Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Sampeyan tidak salah dalam membaca judul, pula tampaknya saya lama tidak menulis tentang hal-hal klenik sarat mitos mirip ini. Kain mori atau kafan perawan yang menjadi topik kita kali ini diyakini sang kalangan supranatural memiliki aura & kekuatan luar biasa dibandung dengan benda bertuah lainnya. Tentu saja dalam goresan pena ini tidak hendak menyarankan sampeyan untuk melakukan ritual yang saya sarikan asal buku Primbon Ing Sejatining Urip yang saya bagikan ini. Semata-mata hanya berbagi wawasan akan khasanah mistik yang pernah ada di tanah Jawa ini khususnya.
Kain kafan itu sendiri, atau orang Jawa seringkali menyebutnya mori ini berupa sobekan kain pembungkus mayat seseorang gadis yang masih suci atau perawan & meninggal pada malam atau hari Jumat Kliwon. Namun disebagian masyarakat pesisir utara Jawa, ada yang berlaku khusus pada malam & hari Jumat Wage. Seperti di tempat saya lahir, Tuban. Hari yang paling dikeramatkan artinya malam & hari Jumat Wage.
Baik, kita lanjutkan lagi. Kematian pada malam keramat itu, syahdan memang sangat jarang terjadi. Barangkali sebab itulah kemudian ada asumsi mempunyai keistimewaan tersendiri. Saking populernya, nyaris di setiap primbon kuno yang diciptakan para Mpu, di dalamnya poly ditemukan sub judul seputar kekuatan magis kafan perawan ini.
Salah satunya pada primbon yang bertajuk Ing Sejatining Urip, satu dari primbon kuno yang dirangkum sang Mpu G. Untuyo. Pada satu dari sub judulnya mengupas habis seputar kekuatan magis kain kafan perawan.
Mpu G. Untuyo sekilas dalam penelaahannya relatif lugas yang ditunjang dengan wawasannya yang kental terhadap sejumlah kekuatan magis benda-benda bertuah. Bahkan berbeda dengan primbon-primbon lainnya, G Untuyo sangat gamblang menjelaskan latar belakang, anggaran-anggaran pengambilan, penyempurnaan hingga kepada pemakaian & pantangannya.
Latar belakangnya sendiri, magis kafan perawan ini, lebih seringkali digunakan kalangan durjana atau bandit untuk melancarkan kejahatannya. Konon, seandainya sobekan kafan perawan tersebut sudah disempurnakan, maka akan memiliki kekuatan magis. Di antaranya berupa halimunan, yaitu orang yang mengenakan sobekan kain kafan perawan tersebut akan tidak kasat mata atau tidak akan terlihat sang orang lain. tentu saja tempo menghilangnya hanya dalam hitungan menit. Artinya, kemampuan halimunan itu bukan bersifat statis atau abadi mirip bangsa jin, ataupun makhluk tanpa fisik lainnya.
Kekuatan halimunan inilah yang diincar kalangan durjana tersebut. biasanya, kekuatan halimunan ini akan berfungsi manakala dalam kondisi terpojok sang kejaran massa atau pada saat-saat berbahaya lainnya. Disamping bertuah halimunan, kain kafan perawan itupun punya daya magis anti cukur atau kebal terhadap berbagai senjata tajam.
Tidak sama dengan mengambi; benda bertuah lainnya. Kain pembungkus mayat gadis suci itu, mesti diambil selepas tengah malam & tidak boleh ada orang lain yang melihatnya, meski hanya satu orang saja. Artinya, saat mengambil kain pembungkus mayat tersebut tidak boleh mengajak seseorang temanpun.
Biasanya, sebab sudah maklum akan bakal jadi pembicaraan orang-orang yang tidak bertaggungjawab, maka tidak aneh seandainya kemudian selama 40 hari penuh, kuburan seseorang perawan yang meninggal pas malam Jumat Kliwon & Jumat Wage akan dijaga ketat sang sanak keluarganya, layaknya menjaga harta karun. Adanya penjagaan itupun merupakan tantangan tersendiri. Tantangan inipun barulah tantangan yang pertama. Sebab, apabila secara kebetulan menemukan peluang rupawan, dimana para penjaganya tertidur pulas, maka tidak tertuntup kemungkinan ada durjana yang nekad menggali kuburan si perawan.
Dikatakan, untuk menggali tanah kuburan tersebut tidak boleh memakai cangkul, bahkan bilahan bambu sekalipun. Melainkan meski digali dengan memakai jari-jemari tangan sendiri. sehabis dengan susah payang menggali liang lahat yang hanya memakai jari-jemari, saat sudah tiba di dasar liang lahatnya, akan ditemukan mayat terbungkus kain putih, sebab di Indonesia ini kain pembungkus mayat semua putih, tidak ada yang item, merah, biru, apalgi pink. Kain pembungkus itulah yang harus diambil. Tapi tunggu dulu, cara menggambilnya jangan sampeyan bayangkan boleh pakai tangan apalagi gunting atau sejenisnya. Tapi mesti mengunakan gigi dengan cara menggigitnya. Bagi sampeyan yang ompong, peluang ini tidak berlaku bagi sampeyan.
Sampai disitu, kain kafan masih belum bisa dimanfaatkan. Kain yang baru diambil asal liang lahat itu, belum memiliki kekuatan apa-apa. Tak ubahnya kain biasa pada umumnya. Untuk mendapatkan kekuatan magisnya, masih harus dilakukan satu tahap lagi yakni, penyempurnaan melalui sebuah ritual lagi.
Setelah mengambilnya, kain pembungkus mayat itu harus disimpan di dalam paso (kuali) atau gerabah yang diatasnya ditutupi tampah atau sarana penampi beras. Si pengambil pun harus selalu terjaga hingga fajar menyingsing.
Selama beberapa jam hingga tibanya fajar, umumnya bakal datang gangguan berupa teror gaib. Suara gadis yang kain kafannya dicuri. Dalam primbon tersebut dijelaskan dengungan suara menghiba itu akan berlangsung hingga tibanya fajar baru berhenti.
Dengan terbitnya fajar bukan berarti si pencuri kafan sudah diperkenankan molor alias tidur, melainkan masih harus mencari kembang tujuh rupa. Bukan asal hasil membeli. Setelah kembang tujuh rupa terkumpul, paso (kuali) berisi kain kafan tadi harus digenangi air sumur hingga dua perempat bagian. Kembang tujuh rupa kemudian ditaburkan dipermukaan air hingga tertutupi seluruhnya. Setelah permukaan airnya sudah tertutup kembang tujuh rupa, paso (kuali) kembali ditutup dengan tampah.
Supaya kain itu menyerap wangi kembang tujuh rupa, maka harus direndam setengah hari, jangan lupa tidak boleh pakai molto atau pewangi sandang lainnya. Nah, lepas tegah hari, kain kafan kemudian dimuntahkan asal dalam paso dn dibentangkan untuk diangin-anginkan. Mengangin-anginkannya pun tidak boleh di luar tempat tinggal, melainkan di dalam kamar hingga kainnya kering.
Setelah kering, kain itu dijahit menjadi selendang ataupun ikat pinggang. Yang menjahitnya tentu si pencuri sendiri, tidak boleh minta tolong sama penjahit siapapun, bisa girap-girap nanti. Lagipula menjahitnya pula harus dengan tangan, tidak diperkenankan pakai mesin jahit. Benang yang dipakai pun harus sewarna, yakni memakai benang putih. Tiap kali menancapkan ujung jarum ke siis kain, disyaratkan harus menyebutkan nama gadis pemilik kain kafan tersebut. Jadi, kalau tidak tahu namanya perjuangan yang melelahkan tersebut sia-sia belaka. Hal tersebut terus dilakukan hingga kafan itu membentuk selendang, rompi, atau ikat pinggang. Bisa dibayangkan melelahkannya toh!
Pada dasarnya, ikat pinggang atau selendang kain kafan perawan itu bisa digunakan kapan saja, bebas. Yang jadi pantangannya, aura magisnya tidak akan berfungsi manakala memasuki tempat tinggal yang penghuninya rutin ngaji al-Quran dirumahnya hingga khatam. Nah, demikian mitos tentang kain kafan perawan yang saya sarikan asal primbon Ing Sejatining Urip, semoga menambah wawasan khasanah dunia per-mitos-an yang pernah ada ditengah masyarakat Jawa pada khususnya. Nuwun.