Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Sebenarnya aku malas membicarakan politik, selain itu aku juga tidak menguasainya. Jengah saja karena akhir-akhir ini kita disuguhi secara terus menerus tontonan mengenai pertikaian elit & elemen bangsa ini mengenai ideologi, politik, & agama.
Sejarah perjalanan bangsa ini tak kurang model tentang pertikaian ini, seseorang bisa membunuh orang lain hanya karena beda ideologi, pun seseorang bisa membunuh orang lain karena perbedaan agama. Perbedaan. Iya, lagi-lagi tentang perbedaan, hanya itulah yang memotivasi kita buat saling membunuh. Padahal, para pendahulu kita bersama susah payah mencari persamaan di antara kita. Persamaan tanah air, persamaan bangsa & bahasa sebagai tali pemersatu yang akhirnya diikrarkan dalam wujud Sumpah pemuda. Ketika sumpah iti diikrarkan, tidak terdapat lagi Kesultanan Yogyakarta, Deli, Banten, Aceh, Mataram, Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Khatolik, Prostestan, dll. Semua perbedaan tersebut telah ditinggalkan & urusan kita hanya persamaan yaitu Indonesia. Titik.
Berkat kesadaran itu semua, Indonesia bisa memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Tapi nampak-nampaknya perbedaan-perbedaan itu kini berusaha dicuatkan lagi. Mosok ora eling, dahulu perbedaan itu dimanfaatkan Belanda menguasai kita. Eling ora, ketika Pakubuwono II diadu bersama Pangeran Mangkubumi (Hamengkubuwono I)? Sultan Hassanudin diadu denga Aru Palaka? Dan ketika Pangeran Diponegoro diadu bersama Hamengkubuwono IV? Lantas, apa hasilnya setalah satu fihak yang tidak sinkron menang? Hasil pastinya, Belanda semakin berkuasa menguasai wilayah kita. Itu hasil pastinya.
Kini tampaknya, perbedaan itu coba diangkat lagi. Kita dikondisikan buat tidak sinkron kepentingan dengam semua orang walau perbedaan itu sebenarnya tipis. Bahkan dari perbedaan yang tipis itu bisa saling menciderai bahkan saling membunuh. Sadar ora, kira-kira siapa yang dirugikan? Yang jelas kita sendiri yang dirugikan, & siapa yang menangguk untung? Ya tentu saja aku tidak tahu. Lagi-lagi, sadarkah kita di ketika kita sibuk mencari perbedaan, negara lain sudah melangkah maju dari pada kita. Mereka sudah merancang wawasan geopolitik, geostrategi, & bahkan terdapat segelintir negara yang sudah memainkan strategi global & politik globa. Pertanyaannya baru sampai di mana kita? Sangat bisa jadi kita masih mandeg. Masih jalan ditempat & masih berdebat mengenai hal yang itu-itu saja & tidak perlu.
Dalam lembar sejarah, jaman Majapahit dulu, Mahapatih Gadjah Mada & Jalasena (Laksamana) Lembu Nala telah merancang geopolitik & geostrategyc. Di dalamnya disebutkan bahwa seluruh Asia Tengggara artinya basis, Lautan Hindia sampai Pulau Hitam (Afrika) & Lautan Teduh (Pasifik) artinya target pencapaian kedigdayaan maritim Majapahit. Sasaran dari strategi ini artinya buat memperkuat nilai tawar Majapahit di mata Kekaisaran Yuan (Mongol-China) & di mata Kesultanan Delhi (India) yang ketika itu menguasai Dunia Timur.
Kenapa bab Sejarah Majapahit ini tidak pernah diceritakan sang para guru sejarah kita?? Kenapa bab mengenai sejarah Majapahit hanya diceritakan mengenai tipu daya Raden Wijaya terhadap Jayakatwang, Pemberontakan Ranggalawe, Pemberontakan Dharmaputra Kuti, Perang Bubat, Perang Paregreg & Legenda Panji Damarwulan? Kenapa sejarah kita hanya hanya sebatas pada Kerajaan kecil bernama Demak Bintoro bersama legenda Sembilan wali nya yang hanya sibuk bersaing antara mana yang putihan & mana yang abangan, yang akhirnya mereka harus mengorbankan salah seorang yang paling cerdas di antara mereka (Syekh Siti Jenar)? Di mana persaingan putihan & abangan itu kemudian bermuara pada Geger Arya Penangsang.
Baca di sini : Aryo Penangsang : Ksatria Yang Di Hitamkan Sejarah
Kenapa bab terbanyak sejarah kita hanya bercerita mengenai Kerajaan Mataram? Yang rajanya saking tidak percaya pada dirinya sendiri sehingga harus membangun gambaran dirinya bersama dongeng-dongeng makrifat? Yang menaklukan seluruh Jawa bersama kekuatan tanpa landasan geopolitik yang jelas.
Gadjah Mada sudah membangun jaringan-jaringan dagang di seantero Asia Tenggara. Dia ingin membangun Sorong sebagai pelabuhan rempah-rempah buat kapal-kapal yang akan berlayar ke Lautan Teduh menuju Benua Amerika & menuju Utara ke Pelabuhan Kanton di China, atau ke Deshima di Jepang. Dikuasainya Pulau Tumasik (Singapura) sebagai benteng menghadapi pengaruh arus perdagangan dari Barat (Portugis & Spanyol) yang ketika itu sedang gencar mencari pulau rempah-rempah. Selain itu Tumasik difungsikan sebagai basis AL Majapahit menghadapi perompak-perompak dari Langkawi yang ketika itu sedang ganas-ganasnya.
Jika Panembahan Senopati mensakralkan Segoro Kidul & ratunya yang rupawan, membuat manusia Jawa takut bersama lautan. Jalasena Lembu Nala sebagai Panglima AL Majapahit justru mengajarkan kepada para taruna & seluruh pemuda Majapahit buat menjelajahi samudera sebagai jalan buat lebih mengenal dunia. Jika Panembahan Senopati bercerita tentang Tombak Kanjeng Kyai Ageng Pleret, Gajah Mada telah membuka negosiasi bersama Kesultanan Delhi buat mendatangkan meriam caliber raksasa Mohammeds Great Gun dari Turki yang terkenal itu (meriam yang harus ditarik 10 ekor kerbau). Jika pada jaman Majapahit para taruna diajarkan buat menentang ombak lautan & mengenal seluruh samudera, maka Tentara Mataram hanya diperkenalkan bersama Bengawan Solo, Opak, Serayu & Progo serta diajarkan apabila berperang tidak boleh buat menyeberangi Kali Progo, nanti kuwalat..
Pada masa Gadjah Mada rasionalitas diajarkan buat menguasai kehidupan. Jaringan dagang akbar dibuat di seantero Nusantara. Tercatat Banten menjadi pusat dagang terbesar di Asia Tenggara sebagai alternative jalur dagang selain Selat Malaka yang ramai bajak laut. Pedagang Barat mengenal Banten sebagai Bantam. Sampai sekarang tutur Bantam di Eropa & Amerika selalu identik bersama sebuah raksasa kaya yang dahsyat, di Amerika menjadi nama kota & di Eropa menjadi marga famili-famili keturunan pedagang. Karena ketika itu produk Lada Bantam sangat terkenal, mahal & kualitasnya wahid. Berapa orang Indonesia yang tahu ini? Tanyalah pada para penggede negeri ini, adakah dari mereka yang tahu?
Oleh Gadjah Mada, Tumasik dijadikan pusat loji perdagangan Majapahit, Pelabuhan Sunda Kelapa dijadikan pelabuhan pengapalan karung-karung lada. Gadjah Mada membangun sebuah jaringan pengaturan ekonomi sang Negara bersama sangat rapi, & hal ini dicontek sang Daendels & Raffles. Daendels membangun benteng di Jawa bukan bersama dinding, tapi bersama Jalan Raya Pos (sekarang Jalur Pantura) sebagai jalan pertahanan mobile, & Raffles membangun Singapura sebagai pusat intervensi perdagangan & militer Kerajaan Inggris di Asia Timur.
Akan akan tetapi kemudian, sang Susuhunan Hanyokrokusumo dari Mataram seantero pesisir Utara Jawa yang makmur dihantam. Semua ini hanya buat meraih gelar Sultan dari Kekhalifahan Turki Utsmani buat mencegah pedagang-pedagang Jawa kembali berdagang & hanya pedagang Arab-India yang kembali menguasai lautan. Itu semua dilakukan karena pedagang Arab-India tidak kuasa menahan arus pedagang Eropa yang mulai mendesak ke mana-mana.
Bukalah mata kita. Kenapa kita terus menerus menjadi bangsa kurang pandai. Bangsa yang percaya hantu-hantu an & menganggap peninggalan bersejarah sebagai klenik, bukan pada sisi rasionalnya. Kita telah dikondisikan buat tidak percaya pada kekuatan pikiran kita sendiri. Kita bangsa yang takut mengarungi laut, padahal kita dikelilingi lautan. Kita menjadi bangsa yang begitu memuja orang asing, padahal sejatinya kita lebih pintar daripada mereka.
Di masa Gadjah Mada, orang Jawa agung sikapnya. Ia dipuja di seluruh dunia & seringkali dicatat sebagai bangsa penakluk sekaligus pedagang ulung, tidak kalah bersama bangsa Yahudi, Arab & China. Di masa Sultan Agung Hanyokrokusumo, sisa keagungan itu masih terasa; Orang Belanda seringkali kencing ketakutan melihat Tentara Mataram maju & para bintara Jawa berteriak : Amuuuuuk! sampai sekarang tutur Amok yang berasal dari bahasa Jawa Amuk masih seringkali dipakai di Eropa buat mendeskripsikan sebuah keadaan kacau, begitu angkernya Jawa di mata Eropa.
Akan akan tetapi di masa Amangkurat, orang Jawa & sistemnya dibangkrutkan secara sistematis. Dengan filosofi-filosofi sinkretis penuh arti yang sebenarnya meracuni karena membangun pesimisme & meredam jiwa kritis bersama alasan ora elok. Bangsa Jawa telah menjadi babu dalam sejarah peradaban.
Di abad 20 munculah Soekarno bersama kesadaran Gadjah Mada & pengetahuan geopolitik Jalasena Lembu Nala. Ia membaca sejarah rahasia bangsa Jawa & seluruh Nusantara, yang akhirnya menjadi kunci kemerdekaan manusia Indonesia seutuhnya. Ia memerdekakan Indonesia, ia bangun peradaban kembali ke titik nol, merombak semua budaya yang tertanam semenjak Jaman Amangkurat sampai penjajahan Belanda. Akan akan tetapi nasib Soekarno sama bersama Gadjah Mada; mati karena konspirasi politik internasional. Gadjah Mada diculik & dibunuh kemudian dikatakan moksa, sedangkan Soekarno digulingkan setelah diguncang sang kup penuh konspirasi & akhirnya mati sengsara.
Soeharto akhirnya mewarisi kediktatoran nasionalisme Soekarno bersama corak & tujuan tidak sinkron. Pemeritahan Soeharto sesungguhnya artinya penyempurnaan secara sistem dari pemikiran Soekarno, hanya saja Soeharto tidak membangun landasan ideology yang kuat & malahan memasukan unsur-unsur kearifan Jawa warisan Amangkurat dalam corak pemerintahannya.
Apakah terdapat dari kita yang tahu tentang keagungan sejarah kita itu? Adakah penggede negeri kita, anggota DPR, Menteri & bahkan Presiden yang tahu tentang itu?
Orang yang tidak mengenal sejarah artinya orang yang tidak mengenal dirinya sendiri. Dan karena tidak mengenal diri sendiri itu mereka menjadi asing & terasingkan. walaupun dunia tak henti menyanjung mereka. Belajar agama hanya dilatih buat membenci agama lain. Rumah ibadah tidak boleh dibangun berdekatan karena mereka takut kemajemukan. Orang yang takut kemajemukan artinya pertanda orang yang kalah dalam bermasyarakat, mereka gagal karena gagal berkomunikasi, & mereka gagal berkomunikasi karena mereka tidak menguasai bahasa. Padahal Kekuasaan artinya soal Pemilihan Bahasa.
Marilah kini kita sebagai saudara satu bangsa, satu tanah air, & satu bahasa. Janganlah persoalkan lagi masalah ideologi. Mari kita bangun kesadaran Gadjah Mada, Keberanian Jalasena Lembu Nala.. taklukan Dunia atas nama Indonesia. Sehingga orang Indonesia akan mendominasi Dunia seperti Nabi Muhammad SAW memimpin bangsa Arab menaklukan Dunia bersama kekuatan pemikiran. Sugih tanpa Banda, Digdaya tanpa Aji, Nglurug Tanpa Bala & Menang tanpa Ngasorake. Nuwun.
Referensi :
Sumber gambar :Ekaandrisusanto's Blog