Anak pertama tentu saja kakak dari sang janin, yaitu ketuban atau kawah. Ketika seorang bunda melahirkan, yang pertama kali keluar merupakan ketuban, karenanya dikenal sebagai saudara tua. Dia berfungsi sebgai penjaga bandan sang bayi di dalam rahim.
Saudara kandung yang lebih muda merupakan ari-ari, tembuni atau plasenta. Pembungkus janin di dalam rahim di dalam perut bunda yang menyampaikan ke tujuan. Begitu bayi lahir maka ari-ari itu ikut keluar. Ia mengantarkan sampai ke tujuan, yaitu lahir bersama selamat disertai pengorbanan dirinya.
Darah merupakan saudara dari sang janin. Tanpa muncul darah, janin bukan saja tidak tumbuh, namun jua akan mengalami keguguran.
Saudara yang ke empat merupakan pusar atau orang Jawa biasa menyebutnya puser atau wudel. Dalam bahasa Jawa kuno, istilah untuk pusar merupakan nabi. Yang dimaksudkan bersama pusar, tentu saja tali pusar, sedangkan pusar sendiri sebenarnya merupakan bekas menempelnya tali pusar dalam perut bayi dalam rahim & ari-ari. Ia sebagi indera untuk menyalurkan adri bunda ke bayi dalam kandungan. Dengan tali pusar itu bayi mendapatkan pasokan makanan dari induknya. Pusar berfungsi untuk memenuhi permintaan sang jabang bayi.
Umumnya orang menganggap bahwa ketuban, ari-ari, darah, & tali pusar itu hanya wahana atau indera yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jabang bayi di dalam perut. Begitu bayi dilahirkan, maka semuanya itu tidak berfungsi lagi. Tidak muncul lagi sangkut pautnya bersama kehidupan. Yang demikian ini merupakan pandangan materialistik. Pandangan serba duniawi.
Lain halnya bersama pandangan Jawa. Pandangan yang diterima oleh orang Jawa. Maksud saya, orang Jawa yang mengerti pandangan Jawa, meski beragama apapun tetap mempercayai bahwa dalam hidup di dunia ini, saudara empat itu tetap menjaga. Baik masih di kandungan maupun di alam nyata. Yang kembali ke anasir-anasir bumi, air, udara, & barah hanyalah keempat jasadnya.
Begitu bayi lahir, jasad saudara empat itu kembali keasalnya. Air ketuban & darah dibersihkan, begitu bayi dilahirkan. Ari-ari & potongan tali pusar di pendam. Jasad yang terlahir hidup merupakan bayinya, sedangkan secara metafisik saudar empat kita itu tetap menjaga kita sampai kita mati.
Bahwa pandangan Jawa tersebut diatas muncul di dalam Al-Quran, alias muncul di dalam Islam. Hanya kita yang beragama Islam kurang memperhatikan ayat-ayat yang bernuansa metafisik. Kita lebih mudah terjebak ayat-ayat yang bersifat lahiriah.
Sesungguhnya setiap orang muncul penjaganya (QS. At-Thariq (86) :4 ).
Dan Tuhan itu memiliki kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-hamba-Nya. Dan di kirim-Nya malaikat penjaga untukmu. Sehingga seandainya sampai batas usia kematian kepada salah seorang di antaramu diwafatkanlah dia oleh malaikat-malaikat Kami, sedang mereka tidak pernah melalaikan kewajibannya (QS. Al-Anaam (6) : 61 ).
Dari ke 2 ayat tersebut itu sangat jelas sekali. Ternyata dalam model kehidupan di alam ini, Tuhan meberikan penjaga-penjaga kepada setiap diri insan. Meskipun sudah disebutkan di awal ayat bahwa Tuhan itu Mahakuasa atas segala hamba-Nya, namun muncul mekanisme alam yang telah ditetapkan-Nya. Tuhan tidak bertindak secara langsung. Ada beberapa penjaga yang dikirimkan kepada setiap orang. Bukan satu penjaga buat satu orang, melainkan beberapa penjaga. Penjaga-penjaga ini tidak terihat oleh mata jasmani. Karena mereka berupa roh.
Menurut konsep Jawa, penjaga-penjaga itu ya saudara gaib kita sendiri. Bukan orang lain. Tetapi bagi konsep budaya Timur Tengah, penjaga itu merupakan malaikat. Dari sudut pandang hakikat, penjaga itu dikenal sebagai sebagai saudara gaib kita sendiri atau malaikat sama saja. Yang membedakan Cuma istilah , cuma ungkap. Tetapi implikasinya yang berbeda. Akibatnya pengaruhnya kepada kejiwaan yang berbeda.
Konsep yang melatarbelakangi lahirnya istilah sedulur papat kalima pancer (konsep Jawa) & malaikat (konsep Timur Tengah) yang berbeda, yang memproduksi berbeda pengaruhnya dalam kejiwaan. Dengan konsep penjaga itu sebagai malaikat maka setiap orang merasa diawasi. Memang dalam keadaan tertentu, sistem kepercayaan tentang adanya supervisi malaikat ini memproduksi orang bertingkah laku yang baik. Takut berbuat jahat karena muncul yang mengawasinya. Perbuatan baiknya itu bukan lahir dari nuraninya, melainkan karena takut kepada pengawas. Dengan kepercayaan ini yang dibangun itu mental krupuk sebagai akibatnya dari mini diri kita ini sudah ditakut-takuti para orang tua, ustadz, atau para sepuh. Kita ditakut-takuti muncul malaikat yang selalu siap mencatat konduite kita.
Sistem keyakinan adanya saudara empat yang memberikan perlindungan dalam hidup ini, memproduksi setiap orang merasa aman hidupnya. Secara psikologis, membangun perasaan tenteram. Perbuatan baik, lahir sebagai harmonisasi bersama saudara-saudaranya, baik yang nyata maupun yang gaib. Jila seseorang menyadari bahwa selama dalam kandungan saudara empatnya itu menjaga dirinya, niscaya ia tidak akan bertingkah aneh-aneh. Tidak berbuat macam-macam yang melanggar etika kehidupan & kesusilaan.
Dengan sistem ini pendidikan lebih bisa diarahkan untuk membangun insan yang menjaga lingkungan hidupnya. Tak perlu muncul teror dalam anak anak mini, namun mereka diberi tahu bahwa saudara-saudaranya yang tidak kelihatan itu tidak akan menjaganya seandainya tidak berbuat baik.
Di Jawa yang termasuk dalam yang gaib itu ya saudara empat kita di alam nyata ini. dari awal orang Jawa telah dididik untuk dalam hal mengimanai adanya empat saudara gaib yang senantiasa menjaga dirinnya, tentu saja bila orangnya baik!