Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Tuhan Yang Maha Esa tak terjangkau oleh pikiran manusia. Tapi, dalam sejarah umat manusia, ia mampu dipersepsikan oleh berbagai kelompok yang mengangkat kepercayaan sebagai pedoman hidup.
Dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya dengan Tuhan, yang berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Tuh Hyang, yang memiliki arti roh atau dewa yang memiliki posisi tertinggi dalam khayangan atau surga. Berbicara tentang Tuhan, maka nilai yang akan kita berikan adalah tidak terhingga. Berada pada setiap dimensi di alam semesta, membaur diri dengan alam semesta, tidak memiliki batasan, memiliki perulangan tak memiliki nilai. Tiap-tiap kepercayaan penganut paham monotheisme memiliki nama untuk Tuhan.
Contoh : Islam : Allah swt, Nasrani : Allah (Bapa), Yesus (Putra), Roh Kudus, (Konsep Trinitas), Yahudi : Iehovah (atau tak jarang disebut Yehuwa, Yahweh, Jehovah). Hindu dengan konsep ketuhanan Parabrahman yaitu Syiwa, Wisnu, & Brahma; Buddha yang menyebut Tuhan sebagai, "Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam" (Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan & Yang Mutlak) & konsep Buddha ini hampir sama dengan konsep Tuhan sesuai Henok (kini kepercayaan ini hanya terdapat di Afrika, tepatnya pusatnya di Ethiopia, konsep Yahudi kuno berdasar Enoch). Dan banyak lagi nama-nama & konsep-konsep dari kepercayaan-kepercayaan yang lainnya.
Selama berabad abad banyak orang yang mencari jawaban tentang konsep Tuhan yang selalu di percaya oleh manusia sebagai Keberadaan Yang Paling Tertinggi, keberadaan yang selalu dipuja & diagungkan sebagai sumber dari seluruh kebenaran yang terdapat. Namun, dalam pencarian tadi, banyak pendapat yang bermunculan dari para pencari makna tentang konsep Tuhan yang sesungguhnya.
Banyak para pemikir & para filsuf yang bermunculan & memberikan pendapat mereka tentang makna Tuhan. Banyak pendapat yang mendukung & meyakini dengan sungguh sungguh bahwa Tuhan merupakan keberadaan tertinggi, yang tak mampu dijangkau oleh akal manusia. Walaupun Tuhan tak mampu dilihat dengan indera manusia secara langsung, tetapi Tuhan adalah keberadaan sejati sebagai pencipta alam semesta & penggerak kehidupan manusia serta seluruh mahluk hidup yang terdapat di global ini.
Pada awalnya, manusia menciptakan satu Tuhan yang merupakan Penyebab Pertama bagi segala sesuatu, & Penguasa langit & bumi. Dia tidak terwakili oleh citra apa pun, & tidak memiliki kuil atau pendeta yang mengabdi kepada-Nya. Dia terlalu luhur untuk ibadah manusia yang tak memadai. Kemudian, perlahan-lahan, Dia memudar dari kesadaran umatnya.
Dia sudah menjadi begitu jauh, sehingga mereka memutuskan bahwa mereka tidak lagi menginginkan-Nya. Pada akhirnya, Dia bahkan dikatakan sudah menghilang. Begitulah teori yang dipopulerkan Wilhelm Schmidt dalam The Origin of Idea of God, yang pertama kali diterbitkan pada 1912. Schmidt menyatakan, sudah lahir suatu monoteisme primitif sebelum manusia mulai menyembah banyak dewa.
Suku-suku pribumi di Afrika masih menganut konsep ini. Di Lembah Tigris-Eufrat, yang berada di wilayah Pemerintah Irak masa kini, sejak 4000 Sebelum Masehi (SM) sudah bermukim manusia yang kemudian dikenal sebagai orang Sumeria. Mereka sudah membangun salah satu kebudayaan oikumene (global berperadaban) terbesar yang pertama.
Di kota-kota Ur, Erech, & Kish, orang Sumeria menciptakan aksara cuneiform mereka, serta membangun menara kuil hebat yang disebut ziggurat. Mereka juga mengembangkan aturan, sastra, & mitologi yang mengesankan. Lalu wilayah tadi diinvasi oleh orang Akkadian Semitik, yang kemudian mengadopsi bahasa & peradaban Sumeria.
Pada sekitar 2000 SM, orang Amorit menaklukkan peradaban Sumeria Akkadian, & menjadikan Babilonia sebagai ibu kota mereka. Dalam perkembangannya, sekitar 500 tahun kemudian, orang Asyur yang bermukim tak jauh dari situ menguasai Babilonia pada abad ke 8 SM. Tradisi Babilonia ini juga mempengaruhi mitologi & kepercayaan Kanaan, yang akan menjadi Tanah yang Dijanjikan bagi orang-orang Israel Kuno.
Sebagaimana masyarakat di global purba lainnya, orang Babilonia menisbahkan prestasi kebudayaan mereka kepada dewa-dewa yang sudah mewahyukan gaya hidup mereka sendiri kepada nenek moyang mitikal masyarakat Babilonia. Itulah sebabnya, Babilonia dianggap sebagai citra surga, setiap candinya adalah replika "kerajaan langit".
Satu Tuhan yang Disembah
Dalam perkembangannya, ternyata para dewa timbul tenggelam. Ada yang mangkat, tapi terdapat juga yang muncul baru. Sampai pada suatu masa, antara abad ke 20 & abad ke19 SM, muncullah Nabi Ibrahim AS, yang meninggalkan Ur & menetap di Kanaan. Ibrahim inilah yang dikenal sebagai bapak para penganut kepercayaan Yahudi, Kristen, & Islam, dengan satu Tuhan yang disembah.
Pada 742 SM, seorang anggota famili Kerajaan Yehuda mendapatkan penampakan Yahweh di kuil yang dibangun Raja Sulaiman di Yerusalem. Masa itu adalah saat-saat sulit bagi bangsa Israel. Raja Uzia mangkat pada tahun itu & digantikan putranya, Ahas, yang memerintahkan warganya untuk menyembah dewa-dewa pagan selain Yahweh.
Kerajaan Israel di sebelah utara berada dalam keadaan mendekati anarki: setelah kematian Raja Yerobeam II, sudah lima raja menduduki tahta dalam selang antara 746 & 736 SM. Sementara itu, Tiglat- Pileser III, raja Asyur, bernafsu untuk merebut wilayah Israel. Pada 722 SM, penggantinya, Raja Sargon II, berhasil menaklukkan kerajaan utara.
Ia sekaligus mengusir penduduknya: 10 suku di utara Israel dipaksa berasimilasi & lenyap dari sejarah, sedangkan Kerajaan Yehuda yang kecil sibuk mempertahankan diri. Tatkala Yeyasa, seorang anggota famili kerajaan bareng beberapa orang sedang berdoa di kuil tak lama setelah wafatnya Raja Uzia, tiba-tiba ia menerima "penampakan".
Ia melihat Yahweh tengah menduduki singgasananya di langit, tepat di atas kuil, yang merupakan replika istana langitnya di bumi. Lalu mereka berteriak, "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam (Yahweh Sabaoth). Seluruh bumi penuh kemuliaannya." Pada 320 Masehi (M), gairah teologis yang membara merasuki gereja-gereja di Mesir, Syria, & Asia Kecil.
Para pelaut & pelancong melantunkan senandung masyhur yang menyatakan Tuhan yang sejati hanyalah sang Bapa, yang tidak mampu dijangkau & unik. Tetapi, sang Putra tidaklah tak pernah mati & bukannya tidak diciptakan, karena dia mendapat kehidupan & wujud dari sang Bapa. Dari sini merebaklah kontroversi, yang kemudian menampilkan Arius, seorang pemuka gereja yang tampan.
Muhammad & Gua Hira
Arius dikenang sebagai tokoh karismatik dari Aleksandria, memiliki suara lembut, menawan, & wajah yang melankolis. Syahdan, ia melemparkan tantangan kepada Uskup Aleksander. Tantangan itu tak mungkin diabaikan, tetapi lebih sulit untuk dijawab: bagaimana mungkin Yesus Kristus menjadi Tuhan dalam cara yang sama dengan Tuhan Bapa?
Arius tidak menyangkal ketuhanan Kristus. Bahkan dia menyebut Yesus sebagai "Tuhan kuat" & "Tuhan sepenuhnya". Tetapi, beropini bahwa meyakini dia itu ilahiah secara hakikinya merupakan suatu penghujatan: Yesus sendiri secara spesifik sudah berkata bahwa Tuhan Bapa itu lebih agung daripada dirinya.
Arius & asistennya, Athanasius, segera menyadari bahwa ini tidak lebih dari pernik-pernik teologis semata. Tapi, Arius sudah mengajukan persoalan vital menyangkut Tuhan. Dan kaum umum pun memperdebatkannya, tak kalah serunya dibandingkan dengan para uskup yang berpolemik. Keadaan menjadi panas, sehingga Kaisar Konstantin merasa perlu turun tangan.
Konstantin mengimbau penyelenggaraan sebuah sinode di Nicaea, di kawasan Turki modern, untuk membahas masalah tadi. Belakangan, ide-ide Arius dikenal dengan ungkap "bid'ah". Orang Kristen mengetahui bahwa Yesus Kristus sudah menyelamatkan mereka melalui kematian & kebangkitannya; mereka sudah diselamatkan dari kebinasaan.
Lebih jauh dari itu, mereka bahkan pada suatu masa akan ikut dalam eksistensi Tuhan, yang terdapat & hidup dengan sendirinya. Pertanyaannya: bagaimanakah cara dia melakukan hal itu? Dan manusia pun, seperti Arius, terus-menerus mencoba mencari jawabannya. Sampai kemudian, pada suatu saat, muncul seorang pedagang Arab dari suku Quraisy, yang bermukim di kota Mekkah.
Lelaki itu, Muhammad ibn Abdullah, biasa mengajak istrinya, Khadijah, ke Gua Hira yang berjarak enam kilometer dari Mekkah, untuk menjalani penyendirian spiritual selama bulan Ramadhan. Di Gua Hira itulah Muhammad menghabiskan waktunya untuk berdoa kepada Tuhan, serta membagikan kuliner & sedekah kepada fakir miskin, yang mengunjunginya selama bulan Ramadhan.
Bukan Musibah & Bencana
Ketika itu, usia Muhammad mencapai 40 tahun. Pada saat itulah untuk pertama kalinya ia menerima sapaan Allah, lewat Malaikat Jibril. Wahyu pertama Al-Quran diterimanya pada 610 M di malam ke-17 bulan Ramadhan. Dan meluncurlah firman Tuhan yang diucapkan Muhammad dengan suara bergetar & badan menggigil:
"Bacalah dengan nama Tuhanmu, yang sudah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, & Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya." Saat itulah Muhammad resmi diangkat menjadi nabi & rasul Allah untuk mengembangkan salam (baca: keselamatan) & rahmat ke seantero bumi.
Konsep dakwah Nabi Muhammad, pada awalnya, cukup sederhana. Dia tidak berpikir bahwa dirinya tengah membangun sebuah kepercayaan universal, melainkan keyakinan kuno yang mengajarkan keesaan Tuhan kepada orang-orang Quraisy. Bahkan, dia tak pernah mengira harus berdakwah kepada suku-suku Arab selain penduduk Mekkah & sekitarnya.
Adapun pesan awal yang disampaikan kepada kaum Quraisy bukanlah tentang musibah & bala, melainkan tentang harapan yang membahagiakan. Muhammad tidak harus menunjukan eksitensi Tuhan kepada kaum Quraisy. Mereka secara implisit sudah beriman kepada Allah, yang menciptakan langit & bumi, & kebanyakan dari mereka meyakininya sebagai Tuhan yang disembah oleh orang Yahudi serta Kristen.
Keberadaan Tuhan, dengan demikian, sudah diterima begitu saja. Dalam perjalanan kariernya, Muhammad berhasil membangun sebuah negeri Madinah yang sesuai syariat Islam dengan komunitas jamak. Orang-orang Yahudi & Kristen dilindungi, keadilan ditegakkan, musyawarah diutamakan. Segala perbuatan yang merusak jiwa & masyarakat, seperti kemaksiatan, minuman keras, & perilaku korupsi, ditindak tegas & konsekuen.
Sementara itu, sains & filsafat Yunani sudah mulai bersentuhan dengan orang Arab pada abad ke-9. Hubungan ini, menurut orang Eropa, mampu dilihat sebagai perangkai antara zaman Renaisans & zaman Pencerahan. Adalah orang-orang Kristen Nestorian yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Maka, orang-orang Arab mengenal astronomi, kimia, kedokteran, & matematika, dengan sangat gemilang.
Al-Hallaj, Abad yang Menentukan
Persentuhan inilah yang menimbulkan kaum muslimin di Jazirah Arab, selama abad ke-9 & abad ke-10, dalam era pemerintahan Dinasti Abbasiyah, menghasilkan berbagai penemuan ilmiah yang mengungguli periode sejarah mana pun sebelumnya. Lalu, kelompok muslim baru lahir. Mereka mengabdikan diri kepada gagasan yang disebut "falsafah".
Kata ini umumnya diterjemahkan sebagai "filsafat", tetapi memiliki makna yang lebih luas & kaya. Seperti philosophes di Prancis abad ke-8, para faylasuf (filsuf) ingin hidup secara rasional sesuai dengan aturan-aturan yang mereka yakini mengatur kosmos, yang mampu dicermati pada setiap tingkatan realitas.
Pada mulanya, mereka memusatkan perhatian pada ilmu-ilmu alam, namun kemudian beralih pada metafisika Yunani, & berupaya menerapkan prinsip-prinsipnya ke dalam Islam. Mereka yakin bahwa Tuhan para filsuf Yunani identik dengan Allah. Maka muncullah pemahaman tentang Tuhan yang didekati secara filosofis.
Muncullah nama-nama Yaqub ibn Ishaq Al-Kindi (wafat 870), muslim pertama yang menerapkan metode rasional terhadap Al-Quran. Dari sini mucul para filsuf lainnya, seperti Al-Razi & Abu Nasr Al-Farabi. Kaum mistik pun tak kalah hebatnya dalam memersepsikan keberadaan Tuhan. Al-Hallaj di Baghdad, contohnya, menyatakan dirinya sebagai "Dia", karena ia sudah menyatu dengan Al-Khaliq.
Dalam pandangan Al-Hallaj, Tuhan bukanlah realitas objektif, melainkan sangat subjektif. Tapi, ketika konsepnya itu dipublikasikannya, komunitas muslim jadi geger. Dan Al-Hallaj akhirnya menjalani hukuman mangkat. Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, Al-Hallaj bukanlah menghujat Tuhan, melainkan hanya kurang bijaksana dalam mengemukakan sebuah kebenaran esoterik yang mampu disalahpahami kaum umum.
Abad ke-15 & abad ke-16 adalah abad paling memilih bagi semua umat beragama. Periode itu merupakan periode paling krusial, khususnya bagi Kristen Barat, yang bukan hanya berhasil mengejar ketertinggalannya dari kebudayaan-kebudayaan lain dalam oikumene, melainkan juga nyaris menaklukkannya. Dua abad ini sudah menjadi saksi bagi Renaisans Italia yang dengan cepat menyebar ke Eropa Utara.
Dunia Baru, Awal Revolusi Ilmiah
Masa ini pulalah yang disebut sebagai penemuan global baru & awal revolusi ilmiah, yang akan menimbulkan pengaruh sangat memilih bagi perjalanan nasib seluruh global. Pada akhir abad ke-16, Barat mulai menciptakan bentuk peradaban yang sangat tidak selaras. Periode ini merupakan sebuah masa transisi, & karenanya ditandai oleh kecemasan & berbagai prestasi.
Di tengah keberhasilan sekuler mereka, orang Barat menaruh perhatian pada iman melebihi masa-masa sebelumnya. Kaum umum merasa tidak puas terhadap bentuk kepercayaan Abad Pertengahan yang tak mampu lagi memenuhi kebutuhan mereka di global yang baru. Para reformis menyuarakan kegelisahan ini, & menemukan cara baru dalam memandang Tuhan & penyelamatan.
Akibatnya, Eropa terpecah ke dalam dua kubu yang bertikai -Katolik & Protestan- yang hingga kini tak pernah sungguh bebas dari kebencian & saling curiga. Selama masa reformasi, kaum pembaru Katolik & Protestan mengimbau para penganutnya untuk meninggalkan kesetiaan lahiriah kepada orang-orang suci & para malaikat, & memusatkan perhatian kepada Tuhan semata.
Eropa tampaknya sedang terobsesi oleh Tuhan. Namun, pada awal abad ke-17, beberapa di antara mereka berfantasi tentang "ateisme". Apakah ini berarti mereka siap untuk menyingkirkan Tuhan? Periode ini juga merupakan periode krisis bagi orang Yunani, Yahudi, & muslim. Pada 1453, Turki Usmani menaklukkan ibu kota Kristen Konstantinopel & menghancurkan Kekaisaran Byzantium.
Setelah itu, orang Kristen Rusia melanjutkan tradisi & spiritualitas yang dikembangkan Yunani. Pada Januari 1492, ketika Christopher Columbus menemukan global baru, Ferdinand & Isabella menaklukkan Grenada di Spanyol, wilayah kekuasaan muslim terakhir di Eropa: kaum muslim kemudian diusir dari Semenanjung Iberia, yang sudah menjadi tanah air mereka selama 800 tahun.
Penghancuran muslim Spanyol menimbulkan hasil yang fatal bagi orang Yahudi. Pada Maret 1492, beberapa minggu setelah kejatuhan Grenada, monarki Kristen menawarkan pilihan dibaptis atau diusir kepada Yahudi Spanyol. Banyak orang Yahudi Spanyol yang begitu terikat pada negeri mereka, sehingga memilih menganut Kristen.
Gagasan Empat Ribu Tahun
Namun, sebagian tetap menjalankan praktek kepercayaan mereka secara sembunyi-sembunyi. Tapi, sebanyak 150.000 orang Yahudi menolak dipabtis, & terpaksa meninggalkan Spanyol. Mereka mencari perlindungan ke Turki, Balkan, & Afrika Utara. Kaum muslim Spanyol sudah memberikan tanah air terbaik bagi orang Yahudi dibandingkan dengan tempat mana pun di seluruh diaspora.
Pemusnahan Yahudi Spanyol disesali oleh kaum Yahudi di seluruh global sebagai bala terbesar yang pernah menimpa mereka. Pengalaman tragis itu membawa akibat pada perkembangan konsepsi baru tentang Tuhan. Kemudian muncullah pertanyaan: bagaimana gagasan tentang Tuhan akan bertahan dalam tahun-tahun mendatang di milenium baru ini?
Selama 4.000 tahun gagasan itu sudah mampu menjawab tuntutan zaman. Tetapi, pada abad kita kini, makin banyak orang yang merasakannya tak lagi bermanfaat. Dan ketika sebuah gagasan keagamaan kehilangan fungsi, ia pun akan terlupakan. Ilmuwan Amerika, Peter Berger, mencatat bahwa kita acap menggunakan baku ganda tatkala membandingkan masa lalu dengan masa kita kini.
Jika masa lalu direlatifkan, masa kini dipandang kebal terhadap proses itu, & kedudukan kita saat ini dimutlakkan: "Para penulis Perjanjian Baru dianggap terjangkiti kesadaran galat yang berakar pada masa mereka, tetapi para analis menduga kesadaran masanya sebagai karunia intelektuasl yang murni."
Kaum sekularis abad ke-19 & awal abad ke-20 memandang ateisme sebagai syarat kemanusiaan yang tidak mampu dihapuskan pada era ilmiah. Banyak dukungan untuk padangan tadi. Di Eropa, gereja- gereja mulai kosong; ateisme tidak lagi merupakan ideologi segelintir pelopor intelektual, melainkan sudah menjadi keyakinan yang menyebar luas.
Di masa lalu, ateisme selalu diakibatkan oleh gagasan tertentu tentang Tuhan. Namun kini, tampaknya ateisme sudah kehilangan kontak dengan teisme, & menjadi respons otomatis terhadap pengalaman hidup di tengah masyarakat sekuler. Sejak nabi-nabi Israel mulai menisbahkan perasaan & pengalaman mereka sendiri kepada Tuhan, kaum monoteis dalam pengertian tertentu sudah menciptakan Tuhan mereka sendiri.
Tuhan jarang dipandang sebagai sebuah fakta nyata yang mampu dijumpai, seperti halnya eksistensi objektif lainnya. Dan Sejarah Tuhan ini patut direnungkan, setidaknya dijadikan landasan untuk menarik pelajaran & peringatan. Sebuah tantangan bagi para pemuka kepercayaan; juga buat mereka yang mengaku menganut & mengamalkan kepercayaan monoteisme.
Manusia & Harapan
Seperti yang sudah ternarasikan di atas.Banyak para pemikir & para filsuf yang bermunculan & memberikan pendapat mereka tentang makna Tuhan. Banyak pendapat yang mendukung & meyakini dengan sungguh sungguh bahwa Tuhan merupakan keberadaan tertinggi, yang tak mampu dijangkau oleh akal manusia. Walaupun Tuhan tak mampu dilihat dengan indera manusia secara langsung, tetapi Tuhan adalah keberadaan sejati sebagai pencipta alam semesta & penggerak kehidupan manusia serta seluruh mahluk hidup yang terdapat di global ini.
Namun, tidak sedikit pula pendapat yang meragukan tentang konsep Tuhan yang sudah di percaya banyak orang sebagai Ada Yang Tertinggi itu. Pendapat pendapat yang meragukan keberadaan Tuhan tadi bermunculan hasil adanya sikap pesimistik tentang sosok Tuhan. Munculnya sikap pesimistik tadi disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya adalah ketidakpercayaan akan keberadaan Tuhan yang disebabkan karena kurang puasnya manusia akan sosok Tuhan yang tak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidup tertentu. Sehingga sosok Tuhan digantikan dengan sosok pujaan pujaan baru atau kepercayaan baru, seperti saintisme, komunisme, atheisme, atau apapun, yang membuat sosok Tuhan menjadi kurang dihargai lagi.
Dengan demikian, karena keraguan keraguan tentang sosok Tuhan tadi, orang orang yang mulai tidak percaya lagi akan Tuhan itu mulai mencari solusi lain dengan cara mencari tuhan lain atau sama saja dengan pencarian pegangan baru. Mengapa hal itu mampu terjadi? Jawabannya karena manusia adalah mahluk yang membutuhkan pegangan & tujuan dalam hidupnya, karena tanpa pegangan hidup & tujuan akhir tesebut, manusia akan merasakan keresahan & kebingungan dalam hidupnya. Dan, seolah olah manusia tidak memiliki keutuhan lagi dalam dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, saat manusia mulai memandang bahwa sosok Tuhan tidak lagi mampu dijadikan pegangan & tujuan hidup, (dikarenakan sikap kurang puas manusia terhadap sosok Tuhan yang tidak lagi mampu memenuhi kebutuhannya) manusia mulai mencari pegangan hidup yang lain. Satu hal yang harus diingat adalah manusia merupakan mahluk yang membutuhkan sosok pujaan yang akan menjadi tujuan & pegangan hidupnya (dalam hal ini Tuhan), saat Tuhan yang diakui banyak orang itu di rasa tak mampu lagi memenuhi kebutuhan tadi, manusia mencari tuhan lain untuk memenuhi kebutuhannya akan sosok pujaan tadi.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki kebutuhan akan pegangan & tujuan dalam hidupnya. Tanpa tujuan & pegangan hidup itu, manusia akan mengalami keresahan & kehilangan akan makna tentang hidupnya, karena tanpa tujuan & pegangan hidup itu manusia seperti berada dalam global yang hampa tanpa pijakan & tanpa gravitasi, sehingga manusia akan terombang ambing tanpa tujuan yang kentara. Untuk itulah manusia membutuhkan pegangan yang mampu menuntunnya dalam hidup, untuk mencapai suatu tujuan akhir yang didambakan oleh manusia, & dicari manusia sepanjang hidupnya.
Dengan demikian, mampu diambil sebuah kesimpulan, bahwa manusia intinya membutuhkan harapan untuk memperoleh tujuan akhir dalam hidupnya tadi dengan cara memiliki sebuah pegangan dalam hidup yang mampu menuntunnya dalam mencapai tujuan akhir tadi. Manusia yang tidak memiliki pegangan hidup, tentu saja tidak akan mencapai tujuan akhir yang menjadi titik zenit dalam kehidupan semua manusia.
Jadi, setiap manusia mampu dikatakan hidup dengan harapan. Harapan merupakan bagian dari manusia, ia mengarah ke masa depan sesuai masa kini untuk mewujudkan atau mencoba mewujudkan sesuatu. Manusia & harapan merupakan sebuah kontak yang saling berkesinambungan, karena dengan adanya harapan manusia mampu melakukan sesuatu, seperti berpikir, berkarya, & berusaha untuk mencapai sesuatu atau sebuah tujuan akhir yang terdapat dalam hidupnya.
Dapat dikatakan pula, bahwa harapan merupakan sebuah keinginan yang timbul dari dalam diri manusia. Kemudian keinginan tadi menjadi sebuah motivasi dalam diri manusia untuk hidup & berkembang menjadi seorang pribadi yang lebih baik lagi untuk mencapai tujuan akhir. Untuk mendapatkannya, manusia akan melakukan sesuatu agar kebutuhannya mampu terpenuhi, yaitu kebutuhan untuk mencapai sebuah harapan tadi.
Oleh sebab itu, pegangan hidup & harapan merupakan hal yang saling berkaitan & saling membutuhkan satu sama lain. Keduanya saling berinteraksi dalam mencapai tujuan akhir dalam hidup manusia. Sekian.
Sebagian tulisan disadur dari majalah gatra & melalui editing penyelarasan bahasa