Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Legenda yang aku narasikan ini aku konfiden sudah akrab ditelinga para kerabat perkerisan. Pertimbangan aku, sepertinya kurang afdol menjadi wong Jogja (meski pendatang) nir menuliskan keliru satu ke-khas-annya.
Siapa yang tak kenal Candi Prambanan? Kalau hingga gak kenal yo kebangeten cah. Candi yang terletak persis dilintasi perbatasan DIY – Jawa Tengah ini memang memiliki sejuta pesona. Prambanan kerap disebut pula menjadi Candi Roro Jonggrang. Candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun kepada abad ke-9 Masehi atau sekitar tahun 850 oleh Wangsa Sanjaya di era Mataram Kuno.
Banyak yang beranggapan Prambanan merupakan keliru satu candi terindah di Asia Tenggara. Selain itu, mirip lazimnya peninggalan peradaban masa kemudian Candi Prambanan pula menyimpan cerita legenda untuk kita resapi. Seperti apa legendanya, ayo kita menerabas lorong waktu kepada abad ke 9 Masehi silam.
Sebaik dan sebanyak apapun persembahan cinta dan taburan bunga yang diberikan, bila keliru satu pasangan nir mencicipi hal yang sama, maka semua kilauan cinta dan taburan bunga nir lagi berarti. Karena nir semua kilauan itu merupakan emas.
Seperti halnya Bondowoso dengan sekuat energi dan daya upaya menyelesaikan megaproyek membuat seribu candi, akan tetapi dia membabi buta padahal sebelumnya Roro Jonggarang sudah nir mau mendapat pinangannya. Dan untuk menggagalkan hasrat dan asa Bondowoso yang menggebu itu, Roro Jonggrang mengajukan syarat yang berat dan muskil, 2 sumur Jalatunda dan seribu candi.
Ada yang membicarakan bahwa, cerita Roro Jonggrang ini termasuk kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang mampu dijadikan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Pesan moral yang mampu dipetik sumber cerita ini merupakan impak yang ditimbulkan sumber sifat curang dan licik. Sifat ini tampak kepada kelicikan Roro Jonggrang dalam menggagalkan urusan ekonomi Bandung Bondowoso membuat seribu candi supaya nir menikahinya.
Akibatnya, dia pun dikutuk menjadi arca oleh Bandung Bondowoso. Kelicikan Roro Jonggrang merupakan impak. Sebab keluarga yang dikasihi dan kerajaannya ditaklukan secara paksa, pertahanan terakhirnya merupakan tubuh dan pikirannya. Maka 2 hal itulah yang akan dipertahankan dan dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya hingga titik darah terakhir.
Syahdan, kepada jaman dahulu kala, ada seorang raja yang bernama Prabu Baka yang bertahta di Prambanan. Ia seorang raja yang sakti dan bijaksana. Prabu Baka ini memiliki seorang putri anggun yang diberi bernama Roro Jonggrang. Prabu Baka sangat mengasihi putri tunggalnya itu. Sebagai wujud kasih sayangnya kepada putrinya, dia mewariskan seluruh kebijaksanaan dan kepandaian yang dimilikinya. Maka jadilah Roro Jonggrang seorang putri yang anggun jelita dan cerdas.
Sementara itu di tempat lain, tersebutlah sebuah kerajaan yang tak kalah besarnya dengan Prambanan, yakni Kerajaan Pengging. Kerajaan itu memiliki seorang ksatria yang sakti yag tak lain merupakan putra sumber raja Pengging sendiri bernama Bondowoso. Kesaktian Bondowoso terletak kepada senjatanya yang bernama Bandung. Selain itu, Bondowoso pula memiliki balatentara berupa makhluk-makhluk halus. Jika membutuhkan donasi, Bondowoso mampu mendatangkan makhluk-makhluk halus tersebut dalam waktu sekejap.
Suatu waktu, Raja Pengging bermaksud memperluas wilayah kekuasaannya. Ia pun memerintahkan Bondowoso dan pasukannya untuk menyerang Prambanan. Keesokan harinya, berangkatlah Bondowoso dengan pasukannya ke Prambanan. Setibanya di Prambanan, mereka pribadi menyerbu masuk ke dalam istana. Prabu Baka pun nir tinggal diam. Ia segera memerintahkan pasukannya untuk menahan agresi pasukan Bondowoso yang tiba secara tiba-tiba. Pertempuran sengit pun tak terelakkan lagi. Apa mau dikata, lantaran pasukan Prabu Baka kurang persiapan dalam pertempuran itu, akhirnya pasukan Bondowoso berhasil menaklukkan mereka.
Prabu Baka sendiri tewas terkena senjata sakti Bandowoso yang bernama Bandung. Sejak itu, Bondowoso pun dikenal dengan nama Bandung Bondowoso. Setelah Bandung Bondowoso dan pasukannya memenangkan pertempuran itu, Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati istana Prambanan dan menjadi raja di sana. Setelah itu, Bandung Bondowoso pun segera menempati istana Prambanan, kerajaan taklukan barunya.
Pada saat hari pertama menempati istana Prambanan, dia pribadi termakan melihat kecantikan Roro Jonggrang. Love at the first sight (ungkapan anak belia sekarang) pribadi menyelingkupi Bandung Bondowoso. Ia bermaksud meminang dan menikahi Roro Jonggrang untuk dijadikan permaisuri. Namun, putri jelita itu sebenarnya memberikan rasa enggan. Sebab, Bandung Bondowoso merupakan orang yang membunuh ayahnya. Di sisi lain, dia tak berani menolak pinangan Bandung Bondowoso lantaran pertimbangan keselamatan nyawanya.
Numpang nampang 🙂
Roro Jonggrang nir pribadi menjawab pertanyaan itu. Ia hanya terdiam dan kebingungan. Sebenarnya, dia amat membenci Bandung Bondowoso lantaran sudah membunuh ayahnya. Setelah berpikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara untuk menolak lamaran itu dengan cara yang halus. Roro Jonggrang bersedia mendapat lamaran itu, tapi Bandung Bondowoso harus memenuhi satu syarat dengan membuatkan seribu candi dan 2 butir sumur dalam waktu semalam. Tanpa berpikir panjang, Bandung Bondowoso pun menyanggupinya, lantaran dia konfiden mampu memenuhi syarat itu dengan donasi balantentaranya.
Pada malam harinya, Bandung Bondowoso mengundang balatentaranya yang berupa makhluk halus tersebut. Proyek ini harus lebih cepat dan terselesaikan dari rencana, nir mirip proyek Wisma Atlet di Hambalang yang terbengkalai itu.mDalam waktu sekejap, balatentaranya pun tiba dan segera membuat candi dan sumur sebagaimana permintaan Roro Jonggrang. Mereka bekerja dengan sangat cepat. Pada 2 pertiga malam, mereka hampir menyelesaikan seribu candi. Hanya tinggal tiga butir candi dan sebuah sumur yang belum mereka selesaikan.
Roro Jonggrang yang ikut menyaksikan pembuatan candi itu mulai khawatir. Roro Jonggrang pergi berpikir keras dan dia pun menemukan jalan munculnya. Ia akan membuat suasana menjadi mirip pagi, menjadi akibatnya para makhluk halus tersebut menghentikan pekerjaannya sebelum menyelesaikan seribu candi.
Para Mbok emban yang masih setia kepadanya kemudian diperintahkan oleh Roro Jonggrang untuk segera bangun, kemudian mereka kemudian disuruh untuk membakar jerami dan menumbuk padi di lesung, serta menaburkan bunga-bunga yang harum baunya. Tak berapa usang, tampaklah cahaya kemerah-merahan sumber arah timur impak sumber pembakaran jerami. Suara lesung pun terdengar bertalu-talu. Bau harum bunga-bungaan mulai tercium. Beberapa saat kemudian, suara ayam jantan berkokok bersahut sahutan mulai terdengar. Para balatentara Bandung Bondowoso yang notabene merupakan bangsa jin pun segera menghentikan pekerjaannya, lantaran mengira hari sudah pagi. Mereka pergi meninggalkan tempat pembuatan candi tersebut, padahal kurang sebuah candi lagi yang belum mereka selesaikan.
Batu-batu berukuran akbar masih berserakan di tempat tersebut. Melihat balatentaranya akan pergi ke alamnya, Bandung Bondowoso berteriak dengan suara keras supaya pergi lantaran hari belum pagi. Para makhluk halus tersebut nir menghiraukan teriakannya, kode alam bagi mereka merupakan pasti. Akhirnya, Bandung Bondowoso dengan kekesalannya berniat meneruskan pembangunan candi itu untuk menggenapi seribu candi. Namun belum terselesaikan candi itu dia buat, pagi sudah menjelang. Ia pun gagal memenuhi permintaan Roro Jonggrang. Mengetahui kegagalan Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang segera menemuinya di tempat pembuatan candi itu. Dengan nada mengejek Roro Jonggrang bertanya wacana proses pembuatan candi tersebut kepada Bandung Bondowoso.
Betapa marahnya Bandung Bondowoso melihat perilaku Roro Jonggrang itu. Apalagi sehabis dia mengetahui bahwa Roro Jonggrang lah yang sudah menggagalkan usahanya. Ia pun melampiaskan kemarahannya dengan mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca. Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, seketika itu pula Roro Jonggrang berubah menjadi arca batu. Sebuah pilihan sumber perlawanan atas otoritas dirinya yang akan diperkosa secara paksa, walaupun sudah bertabur banyak "cinta" dan "bunga".
Para Mbok emban yang membantu Roro Jonggrang pula tak luput sumber kutukan Bandung Bondowoso. Mereka dituding terlibat dalam persekongkolan dengan Roro Jonggrang. Yakni, berbuat curang supaya Bandung Bondowoso gagal. Atas dakwaan tersebut, mereka dikutuk tak laku kawin sebelum usia tua atau sebelum mereka pindah ke tempat lain. Legenda ini menarik untuk ditelisik. Terutama di wilayah dekat Candi Sewu dan Candi Prambanan. Yakni, apa benar ada perempuan setempat yang nir kunjung menikah meski usianya paro baya. Mungkinkah ada hubungannya dengan mitos kutukan Bandung Bondowoso tersebut atau alasannya lain. Ah, legenda memang selalu menunjukkan hal-hal menarik.
Arca Roro Jonggrang yang ada di Candi Prambanan sebenarnya merupakan arca Durga atau nama lengkapnya Durgamahisasuramardhini. Entah bagaimana masyarakat waktu itu bisa mengaitkannya. Yang jelas arca Durga di Prambanan memang satu-satunya arca perempuan yang jelas terlihat di wilayah candi.
Durgamahisasuramardhini merupakan adonan sumber ungkap Durga, Mahisa, Asura, dan Mardhini. Dewi Durga merupakan nama lain sumber Parwati, isteri Dewa Shiwa dalam bentuk murkanya. Mahisa berarti kerbau, Asura berarti super besar, sedangkan Mardhini berarti menghancurkan atau membunuh. Jadi, Durgamahisasuramardhini berarti Dewi Durga yang sedang membunuh super besar yang ada di atas tubuh seekor kerbau. Durga merupakan sosok dewi yang terkenal di India, dan dipuja banyak umat Hindu. Di India, Durga dipuja di ekspresi dominan gugur kepada pertengahan kedua bulan Asvina di wilayah timur bahari negara itu.
Candi Ratu Boko
Dalam mitologi Hindu, Dewi Durga merupakan pembunuh mahisa (kerbau) penjelmaan asura (super besar musuh para ilahi). Dewi Durga memang ditugaskan untuk mengalahkan asura yang bisa berkembang menjadi jadi banyak sekali macam bentuk, termasuk super besar mini yang ada di arca Roro Jonggrang. Sebagai dewi yang digambarkan sedang berperang, Durga membawa senjata kepada delapan tangannya. Tangan atasnya membawa cakra yang diberikan oleh Dewa Wisnu. Dia pula bawa pedang yang panjang dan busur panah dengan mata panahnya. Tangan lainnya bawa pitaka (perisai) dan cangkang kerang pemberian Dewa Wisnu. Durga digambarkan dalam adegan kemenangan sehabis berhasil mengalahkan asura yang berubah bentuk mirip kerbau yang akbar.
Tradisi pemujaan kepada Durga masih bertahan dalam masyarakat Jawa, bahkan hingga sekarang. Tiap tahun, Kraton Kasunanan Surakarta selalu menggelar upacara norma Mahesa Lawung di Alas Krendhowahono di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Di sini para abdi dalem mempersembahkan sesajian di hadapan arca Durga Durgamahisasuramardhini yang ada di wilayah hutan tersebut.
Upacara Mahesa Lawung dilaksanakan setiap tahun kepada hari ke 40 sehabis program Grebeg Maulud. Ritual puncak sumber upacara Mahesa Lawung merupakan penguburan potongan ketua kerbau di Hutan Krendowahono. Ini merupakan bentuk pengingatan kemenangan Durga atas Mahisasura. Namun kini Upacara Mahesa Lawung merupakan simbol pemberantasan sifat-sifat nir baik di dalam diri manusia, terutama kebodohan. Diharapkan dengan mengorbankan ketua kerbau yang mewakili sifat-sifat nir baik dalam diri manusia tersebut tercipta keseimbangan alam dengan kehidupan manusia. Nuwun.