Dunia Keris Pada satu kesempatan beberapa minggu yang lalu dan seperti norma pada bulan Muharam pada tahun-tahun sebelumnya saya selalu sempatkan silaturahim pada seorang kolega yang sudah saya anggap orang tua sendiri. Maaf saya nir menyebutkan namanya di sini sebab banyak sekali pertimbangan. Seperti pada setiap bulan Suro/Muharam rumah beliau ini selalu banyak tamunya, intinya beliau ini merupakan keliru satu tokoh penghayat kebatinan. Terlepas dari keyakinan beliau, kami saling menghargai. Hingga pada suatu kesempatan beberapa bulan yang lalu saat beliau ada kepentingan Jogja dan bermalam di rumah, saya menanyakan tentang Rajah Kalacakra. Tapi sayangnya, beliau belum berkenan menjabarkan pada saat itu, hingga menyarankan saya tiba ke kediamannya pada Bulan Suro. Karena saya ada kepentingan yang lain saat malam satu Suro tersebut, hingga beberapa hari kemudian saya baru bisa memenuhi undangan beliau.
Sebelumnnya saya mohon maaf jikalau sekiaranya apa yang saya ulas kali ini jauh dari impian kerabat perkerisan sekalian. keterbatasan memori otak saya untuk merekam pembicaan berfokus tapi berkesan santai sore itu. Pada akhirnya, agar obyektif saya mencari banyak sekali sumber dan mencoba menerangjelaskan secara universal. Setidaknya, apa yang saya ulas bersama pemahaman dan penalaran yang jauh dari mumpuni ini menjadi bahan bertukar pikiran bersama panjenengan semua.
Dari beberapa referensi yang saya sanggup dari leteratur maupun dari obrolan bersama kolega yang mendedikasikan dirinya pada ranah kebatinan. Ternyata, banyak versi darimana Ilmu / Rajah Kalacakra ini berasal. Merujuk nomor tahun dalam cerita Hindu – Budha sudah lama dikenal tentang ngelmu sepuh ini.
Di dalam Buddhisme dikenal Kalachakra Vajra yang konon sudah ada sejak zaman Arya Sakyamuni Buddha saat membabarkan Dharma / Ajaran Kebenaran. Kalachakra secara filosofis bermakna roda raksasa simbol waktu. Tetapi bentuk gambar Kalachakra itu tidak sama-beda, sebab tergantung pada adaptasi, pemahaman dan pendalaman masing-masing orang. Sedangkan untuk cerita tentang kalacakra ini lebih sederhana, walaupun toh banyak juga versinya.
Mislanya dalam cerita pewayangan Ilmu Kalacakra ada digunakan untuk ruwatan sengkala. Dalam pengkultusan kepada para Wali juga ada yang mengatakan bahwa Rajah Kalacakra itu merupakan ilmunya Sunan Kudus dan Sunan Bonang yang digunakan untuk memusnahkan keilmuan Jaka Tingkir.
Sedangkan dalam cerita legenda Kalacakra di pewayangan bermula dari penulisan mantram sakti di dada Batara Kala sang Batara Guru yang menyamar menjadi dalang Kandhabuwana. Dan dibuatnya Rajah Kalacakra dimaksudkan agar siapapun yang bisa membacanya dan siapa saja yang bisa mengucapkan mantram tersebut nir akan menjadi korban dan nir akan diganggu sang Batara Kala menjadi pembawa sengkala.
Semua peristiwa buruk dalam kehidupan insan dipercaya selain menjadi suratan nasib atau takdir, juga banyak berkaitan bersama yang namanya karma. Bisa karma dari masa lalunya, karma dari perbuatan-perbuatannya yang sekarang. Karma dari kondisi kelahirannya, juga imbas dari karma / kesialan yang dibawa sang orang lain (misal : ikut menjadi korban kecelakaan bus, pesawat terbang, dsb). Ilmu / Rajah Kalacakra sebagiannya digunakan untuk tujuan menangkal / mengatasi hal itu.
Bika bertelekan dari narasi di atas, ada satu kesimpulan yang gampang kita pahami bahwa, filosofi Ilmu / Rajah Kalacakra merupakan sebuah kekuatan gaib yang merubah suatu keburukan menjadi kebaikan, merupakan sebuah doa kepada Yang Maha Kuasa agar merubah suatu kondisi yang buruk menjadi kondisi yang baik selama insan hidup dalam kekuasaan sang waktu (Sang Kala atau Sang Hyang Kala).
Pada perkembangan selanjutnya Ilmu / Rajah Kalacakra diwujudkan menjadi mantra untuk menangkal banyak sekali kekuatan magis jahat yang sanggup mengganggu keselamatan lahir dan batin. Selain digunakan untuk melindungi diri dari gangguan dan serangan gaib mahluk-mahluk halus, juga memberikan perisai pagaran gaib kepada para penggunanya agar terhindar dari segala keburukan atau ketidak-nyamanan dalam kehidupan. Oleh karenanya Rajah Kalacakra seringkali digunakan dalam ruwatan-ruwatan tradisi Jawa bersama membacakan mantra-mantranya.
Ilmu Kalacakra yang berlatar belakang keilmuan bangsa India, berlatar belakang agama Hindu atau Budha, selain menjadi upaya membebaskan insan dari karma jelek, ilmu kalacakra merupakan keliru satu jenis ilmu kebatinan (sejenis ilmu sukma sejati) yang banyak dianut sang kalangan resi, yang nir digunakan untuk menyerang, tetapi bersifat menundukkan yang dilakukan menurut cinta kasih. Menjadikan dirinya sendiri menjadi tumbal, yang menerima perbuatan jahat orang lain tetapi nir membalasnya bersama perbuatan yang juga jahat, nir membalas kemarahan bersama kemarahan, nir membalas pukulan bersama pukulan, dsb. Agar nir jenuh, sementara sampai di sini dulu dan kita lanjutkan pada goresan pena berikutnya. Nuwun.
Bersambung …..