Selamat datang kembali kerabat perkerisan. Setelah sebelumnya kita ke Demak, Jawa Tengah. Kembali saya mengajak kerabat perkerisan melanjutkannya ke kota Kudus, Kota Kretek. Ya, sebab Kudus ialah keliru satu kota produsen rokok skala nasional, bahkan mungkin internasional. Djarum. Tapi jelajah ke Kudus ini kita tidak hendak membincang candu linting, akan tetapi mengenal lebih dekat meski dengan aksara kepada sosok pendiri kota kretek ini, yakni Jafar Shodiq atau Sunan Kudus. Sunan Kudus kepada dalam Babad Tanah Jawa dianggap menjadi Senopati atau Panglima Perang Kerajaan Demak Bintoro. Juga Senopati Waliullah, artinya beliau itu menjadi Senopatinya para Wali. Sebagai Senopati Kerajaan Demak beliau pernah memimpin peperangan melawan Majapahit yg kepada waktu itu dipimpin sang Adipati Terung.
Sedangkan menjadi Senopati para Wali beliau pernah ditugaskan untuk mengeksekusi Syekh Siti Jenar, seorang Wali yg tercerita meremehkan syariat menjadi akibatnya dianggap sesat. Pada bagian ini Insya Allah saya lanjutkan kepada kesempatan yg lain.
Meskipun beliau bernama Sunan Kudus, namun dalam babad tersebut bukan asli dari Kudus. Beliau pendatang dari wilayah Jipang Ponolan yg adalah wilayah kepada sebelah utara Blora. Di sana, beliau dilahirkan dan diberi nama Jafar Shodiq. Beliau adalah putra yg akan terjadi dari pernikahan Sunan Ngudung (Raden Usman Haji ) dengan Syarifah. Sunan Ngudung sendiri populer menjadi seorang panglima perang yg tangguh. Suatu hari, ia tewas dalam peperangan antara Demak dan Majapahit. Setelah itu putranya, yaitu Jafar shodiq menggantikan posisi ayahnya. Tugas utamanya ialah menaklukkan wilayah kerajaan Majapahit untuk memperluas kekuasaan Demak.
Jafar Shodiq tidak merasa asing ketika bertanggung jawab menjadi Senopati. Karena ketika beliau masih remaja, beliau tidak hanya mempelajari ilmu agama, namun juga ilmu ilmu yg lain. Seperti ilmu kemasyarakatan, politik, budaya, seni dan perdagangan. Selain kepada ayahnya, beliau juga pernah menimba ilmu kepada Sunan Ampel dan Kiai Telingsing. Nama yg belakang ini sebenarnya bernama asli Tai Link Tsing, ia berasal dari China. Karena pengucapan pengecap jawa menjadi Telingsing. Ketika itu China sudah dikenal menjadi Negara yg maju.
Menurut cerita, suatu hari Tai Li Tshing datang beserta Laksamana Cheng Hoo. Ketika itu laksamana Cheng Hoo berlayar dari negeri satu ke negeri lainnya. Di samping itu, Laksamana Cheng Hoo juga memiliki visi untuk menyebarkan Islam kepada wilayah Asia Tenggara. Dalam pelayarannya, ia mendarat kepada pelabuhan Semarang.
Tai Li Tshing ikut dan dalam rombongan Cheng Hoo. Dalam perjalanannya, akhirnya ia hingga kepada Blora, Jawa Tengah. Kemudian ia mengembangkan dakwah Islam kepada wilayah Juwana, Pati, yg berdekatan dengan Blora. Dan Jafar Shodiq adalah murid kesayangan dari Tai Li Tsing. Maka sangat masuk akal apabila Jafar Shodiq selain mendapatkan ilmu agama, juga mendapatkan ilmu sosial dan kemasyarakatan, dan ilmu-ilmu yg lain.
Pada kenyataannya, Jafar Shodiq menjadi senopati kerajaan Demak Bintoro, bisa menunjukan kehebatannya yg tak kalah dengan kepiawaian ayahnya kepada medan perang. Beliau berhasil mengembangkan wilayah kerajaan Demak ke arah timur hingga mencapai Madura, dan arah barat hingga Cirebon. Kemudian sukses ini memunculkan cerita kesaktiannya. Misalnya, sebelum perang, Jafar Shodiq diberi Badong (semacam rompi)) sang Sunan Gunung Djati. Badong itu dibawahnya berkeliling arena perang.
Konon, Dari Badong sakti itu. Keluarlah juataan tikus yg juga sakti. Kalau dipukul maka tikus itu tidak meninggal, namun mereka semakin mengamuk sejadi-jadinya. Pasukan Majapahit ketakutan menjadi akibatnya mereka lari tunggang langgang. Jafar Shodiq juga memiliki sebuah peti, yg bisa mengeluarkan jutaan tawon. Banyak prajurit Majapahit yg tewas disengat tawon itu. Pada akhirnya, pemimpin pasukan Majapahit, yaitu Adipati Terung menyerah kepada pasukan Jafar Shodiq.
Kesuksesannya mengalahkan Majapahit membentuk posisi Jafar Shodiq semakin kuat. Kemudian beliau meninggalkan Demak sebab ingin hidup merdeka dan membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama islam. Lalu, beliau pergi menuju ke Kudus. Namun, kedatangannya kepada Kudus tidak jelas. Ketika ia menginjakkan kaki kepada Kudus, kota itu masih bernama tajug. Dalam cerita yg lain, syahdan orang yg mula-mula mengembangkan islam kepada kota tajug sebelum Jafar Shodiq ialah Kiai Telingsing. Cerita ini menerangkan bahwa kota itu sudah berkembang sebelum kedatangannya.
Awalnya, Jafar Shodiq hidup kepada tengah jamaah dalam grup kecil kepada tajug. Jamaah itu adalah para santri yg dibawanya dari Demak. Sebenarnya mereka ialah tentara yg ikut beserta Jafar Shodiq memerangi Majapahit. Setelah jamaahnya semakin banyak ia kemudian membangun masjid menjadi loka ibadah dan pusat penyabaran agama. Tempat ibadah yg diyakini dibangun sang Jafar Shodiq ialah masjid Menara Kudus yg masih berdiri hingga kini. Dalam sejarah yg tercatat, Masjid ini didirikan kepada 956 H yg bertepatan dengan 1549 M.
Kota Tajug pun menerima nama baru, yakni Quds, yg kemudian berubah menjadi Kudus. Kemudian kepada akhirnya Jafar Shodiq sendiri dikenal dengan sebutan Sunan Kudus. Dalam menyebarkan agama islam, Sunan Kudus mengikuti gaya Sunan Kalijaga, yakni dengan model tutwuri handayani. Artinya, Sunan Kudus tidak melakukan perlawanan keras, melainkan mengarahkan rakyat sedikit. Sebab, ia memang banyak berguru kepada Sunan Kalijaga. Cara berdakwah Sunan Kudus pun yg meniru cara yg dilakukan Sunan Kalijaga, yaitu menoleransi budaya setempat, bahkan cara penyampaiannya lebih halus. Itu sebabnya para wali memilih dirinya untuk berdakwah kepada kota Kudus.
Ketika itu, rakyat suci masih banyak yg menganut agama Hindu. Maka, Sunan Kudus berusaha memadukan kebiasaan mereka ke dalam syariat islam secara halus. Misalnya, ia justru menyembelih kerbau bukan sapi ketika hari raya Idul Qurban. Itu adalah dari penghormatan Sunan Kudus kepada para pengikut Hindu. Sebab, ajaran agama hindu memerintahkan untuk menghormati sapi.
Setelah berhasil menarik umat Hindu memeluk agama Islam, Sunan Kudus bermaksud menjaring umat Budha untuk memeluk islam juga. Ia memiliki cara yg cukup unik untuk menarik perhatian mereka. Setelah Sunan Kudus mendirikan masjid, ia membentuk padasan (loka berwudhu), dengan pancuran berjumlah delapan. Masing-masing pancuran diberi arca kepada atasnya.
Pertanyannya, mengapa Sunan Kudus melakukan ini? Ternyata, Sunan Kudus ingin menarik simpati umat Budha, sebab dalam ajaran Budha masih terdapat delapan ajaran yg dinamakan Asta Sanghika Marga. Isi ajaran tersebut ialah seseorang wajib memiliki pengetahuan yg benar, merogoh keputusan yg benar, mengatakan yg benar, bertindak atau berbuat yg benar, hidup dengan cara yg benar, bekerja dengan benar, beribadah dengan benar dan menghayati agama dengan benar.
Akhirnya, urusan ekonomi itu pun membuahkan asil, menjadi akibatnya banyak orang yg bergama Budha berbondong-bondong memeluk Islam. Demikian pula dalam hal adat istiadat, beliau tidak pribadi menentang rakyat yg melenceng dari ajaran Islam secara keras. Sebagai contoh, rakyat seringkali menambur bunga kepada perempatan jalan, mengirim sesajen kepada kuburan dan adat lain yg melenceng dari ajaran islam. Sunan Kudus tidak pribadi menentang adat itu, tetapi ia mengarahkannnya sinkron ajaran Islam dengan pelan-pelan. Misalnya, Sunan Kudus mengarahkan agar sesajen yg berupa makanan diberikan kepada orang yg kelaparan. Ia juga mengajarkan bahwa meminta permohonan bukan kepada ruh, tetapi kepada Allah SWT.
Dengan cara yg simpatik tersebut membentuk para penganut agama lain bersedia mendengarkan ceramah agama Islam dari Sunan Kudus. Surat Al Baqarah yg dalam bahasa Arab berarti sapi, seringkali dibacakan sang Sunan Kudus untuk lebih memikat pendengar yg beragama Hindu. Bahkan membangun Masjid Kudus dengan tidak meninggalkan unsur aristektur Hindu. Contoh yg kerabat perkerisan bisa lihat hingga kini ialah bentuk menara kepada Masjid Menara Kudus tetap menyisakan arsitektur gaya Hindu. Di antara bekas peninggalan Sunan Kudus ialah Masjid Raya Kudus yg kemudian dikenal dengan sebutan Menara Kudus. Di halaman masjid tersebut masih terdapat sebuah menara antik yg rupawan. Bukti akulturasi kepada agama sebelumnya kepada kota Kudus.
Kembali sebentar kepada narasi pembuka goresan pena ini. Adapun mengenai dari usul nama Kudus bahwa Sunan Kudus pernah pergi naik haji sembari menuntut ilmu kepada tanah arab, kemudian beliau juga mengajar kepada sana. Konon, rakyat Arab waktu itu terserang suatu wabah penyakit yg membahayakan. Dan, penyakit itu mereda berkat jasa Sunan Kudus. Karena itu, seorang pejabat setempat berkenan untuk membagikan sebuah bantuan perdeo kepadanya. Tetapi ia menolaknya dan hanya meminta sebuah batu menjadi kenang-kenangan. Menurut suatu cerita, batu tersebut berasal dari kota Baitul Maqdis atau Jerusalem. Maka, untuk memperingati kota loka jafar Shodiq hidup dan tinggal, kemudian beliau memberinya nama Kudus. Bahkan, menara yg masih terdapat kepada depan masjid pun menjadi tekanan dengan sebutan Menara Kudus.
Cerita celoteh lain yg menarik ialah kebiasaan unik Sunan Kudus dalam berdakwah, yakni beliau selalu mengadakan acara bedug dandangan. Acara ini adalah kegiatan menunggu kedatangan bulan ramadhan. Beliau menabuh beduk bertalu-talu untuk mengundang para jmaah ke masjid. Beliau pun mengumumkan hari pertama puasa sehabis jamaah berkumpul kepada masjid.
Sekarang ini, cara dandangan masih berlangsung tapi sudah jauh aslinya. Banyak orang datang kea real masjid menjelang ramadhan. Tetapi, mereka bukan hendak mendengarkan pengumuman awal puasa. Mereka hanya membeli banyak sekali makanan yg dijajakan para pedagangan musiman. Sunan Kudus sendiri wafat dan dimakamkan kepada sebelah barat masjid Jami Kudus. Jika kita memandang Menara Masjid Kudus terdapat yg lain, aneh, dan artistik, biasaya kita pribadi teringat kepada pendidirinya, yaitu Sunan Kudus.
Demikianlah sedikit ulasan mengenaicerita Sunan Kudus, mengenai dari usul, cara berdakwahnya, dan peninggalannya. Semoga goresan pena singkat ini bisa menambah pengetahuan kita semua tentang para wali khususnya Sunan Kudus. Sebagai keliru seorang anggota Walisongo penyebar Islam kepada pulau Jawa, khususnya wilayah Kudus segaligus dapat meneladani sifat terpuji beliau. Akhir istilah apabila dianggap goresan pena ini membawa manfaat, silahkan kepada share atau kepada berikan merata kepada yg lain. Sampai ketemu lagi kepada goresan pena perkerisan selanjutnya. Maturnuwun