Dunia Keris Aji Pancasona? Suatu ilmu yg sangat legendaris & bahkan dapat dibilang mitos belaka. Namun siapa sangka jejak pemilik & pewaris ilmu ini masih dapat kita saksikan hingga kini. Kerabat perkerisan yg kebetulan tinggal di daerah Blitar & sekitarnya saya konfiden tidaklah asing menggunakan sosok pewaris ilmu langka ini. iya benar, Eyang Joyodigo. Semasa hidupnya dianggap tokoh sufi. Pasalnya, tokoh ini menguasai ilmu langka yg bernama Aji Pancasona. Yakni sebuah ilmu yg dapat hidup kembali waktu mangkat. Dengan catatan, menurut menyentuh tanah. Karena itu, supaya nir hidup kembali, dikala meninggal, kemudian makamnya digantung.
Di jalan Melati, Blitar, Jawa Timur, terdapat sebuah makam tua yg lebih dikenal menggunakan nama makam Gantung. Predikat yg inheren pada makam tua ini, sangat singkron menggunakan syarat makam tadi. Pasalnya, makam ini memang dalam posisi nir menyentuh tanah. Karena itu, warga menyebutnya menggunakan nama, Makam Gantung. Keunikannya, tidak sedikit para peziarah yg datang ke makam Bung Karno, menyempatkan diri berjiarah ke makam gantung.
Selain mendoakan tokoh sakti yg makamnya nir menyentuh tanah ini, mereka sengaja ingin menyaksikan keunikan menurut makam itu. Apalagi, jarak makam Bung Karno menggunakan makam gantung, hanya terpaut lebih kurang satu kilometer.
Eyang Joyodigo, inilah nama tokoh sakti yg makamnya didesain ditidak menyentuh tanah. dalam riwayat beliau semasa hidupnya, Eyang Joyodigo dianggap satu-satunya tokoh pada zamannya yg memiliki ilmu Aji Pancasona. Yakni, ajian yg waktu mangkat dapat hidup kembali menurut jasadnya menyentuh tanah. Karena itu, waktu tokoh ini meninggal diusia senja, kemudian makamnya didesain nir menyentuh tanah. Jasadnya dimasukan kedalam peti besi, kemudian disangga menggunakan empat penyangga yg maupun terbuat menurut besi. Seperti pada gambar gambaran diatas.
Karena makamnya nir menyentuh tanah, walau jasadnya disangga dalam peti besi, warga setempat menyebutnya menggunakan nama makam gantung. Sedangkan dibawah & di kiri-kanannya, dimakamkan para famili Eyang Joyodigo. Membincang Aji Pancasona ini dalam epos Ramayana hanya satu yg memiliki Aji Pancasona. Yakni saudara kembar Sugriwo yg bernama Subali. Keduanya, berasal menurut bangs kera.
Namun, alasannya adalah rayuan Rahwana, kemudian ilmu Aji Pancasona jatuh ke tangah raja menurut Ngalengka ini.
Lalu bagaimana Aji Pancasona dapat dikuasai sang Eyang Joyodigo? Pertanyaan ini niscaya hinggap disemua ketua kita. Konon, semasa hidup, tokoh ini dikenal senang laku tirakat. Berbagai macam ilmu sudah dikuasai. Termasuk Aji Pancasona. Bahkan gurunya, tidak hanya menurut bangsa manusia saja. Tapi terdapat maupun yg berasal menurut bangsa lelembut. Tak heran, jikalau Eyang Joyodigo dapat menguasai ilmu Aji Pancasona yg pemilik aslinya, tinggal cerita.
Lalu siapa sebenarnya Eyang Joyodigo? Diriwayatkan tokoh ini dulunya sahabat dekat Pangeran Diponegoro. Tak hanya sahabat maupun, alasannya adalah Joyodigo maupun trah darah biru menurut Mataram. Dan pada tahun 1825, terdapat perselisihan antara Belanda menggunakan Pangeran Diponegoro. Kembali ke babad sejarah sejenak, penyebabnya tidak lain alasannya adalah pihak keraton bagi Diponegoro, terlalu merendahkan martabatnya. Keraton Yogyakarta, seakan-akan berdiri hanya alasannya adalah kemurahan hati Belanda. Tak hanya itu, yg memproduksi darah Diponegoro mendidih. Saat itu, kekuasaan raja-raja ditanah Jawa terus dipersempit. Ada lagi, kekuasaan raja disamakan menggunakan kedudukan pengawai tinggi pemerintahan Kolonial. Bahkan, pemerintah kolonial terlalu jauh mencampuri urusan keraton menggunakan cara ikut campur dalam hal pergantian raja.
Lebih menyakitkan lagi bagi Diponegoro, pihak Belanda memungut pajak jalan, ternak, rumah & efek bumi kepada rakyat jelata. Karena itu, waktu kompeni memproduksi mengambarkan tapal batas buat jalan yg melewati tanah leluhurnya, mengambarkan tapal batas itu langsung dicabut. Dengan begitu, api peperangan sudah tersulut. Selama dalam masa peperangan yg berlangsung lima tahun (1825-1830), keliru satu pengikut pangeran Diponegoro yg setia yakni, Joyodigo.
Bersama Diponegoro, Joyodigo terus melakukan perlawanan kepada Belanda. Tak hanya sekali, tokoh sakti ini tertangkap & dieksekusi mangkat sang Belanda. Namun, alasannya adalah mempunyai Aji Pancasona, begitu jasadnya dibuang sang Belanda, Joyodigo hidup lagi tanpa sepengetahuan kompeni. Hingga pada akhirnya, di tahun 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap alasannya adalah siasat licik pihak kompeni. Namun walau Pangeran Diponegoro sudah diasingkan ke Makasar selesainya tertangkap, bukan berarti darah pejuang Joyodigo padam.
Walau dikala pecah perang Pangeran Diponegoro, usianya masih menginjak lebih kurang 30-an. Ia terus melakukan perang gerilya bersama pengikut Pangeran Diponegoro yg lain. Namun, alasannya adalah dikala itu daerah Yogyakarta terlalu banyak penjagaan sang kompeni, Joyodigo menunjuk perang gerilya menuju arah timur.
Singkat ungkap, dalam perjalanannya ke arah timur, setiap pos Belanda yg lengah, niscaya diserang. Hingga pada akhirnya, sampailah Joyodigyo di daerah Blitar. Di kota ini, tanpa sepengetahuan pihak penguasa Blitar dikala itu, Joyodigo terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Merasa wilayahnya kondusif menurut pemerasan kompeni, kemudian Adipati Blitar dikala itu, mengirim pasukan telik sandi (intel) buat mencari tahu siapa sebenarnya yg sudah memproduksi takut kompeni di daerah Blitar.
Hingga pada akhirnya, telik sandi yg dikirim sang sang Adipati, menemukan Joyodigo di sebuah hutan yg masuk Blitar Selatan. Atas perintah Adipati Blitar, telik sandi mengundang Joyodigo buat datang ke pendopo. Namun permintaan utusan Adipati Blitar ini ditolak menggunakan halus. Alasannya, Joyodigo dikala itu, masih sibuk melatih laskar buat mengusir kompeni. Karena tolakan halus menurut Joyodigo ini, kemudian telik sandi langsung kembali & melapor kepada Adipati. Dua tahun kemudian, Adipati Blitar kembali mengirim utusan. Saat itu, patih di kadipaten Blitar mangkat & wajib segera dicarikan pengganti.
Maksud Adipati mengirim utusan yg kedua, supaya Joyodigo bersedia menjadi patih di kadipaten Blitar. Dan alasannya adalah banyak pihak kompeni yg meninggalkan Blitar lantara agresi gerilya pasukan Joyodigo, tokoh ini bersedia menerima tawaran Adipati Blitar. Sebagai seorang keturunan darah biru & pernah tinggal di keraton, waktu diangkat menjadi patih di kadipaten Blitar, Joyodigo sudah tidak asing lagi menggunakan pemerintahan. Patih Joyodigo bisa merogoh kebijakan yg sangat cakap.
Hal inilah yg memproduksi salut sang Adipati Blitar. Karena kecakapan ini, kemudian sang Adipati memberinya tanah perdikan yg sekarang berada di Jalan Melati kota Blitar. Di tanah perdikan ini, Joyodigo kemudian membentuk sebuah rumah akbar buat keluarganya & diberinya nama, Pesanggerahan Joyodigo. Rumah yg didirikan sang Joyodigo in, hingga kini masih berdiri kokoh. Sebagai manusia biasa, walau mempunyai Aji Pancasona, Joyodigo akhirnya wafat pada tahun 1905 diusia seratus tahun lebih.
Karena khawatir akan hidup lagi begitu menyentuh bumi, kemudian sang para kerabat, makamnya diusahakan supaya nir menyentuh tanah. Jasad Joyodigo dimasukkan kedalam peti besi, & peti itu kemudian disangga menggunakan empat tiang yg maupun terbuat menurut besi mirip yg tampak sekarang ini. Eyang Joyodigo adalah keturunan darah biru menurut Mataram & pernah menjadi patih di kadipaten Blitar sini. Saudara beliau, mantan bupati Rembang yg maupun suami menurut RA. Kartini.
Sebagai makam seorang tokoh sakti pada jamannya, kini makam Eyang Joyodigo pada hari-hari tertentu banyak didatangi sang para peziarah. Terutama yg datang menurut kalangan spiritualis. Beda menggunakan para peziarah biasa, kaum spiritualis ini datang ke makam Eyang Joyodigo menggunakan maksud tertentu. Yakni ingin berguru kepada Eyang Joyodigo menggunakan cara gaib. Tujuannya adalah nyecep ilmu beliau.
Maturnuwun…