Dunia Keris Selamat malam kadang kinasih perkerisan, terima kasih panjenengan masih setia berkunjung kemari. Pada kesempatan malam ini yang bertepatan memakai Hari Jadi Kota Yogyakarta yang ke- 259 aku mengajak panjenengan sekalian buat me-kilas kembalitentang sejarah kota yang sebelumnya kita kenal memakai Mataram ini. Keberadaan Keraton Mataram Jogja tak lepas berasal Perjanjian Giyanti. Perjanjian yang ditandangani pada 13 Februari 1755 oleh Gubernur Jendral Jacob Mossel itu menjelaskan Negara Mataram dikotomi. Setengah masih menjadi hak Kerajaan Surakarta, 1/2 lagi menjadi hak Pangeran Mangkubumi atau yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.
Adapun kawasan-kawasan yang menjadi kekuasaannya ialah Mataram Jogja ialah Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede serta ditambah kawasan Mancanegara yaitu Madiun, Magetan, Cirebon, separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.
Hamengku Buwono I segera menetapkan Mataram yang muncul didalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat serta beribukota pada Ngayogyakarta. Ketetapan ini diumumkan pada 13 Maret 1755.
Tempat yang dipilih menjadi ibukota serta pusat pemerintahan ini ialah hutan yang disebut Beringin, tepatnya pada sebuah desa mungil bernama Pachetokan. Di loka ini sebenarnya sudah muncul pesanggrahan Garjitowati, yang dirancang oleh Susuhan Paku Buwono II yang namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada warga membabat hutan tersebut buat didirikan Kraton.
Saat kondisi pesanggrahan Ambarketawang sudah banyak yang rusak. Sejumlah tembok sudah roboh tak terawat. Juga masih muncul sebidang areal kosong yang adalah pintu gerbang menuju bagian dalam pesanggrahan. Disisi selatan pekarangan bekas alun-alun pesanggrahan.
Sampai waktu ini pesanggrahan Ambarketawang masih secara rutin dijadikan loka upacara Bekakak yang dilaksanakan setiap bulan Jawa Sapar. Penyelenggraan upacara saparan Gamping bertujuan buat menghormati arwah Kiai serta Nyai Wirosuto sekeluarga. Kiai Wirosuto ialah abdi dalem penagsong payung yang melindungi Hamengku Buwono I yang dipercaya sebagai cikal bakal penduduk Gamping. Dari arah kota Jogja, pesanggrahan ini bisa dicapai memakai melalui jalan Wates. Sesampainya pada Pasar Gamping lantas berbelok ke arah kiri. Dari loka ini sudah muncul petunjuk arah menuju peanggrahan. Maturnuwun