Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Tanpa muncul maksud mengkotak-kotakkan suku bangsa yg muncul pada negeri ini, jujur harus kita akui, orang Tionghoa semenjak masa lampau telah menguasai perekonomian Indonesia. Hal ini sangat dimaklumi, lantaran sebagian akbar orang Tionghoa hidup dalam global perniagaan.
Pernahkan sampeyan melihat orang Tionghoa yg tidak berdagang? Mungkin muncul, tetapi sepertinya tidak banyak. Kebanyakan mereka ini, terutama yg tinggal pada Indonesia, bahkan mungkin seluruh global, hidup asal berdagang. Tengok saja jejeran toko-toko pada pinggir jalan protokol pada setiap wilayah, punya siapa? Punya orang Tionghoa, kalaupun muncul terselip bukan milik orang Tionghoa itupun sangat sedikit.
Mendapati kenyataan tak biasa ini tentu membuat kita bertanya-tanya, mengapa orang Tionghoa yg muncul pada Indonesia ini banyak menjadi pedagang yg sukses. Sementara kita yg penduduk orisinal (aku kurang suka menyebutnya pribumi) justru sebaliknya. Nah, pada kesempatan tulisan jejak pecinan ini aku ajak kisanak buat menelusurinya.
Banyak hal yg kadang kita membuang sungkan buat belajar. Salah satunya berguru asal keuletan berdagangnya orang Tionghoa. Biasanya, orang-orang Tionghoa ini mengawali usahanya beserta modal mini serta usang kelamaan bermetamorfosis akbar, sebut saja satu pada antaranya Liem Soe Liong, serta masih banyak lagi pengusaha-pengusaha asal etnis Tionghoa yg sukses pada negeri ini.
Hal tadi adalah kenyataan yg relatif unik buat dikaji serta diteliti terutama asal sudut pandang historis. Pandangan historis terhadap etnis Tionghoa akan banyak membantu dalam meneropong kenyataan ini. Banyak orang menerka bahwa orang-orang Tionghoa yg sukses menjadi pengusaha akbar dikarenakan asal kerja keras mereka, apakah itu sahih?
Kalau begitu sahih adanya maka petani-petani yg bekerja pada ladang serta sawah seharusnya bisa lebih sukses asal orang-orang Tionghoa lantaran mereka bekerja lebih keras dibawah terik matahari yg menyengat disertai kemampuan buat menyesuaikan diri beserta alam. Namun kenyataannya para petani tidak sesukses orang-orang Tionghoa yg merantau ke Indonesia. Ada apa gerangan beserta hal ini?
Etnis Tiongjoa adalah warga asing telah menjalin kontak beserta nusantara semenjak usang, jauh sebelum kolonialisme Portugis merambah Nusantara. Pada masa Sriwijaya telah muncul interaksi dagang antara Nusantara beserta Tiongkok serta bahkan menurut Kobkua, sejarawan, menilai bahwa Sriwijaya adalah agen dagang asal Tiongkok serta pada waktu itu Sriwijaya tunduk kepada Tiongkok buat melindungi serta menyelamatkan kepentingan ekonominya. Sejak pembangunan kota Batavia sang VOC (Vereniging Oost Indische Compagnie) tahun 1619, orang-orang Tionghoa banyak yg berdatangan ke Batavia dikarenakan Batavia telah menjadi kota dagang yg akbar serta akan membawa peruntungan yg lebih baik.
Mereka berdatangan ke Batavia baik secara sah maupun ilegal. Jika mereka tiba secara ilegal, biasanya mereka diturunkan pada kurang lebih Kepulauan Seribu, bukan pada pelabuhan Batavia. Etnis Tionghoa beserta cepat membaur kedalam kehidupan ekonomi masyarakat pribumi serta juga beserta orang Eropa. Di wilayah Cirebon, dalam sebuah laporan resmi pihak Belanda asal tahun 1711, menyinggung tentang bagaimana akrabnya integrasi yg telah terjadi antara orang-orang Tionghoa serta elite bangsawan Jawa dikalangan istana.
Etnis Tionghoa pun baerhasil menjadi pengusaha-pengusaha beserta membuat pabrik pada wilayah Batavia. Mereka pun terkadang diandalkan sang VOC menjadi teknisi-teknisi. Orang-orang VOC lebih banyak mempercayai orang Tionghoa ketimbang penduduk lokal itu sendiri dikarenakan VOC takut kalau-kalau mereka mempunyai kekuatan maka akan memberontak terhadap VOC, maka asal itu sebisa mungkin VOC mengekang warga lokal serta lebih mengutamakan orang-orang Tiongkok buat mengisi jabatan penting seperti syahbandar, pejabat yg mengatur segala urusan pada pelabuhan asal mulai penarikan cukai hingga perselisihan antar pedagang.
Berbagai jabatan penting pun kerap kali diberikan pejabat-pejabat VOC kepada orang Tiongkok, disamping lantaran ketakutan VOC pada warga lokal jikalau mereka diserahi jabatan, juga lantaran keuletan serta kerja keras asal orang-orang Tionghoa tadi. Pada abad 18, orang-orang Tionghoa menjadi pedagang perantara yg penting antara pedalaman serta pelabuhan yg dihubungkan sang sungai.
Orang-orang Tionghoa pun mengelola bidang perpajakan (tol). Gerbang tol ini berada pada jalur-jalur perdagangan menjadi akibatnya setiap pedagang yg melewati jalur ini harus membayar pajak. Awalnya Pajak tol ini, pada pulau Jawa dikelola sang raja Mataram, serta seiring beserta semakin sibuk serta harapan akbar yg diperolah maka raja-raja ini menawarkan hak pengelolaan pajak tol kepada orang-orang Jawa yg kaya serta kepada orang Tionghoa. Dikarenakan mereka mempunyai banyak modal serta juga dipercaya maka orang-orang Tionghoa ini bisa menguasai bandar-bandar tol ini. Setelah kerajaan jatuh ke tangan VOC, maka pengeleolaan pajak tol ini tetap dipegang sang orang-orang Tionghoa lantaran menjadi pengelola pajak, orang Tionghoa, lebih baik daripada orang Jawa.
Masih banyak lagi kaitan antara orang-orang Tionghoa beserta perekonomian yg bisa dicermati asal sudut pandang historis , tetapi asal sedikit urain diatas bisa dicermati bahwa banyak sekali faktor-faktor historis yg bisa menimbulkan orang-orang Tionghoa ini menjadi kaya serta meraup banyak keuntungan lebih dibandingkan beserta penduduk orisinal. Nuwun.