Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Jika di Jambi ada mitos uhang pendek (orang pendek), di Flores pun ada manusia serupa oleh masyarakat sekitar menyebutnya Ebu Gogo. Tidak seperti cerita rakyat lainnya, sebut tentang Sangkuriang berdasarkan Jawa Barat atau juga Malin Kundang berdasarkan Sumatera Barat, cerita tentang Ebu Gogo tidak banyak dikenal oleh masyarakat.
Meski demikian, cerita rakyat tentang Ebu Gogo ternayata telah mendua melalui film The Cannibal in The Jungle & novel Legends of the Ebu Gogo. Filmnya bisa sampeyan tonton di bioskop online ada kok. Nah, berdasarkan nonton film tersebutlah yang membuat saya penasaran, hingga akhirnya mencari literatur untuk menjadi bahan tulisan ini.
Dari literasi yang saya dapatkan, cerita Ebu Gogo sarat akan misteri yang berbalut beserta kanibalisme, legenda, & fakta. Adalah Dr. Gregory Forth. Dalam bukunya beserta judul Images of the Wildman in Southeast Asia: An Anthropological Perspective ia menulis tentang Ebu Gogo sebagai berikut :
Ebu Gogo mirip manusia: mereka berdiri tegak & tidak punya ekor namun badan mereka berbulu & wajah mereka mirip kera & orang utan, beserta gigi taring yang besar. Yang perempuan punya susu yang panjang – begitu panjang sehingga susu mereka bisa dibentangkan di bahu & anak mereka boleh susu berdasarkan belakang. Ebu Gogo hanya punya tinggi satu meter tapi mereka sangat kuat & lari sangat kencang, jadi manusia tidak bakal bisa mengejar & menangkap mereka.
Mungkin sekitar 50 orang Ebu Gogo hidup di gua Lia 'Ua, satu kilometer berdasarkan kampung asli 'Ua. Gua itu sangat besar & punya lorong masuk hingga satu kilometer panjangnya menuju pintu keluar bagian timur. Ebu Gogo tidak mengenal alat-alat atau perkakas atau senjata, juga tidak mengenal api. Mereka makan mentah kuliner yang mereka dapati, tidak pernah mandi jadi bau badan luar biasa. Manusia bisa mendeteksi mereka lewat bau. Ebu Gogo mencuri kuliner berdasarkan kebun & gubuk orang 'Ua.
Kadang-kadang mereka timbul di tempat pesta di kampung 'Ua atau permukiman-permukiman kecil di sekitar. Orang-orang di kampung kemudian memberi kuliner untuk bangsa Ebu Gogo ini, mereka kemudian makan semuanya. Ebu Gogo.
Karena rakus & tidak mau menanam, bangsa Ebu Gogo juga mencaplok perahu yang berisi labu & kerang kelapa. Saat menghadiri pesta, Ebu Gogo mempertunjukkan sejenis tarian beserta formasi melingkar. Mereka bisa bicara namun berbeda beserta bahasa orang Nage sehingga sulit dimengerti. Suatu saat, seorang Ebu Gogo perempuan ditangkap saat mencuri di wilayah keliru satu leluhur 'Ua bernama Huma Leli.
Sebelum memulai perampokan, ia meninggalkan bayinya di gubuk milik Huma; & ketika itu Huma pulang ke gubuknya & menemukan bayi itu. Huma kemudian menikam mati bayi Ebu Gogo itu beserta dahan sawit. Ibu berdasarkan bayi itu akhirnya datang untuk mengambil bayinya tapi kaget karena digongong anjing. Ebu Gogo sangat takut beserta anjing. Mereka juga takut pada sisir rambut kepala yang terbuat berdasarkan bambu. Ebu Gogo perempuan itu kemudian berteriak bahwa anjing Huma telah menggigit mati bayinya kemudian melarikan diri sambil membawa bayinya yang telah mati itu.
Akibat cara hidup mencuri itu, orang 'Ua kemudian memutuskan untuk membasmi Ebu Gogo. Suatu ketika, setelah Ebu Gogo menghadiri sebuah pesta, kelompok laki2 'Ua menuggu hingga seluruh Ebu Gogo telah kembali ke gua mereka. Orang-orang 'Ua tadi kemudian menutup pintu keluar bagian timur & melempar sekitar 500 koli ijuk di pintu masuk Lia 'Ua. Mereka bilang Ebu Gogo untuk menggunakan ijuk-ijuk buat alas tidur atau tikar.
Karena bodohnya, Ebu Gogo justru membungkus ijuk-ijuk itu pada badan mereka. Setelah semuanya membungkus ijuk di badan, orang 'Ua kemudian melempar puntung berapi ke arah Ebu Gogo, tentu kebakaran besar di tempat itu tak terhindarkan, seluruh Ebu Gogo mati terpanggang dalam gua. Hanya menyisakan sepasang Ebu Gogo karena mereka sedang pergi mencari kuliner. Sepasang Ebu Gogo ini melarikan diri ke gunung 'Ua, di wilayah Tana Wolo.
Setelah Ebu Gogo dibasmikan, segerombolan besar belatung keluar berdasarkan gua Lia 'Ua & merayap hingga setengah kilometer, kemudian akhirnya mati tersengat panas matahari.
****
"The Cannibal in the Jungle" merupakan film adonan antara realita, sejarah, legenda, & fiksi murni berformat dokumenter beserta gendre horor. Film ini dirilis di Amerika Serikat pada Pekan Rakasasa Animal Planet, 27 April 2015 yang kemudian. Pembuatan film ini mengacu pada kisah nyata & kesaksian Dr. Timothy Darrow tentang sekelompok makhluk kanibal menyerupai manusia yang sangat misterius & menyeramkan. Makhluk ini bertubuh pendek, kulitnya berbulu, berjalan layaknya manusia tapi agak kaku. Mereka mampu bergelantungan berdasarkan dahan ke dahan yang lain seperti monyet raksasa & sangat berbahaya serta mematikan.
Makluk ini diduga sebagai Ebu Gogo dalam cerita rakyat Nagekeo Flores Tengah. Film ini juga terinspirasi oleh temuan ilmiah & menakjubkan tentang Homo FLORESIENSIS atau hobbit serta tulang-tulangnya yang telah berusia 13.000 tahun di Liang Bua, Manggarai – Flores pada tahun 2003 oleh sejumlah arkeolog.
Dr Gary Ward, Dr Timoty Darrow & Drajat Reggie Suputra. Peneliti spesies burung langka, khususnya spesies Flores Scops Owl burung hantu endemic Flores di kawasan Ebu Lobo tahun 1977 Film beserta durasi sekitar satu setengah jam ini juga dibentuk atas data historis kesaksian Dr Timoty Darrow, seorang peneliti & ilmuwan burung (ornithologist) berdasarkan Amerika, yang lolos berdasarkan terkaman & pembantaian bobbit Ebu Gogo di sekitar kampung Ua lama – Ebu Lobo – Flores tahun 1977 yang kemudian.
Dalam kesaksiannya, Timothy berkata tatkala ia & dua temannya sedang membuat rumah pohon untuk meneliti burung-burung di gunung Ebu Lobo, mereka melihat jejak-jejak kaki mirip manusia. Mereka penasaran & menelusurinya lebih jauh. Timothy & dua rekannya sempat mengabadikan hobbit yang diduga Ebu Gogo itu dalam beberap momen yakni saat keliru satu Ebu Gogo sedang berjalan di keliru satu lembah (kali), berjalan & melompat di atas pohon & saat segerembolan Ebu Gogo ada diatas bukit jauh di dalam hutan.
Namun, sekonyong-konyong, mereka diserang kawanan Ebu Gogo. Timothy sempat mengabadikan momen penyerangan yang menyeramkan itu berdasarkan atas pohon. Sayangnya, kedua rekannya tewas seketika diterkam, dicabik-cabik & dimakan Ebu Gogo. Timothy sendiri hampir tewas dalam penyerangan itu. Pelipisnya luka cabik & kedua telapak tangannya sobek dicakar Ebu Gogo. Ia sempat melarikan diri & diselamatkan oleh warga kampung sekitar.
Kisah Timothy ini menjadi kontroversial hingga kini, karena tak ada saksi lain yang melihat & ikut menyaksikan momen penyerangan hobbit Ebu Gogo yang menyeramkan itu. Film ini juga diangkat untuk mengenang jasa & karya Timothy & kedua rekannya, yang adalah peneliti spesies burung langka, khususnya spesies Flores Scops Owl burung hantu endemic Flores di kawasan Ebu Lobo. Film ini juga mendukung kesaksian Timothy, bahwa ia bukanlah pelaku pembunuhan & kanibalisme kedua rekanya, seperti yang dituduhkan kepadanya, melainkan Ebu Gogo pelakunya— membunuh Dr. Gary Ward (sesama ornithologist) & Drajat Reggie Saputra (peneliti Indonesia).
Timothy akhirnya dijatuhi hukuman semumur hidup hingga menemui ajalnya di penjara Kerobokan, Denpasar, Bali pada 3 Februari 2013 kemudian. Jasad Drajat Reggie Saputra yang dituduh dibunuh & dimakan oleh Dr. Timothy Darrow temannya. Meski Timothy berkata bahwa Drajat & Gary diterkam oleh makhluk yang diduga Ebu Gogo Kasus ini sempat menggemparkan Indonesia & dunia tahun 1977.
Kanibalisme yang dituduhkan kepada Timothy telah menyebabkan demo besar-besaran & pembakaran bendera Amerika di Kedutaan Amerika. Berbagai koran menurunkan berita bahwa Timothy membunuh & memakan temannya sendiri. Tak heran ada koran menurunkan berita ini beserta judul American Cannibal: Guilty!.
Semua properti milik Timothy diteliti tim Australia, sebelum Animal Planet Film merilis film ini. Kameranya berhasil ditemukan di kawasan kampung Ua, sembilan bulan sebelum Timothy wafat. Proyek film ini ditangani oleh tim berdasarkan Australia bekerja sama beserta beberapa pihak terkait. Beberapa properti etnik Nagekeo juga dipergunakan dalam film tersebut atas kebaikan Helena Muga, kakak kandung Fransiskus Muga, yang sempat ke Filipina membawa busana adat Nagekeo, yang dipergunakan dalam adegan film oleh kepala kampung sekaligus menjadi penterjemah dalam kisah film tersebut.
Karena ada beberapa teks asli bahasa Nage, Boawae harus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, yang membutuhkan kontribusi Helena, berdasarkan Nagekeo. Sayangnya, film ini menentukan lokasi shooting di Filipina Selatan beserta banyak dialek Tagalog, bukan di Boawae, di Kampung Ua, Nageoga, keliru satu tempat di mana Ebu Gogo pernah menetap di sana. Tetapi, unsur Nagekeo seperti properti busana etnik Nagekeo & beberapa dialog bahasa Nage, yang diterjemahkan ke bahasa Inggris ada dalam adegan film ini.
Cerita tentang Ebu Gogo bisa jadi hanya sebuah legenda yang berkembang di Nagekeo Flores. Cerita ini melekat erat beserta masyarakt Nagekeo puluhan bahkan ratusan tahun. Tapi, apabila kesaksian Timothy Darrow sungguh terjadi maka cerita tentang Ebu Gogo bukan lagi sebuah legenda tapi FAKTA. Pembelaan & kesaksian Timothy di pengadilan kala itu (tahun 1977) terbilang sangat lemah.
Pertama, karena tidak ada seorangpun yang ikut menyaksikan insiden menyeramkan yang berujung pada kematian Gary Ward & Drajat Reggie Saputra temannya. Timothy tidak saja dituduh membunuh akan tetapi memakan temannya sendiri. Kedua, belum ada temuan atau penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa makhluk beserta ciri-ciri seperti dikisahkan dalam cerita rakyat sebagai Ebu Gogo sungguh ada atau fakat. Namun, kesaksian Timothy layak dipertimbangkan kembali setalah temuan ilmiah & menakjubkan tentang Homo FLORESIENSIS atau hobbit (manusia kerdil pendek) serta tulang-tulangnya yang telah berusia antara 94.000 hingga 13.000 tahun di Liang Bua, Manggarai – Flores pada tahun 2003 yang kemudian.
Penggalian arkeologi di Liang Buah yang dialakukan oleh tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang dipimpin oleh Raden Pandji Soejono bekerja sama beserta Australia yang dipimpin oleh Mike Morwood berdasarkan Universitas New England setidaknya telah mengguat kembali tuduhan yang diarahkan kepada Timothy Darrow.
Dalam penggalian ini mereka menemukan 9 kerangka manusia kerdil. Salah satunya diperkirakan perempuan setinggi 100 sentimeter (cm). Homo Floresiensis, penemuan arkelogi di Liang Bua – Manggarai – Flores Penemuan ini sempat menjadi kontroversi di kalangan para ahli arkeologi. Sejumlah ilmuwan menganggap bahwa "The Hobbit" merupakan anggota spesies Homo erectus. Hanya saja, "The Hobbit" mengalami isolasi & evolusi sehingga mengecil.
Karaena itu, Antoine Balzeau, ilmuwan berdasarkan Natural History Museum Perancis meneliti ulang tulang belulang "The Hobbit". Dia bekerja sama beserta Philippe Charlier, ahli misteri medis kuno berdasarkan Paris Descartes University seperti dilansir Kompas.Com (16/2/2016). Dengan menggunakan teknologi pemindaian tinggi, Balzeau & Charlier menganalisis tulang tengkorak manusia yang ditemukan di Liang Bua, Flores, itu.
"Sejauh ini, kami mendasarkan kesimpulan pada gambar yang belum banyak dilihat sebelumnya," kata Balzeau seperti dikutip Telegraph, Selasa (16/2/2016). Balzeau berkata, ada banyak informasi yang terdapat pada setiap lapisan tulang tengkorak. Namun, ia berkata, "Tak ada ciri berdasarkan spesies kita." Meskipun menemukan tanda-tanda adanya penyakit, Balzeau & Charlier tak menemukan tanda penyakit itu berhubungan beserta kelainan genetik yang menyebabkan kekerdilan.
Jika kesimpulan Balzeau & Charlier diterima sebagai kebenaran maka kesaksian Dr. Timothy Darrow bahwa & dua temannya (Dr. Gary Ward & Drajat Reggie Saputra) diserang hobbit Ebu Gogo (manusia bertubuh kerdil atau pendek) adalah sebuah Kebenaran & Fakta.
Ada tiga kesimpulan yang bisa ditari berdasarkan film The Cannibal in The Jungle, kesaksian Dr Timothy Darrow & penggalian arkeologi di Liang Buang tentang Homo Floresiensis.
Pertama, hobbit Ebu Gogo sungguh hidup & pernah ada di Flores. Itu berarti hobbit Ebu Gogo tidak sekedar ceita rakyat atau legenda saja. Mereka diperkirakan masih menghuni gua-gua bawa tanah disekitar kampung Rua (Ua), kaki gunung Ebo Lobo – Boawae. Dan, kemungkinan besar mereka juga mendiami beberapa gua lain di Nagekeo & daerah lain di Flores.
Kedua, kalua Ebu Gogo pernah hidup & ada di Flores maka kesaksian Dr. Timothy Darrow tentang penyerangan hobbit Ebu Gogo tahun 1977 sungguh terjadi. Karena itu, pemerintah Indonesia harus segera merehabilitasi nama baik Dr. Timothy Darrow sebagai canibalist. Selain itu, perlu dilakukan kajian & penelitian lebih jauh tentang eksistensi hobbit Ebu Gogo ini.
Ketiga, apabila Ebu Gogo sungguh Nyata & masih hidup hingga tahun 1977, maka masyarakat Flores secara khusus masyarakat Nagekeo, harus sangat berhati-hati apabila ingin menelusuri hutan-hutan rimba & gua-gua yang ada di Flores karena hobbit Ebu Gogo diperkirakan masih hidup sampai hari ini.
Keempat, perlu dicatat bahwa kanibalisme di Flores dilakukan oleh species hobbit Home Floresiensis bukan species homo erectus atau homo sapiens atau yang lebih dikenal sebagai manusia Flores modern yang hidup di Flores saat ini. Jadi, manusia Flores modern saat ini bukan pembunuh & pemakan manusia (cannibal). Sekian.
Sumber utamanya berdasarkan sini