Dunia Keris Jarak yg paling jauh artinya waktu, begitulah suara sebuah ungkapan yg familiar ditelinga kita. Satuan waktu dalam rentang satu hari kita mengenalnya 24 jam berakumulasi menjadi bulan & terakhir tahun. Dentang jam di malam tahun baru selalu ditunggu orang beserta penuh keceriaan. Beda beserta apa yg diklaim jam geologis, dentangannya sangat tidak diperlukan karena itu berarti selangkah lebih dekat kepada periode zaman es. Pada ketika itu barangkali peradaban insan telah musnah.
Seorang anak insan perlu makan, tidur, bangun, bekerja, & beristirahat. Hal yg sama terjadi kepada bumi kita ini. Bumi dapat dipersonifikasikan beserta insan yg maupun melakukan hal yg sama kendati tentu saja dalam skala yg jauh lebih besar. Di dalam hati bumi ada jam geologis yg membuatnya sesekali pergi ke keadaan tertentu. Suatu keadaan yg sangat tidak menyenangkan.
Kali ini jam geologis akan membawa bumi ke periode panjang zaman es. Sebagian ilmuwan malah memperkirakan bahwa pengaruh tempat tinggal kaca akan meningkatkan kecepatan kembalinya bumi ke zaman es, kurang lebih 2000 tahun lagi.
Dalam dongeng & mitologi disebutkan bahwa setelah berlangsung masa beku tak pernah mati, para ilahi mengirimkan panas & barah ke mayapada. Bumi lalu menjadi mirip orang tua yg penyayang, lezat dihuni & nyaman. Perlahan-lahan terbentuk peradaban. Muncul lukisan antik di goa-goa. Menyusul goresan pena cuneiform atau goresan pena paku, yg segera diikuti bahasa tertulis, pembangunan piramida, & penyusunan sejumlah peta langit oleh para astronom Cina.
Semuanya ini mungkin karena ada jeda waktu berasal suatu zaman es, yg tidak tertahankan, ke zaman es berikutnya. Barangkali ini tidak dapat diklaim kiamat dalam arti sebenarnya. Akan akan tetapi faktor pemusnah kehidupan itu ada.
Periode peradaban insan, yg dimulai semenjak zaman Sumeria kurang lebih 7000 tahun lalu hingga sekarang, diklaim interglacial. Inilah masa di mana siklus es dapat dikatakan hanya menarik napas sementara waktu, lalu pergi lagi ke zaman es berikutnya. Datangnyapun telah hampir kurang lebih 2000 tahun lagi.
Dengan demikian, insan jangan berbangga dulu beserta semua pencapaiannya. Baru membangun peradaban 7000 tahun telah datang lagi zaman es yg akan membekukan semuanya selama 110.000 tahun. Maklumlah masa interglacial hampir berakhir. Intensitas sinar matahari yg menimpa daerah Sub-Arktik, musuh alami berasal proses percepatan zaman es, telah hingga dipuncaknya & tidak akan meningkat lagi selama ribuan tahun.
Jila masa lalu dijadian patokan, maka dalam 2000 tahun lapisan es berasal kutub utara & selatan yg maju terus, akan nyaris menjangkau khatulistiwa.
Memang datangnya zaman es tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kebiasaan yg ditimbulkannya pun pasti mengerikan. Kota-kota besar di bumi akan tertutup selimut es. Daerah pertanian yg menjadi keranjang roti rakyat Eropa & Amerika bakal berubah wajah menjadi padang tundra yg tidak lagi menghasilkan apapun. Tidak terhitung lagi berapa ribu spesies yg bakal musnah. Selarik mini daerah di ekuator yg masih dapat dihuni, serta merta akan jadi rebutan semua penghuni bumi.
Penduduk berasal poly sekali penjuru mayapada maju memakai aturan rimba buat merebut tanah yg masih sanggup dihuni tersebut. Dan bumi jadi tidak wajar balau karena hasrat mempertahankan hidup akan jauh lebih bertenaga berasal kepada hasrat mentaati peraturan rakyat insan.
Sebutulnya apa penyebab abad es itu? Beberapa rahasia alam belum terpecahkan hingga ketika ini. Namun kepada tahun 1920-an seorang pakar matematika Yugoslavia, Milutin Milankovitch, menegaskan bahwa varian orbit bumi serta aksis inklinasinya terpola antara 23000, 41000, & 100.000 tahun.
Dengan ungkap lain, penerangan konvensional mengenai abad es buat ad interim bertumpu kepada siklus orbit bumi. Sementara itu, sejumlah pakar mencoba mencari faktor pemicu yg meningkatkan kecepatan proses kembalinya bumi ke zaman es. Menurut William Ruddiman & Mauren Raymo berasal Universitas Kolumbia, menyatakan bahwa kurang lebih 40 juta tahun lalu ketika kekuatan tektonik menyebabkan gaya angkat kepada Plato Tibet, terbentuklah pegunungan Himalaya.
Pegunungan ini kepada gilirannya menjadi kendala primer bagi arus angin di bumi. Hal ini tentu saja memberi eksentuasi yg bertenaga kepada pergeseran iklim. Naiknya elevasi pegunungan ini membarui pola hujan sedemikan rupa menjadi akibatnya menjadikan karbondioksida di atmosfer lenyap lebih cepat berasal yg pernah terjadi. Faktor ini menjadi penyebab terjadinya pendinginan mayapada.
Perlu ditambahkan maupun, kepada ketika ini umat insan membahayakan dirinya sendiri beserta cara terlalu boros menghabiskan minyak bumi & hutan tropis. Pemborosan dalam bentuk pembakaran ini terang menaikkan jumlah karbondioksida ke angkasa. Dengan begitu, pengaruh tempat tinggal kaca kian dipercepat. Bumi makin panas & kedatangan abad es jadi lebih maju berasal yg seharusnya.
Ya, teori memang bermunculan. Tetapi sayang, hingga ketika ini ilmuwan kita belum sanggup memahami hingga tuntas mengapa tiba-tiba muncul abad es, mengapa tiba-tiba berhenti, & mengapa kemudian berulang pergi.
Sebagian mereka memperhitungkan bahwa sekali lempengan es raksasa menutupi belahan bumi utara, prosesnya akan terus mengakselerasi & bumi akan terperangkap dalam kebekuan yg luar biasa. Sebabnya terang, sebagian besar daratan bumi menjelma menjadi lapisan putih salju, yg bakal memantulkan mayoritas panas mentari ke angkasa luar.
Dengan semakin menebalnya lempengan es & salju, bobotnya menjadi begitu besar menjadi akibatnya menghancurkan kulit bumi (mantel). Dalam kaitan beserta datangnya abad es ini, boleh dikata bahaya telah diambang pintu. Proses telah menggejala, jam geologis telah berdetak.
Maka para pakar buru-buru mengirim pesan buat umat penghuni bumi, Jangan tunggu hingga bahaya jadi fenomena & menghancurkan kita.
Satu-satunya asa artinya remineralisasikan bumi sekarang maupun. Karena kebekuan abad es bakal menciptakan segalanya jadi mustahil.
Pernah dengar mengenai remineralisasi? Ya, debu-debu halus yg mengandung zat hara dihamburkan ke hutan-hutan di seluruh bumi buat meningkatkan kecepatan proses pertumbuhan hutan. Pada saatnya, hutan akan mengembalikan ekuilibrium karbon di atmosfir hingga kepada taraf yg nyaman. Kondisi hidup menjadi lebih menyenangkan.
Namun ini soalnya, orang gila mana yg mau menggiling tanah & bebatuan hingga halus hanya buat menyebarkannya di hutan? Keturunan kita, mungkin saja.
Kalau tidak, maka pilihannya artinya bersicepat mencari sejengkal tanah yg telah dipetak-petak di khatulistiwa sebelum terjadi demam tanah. Istilah ini merujuk kepada sebuah sebutan antik demam emas kepada abad ke 18 di Amerika Serikat & Kanada. Ketika itu semua orang tergoda mengimpikan emas di kawasan pertambangan.
Bedanya, bila datang kiamat isu terkini dingin, logam mulia tidak lagi jadi rebutan. Semua orang hanya akan berlomba cepat buat satu hal yaitu sekapling emas hitam di khatulistiwa. Nuwun.