanggup saya sampaikan. Akhir kata mohon maaf jika banyak kesalahan. Nuwun.