Dunia Keris- Seperti janji aku sebelumnya pada kerabat perkerisan. Pada edisi tulisan jelajah & indikasi mitos keangkran bukit batu Lir-liran ini dabn sekaligus menyambung tulisan sebelumnya. Seperti dikisahkan dalam legenda bahwa pada saat akan pada kubur mayat Ki Djoko Budug terus memanjang. Kini, seolah mewakili kebenaran legenda tadi, makam itu memang terdapat & relatif panjang.
Di sebelah timur makam yg aku perkirakan sepanjangh 7 meter ini masih terdapat genting-genting yg tak terpakai & sudah berlumut. Menurut sahabat aku yg kebetulan sudah beberapa kali jua ke tempat ini, dulu terdapat orang yg ngalap berkah pada sini & terkabul apa yg menjadi hajatnya. Ia ingin membalas budi pada pedahnyangan dengan membangun makam, yakni menggantikan atap rumbia dengan dengan genting.
Tapi tampaknya yg mbaurekso nir berkenan. Setelah genting terpasang, keesokan harinya, tahu-tahu genting itu sudah tertata rapi pada sebelah timur makam. Tak ayal insiden ini mmebuat warga sekitar terkejut.
Untuk menuju makam Ki Djoko Budug, kita harus melewati tanah lapang yg biasanya dipergunakan olah raga para siswa SD Jambeyan. Tapi spesifik hari jumat pahing, tanah lapang itu sepi dari kegiatan anak SD maupun pemuda sekitar yg bermain sepak bola. Pasalnya, pernah terjadi insiden yg menhebohkan. Jila hari pantangan itu dilanggar, akibatnya banyak peserta didik yg mengalami insiden ganjil seperti kesurupan, tersentuh bola sedikit saja kelenger, & hal aneh lainnya pada hari Jumat Pahing.
Bersama salah satu sahabat yg semalam ikut menemani ke Bukit Lir-liran, kami bertandang ke makam keramat yg wingit itu. Saat tiba, terik mentari yg menyengat itu tiba-tiba berubah menjadi mendung pekat. Sebuah insiden alam yg tak wajar atau mungkin jua kebetulan. Sebentar kemudian hujan rintik rintik.
Kami pun memasuki cungkup makam misterius ini. pada tempat ini ritual dialog gaib kami lakukan. Dalam keheningan alam & rintik hujan yg mengiringi prosesi ini, bau tak sedap seperti anyir tercium hidung beserta hembusan angin.
Tiba-tiba alam sekitar terasa gelap. Dan tak usang kemudian, dalam pandangan gaib muncul seekor ular naga bermahkota yg diselimuti asap keputihan. Samar akan tetapi terlihat. Ular itu berwarna kuning kehijauan, tampak sangat berkharisma.
Dalam dialog itu, ular jejadian itu mengaku bernama Kyai Baru Klinting. Menurut tuturnya, ia adalah putra KI Ageng Mangir Wonoboyo, & ibunya adalah Dewi Pembayun, putri dari Panembahan Senopati. Baru Klinthing, mencari ayahnya yg hilang (dibunuh) dengan cara lewat bawah tanah. Tapi ketika sampai ditempat ini, ia pada tipu & dibunuh oleh bangsawan utusan eyangnya, Panembahan Senopati.
Kisah ini apabila ditelusuri secara filsafat Jawa adalah sanepan yg menimpa Ki Ageng Mangir. Sewaktu Panembahan Senopati akan mbalelo & menggempur Pajang yg kala itu diperintah Sultan Hadiwijoyo, ia mengajak bekerja sama dengan Ki Ageng Mangir, yg memang musuh besar Penguasa Pajang. Dengan janji, apabila berhasil, bumi akan dikotomi.
Namun sesudah berhasil, Ki Ageng Mangir dikhianati. Ia tak diberi apa-apa, bahkan dikenal menjadi pemberontak. Berbagai cara dipergunakan untuk menaklukkan Mangir, akan tetapi gagal. Akhirnya, putri Pembayun dipergunakan menjadi indera untuk menaklukkan Mangir.
Mangir nir berdaya menghadapi kemolekan Putri Pembayun. Ia jatuh dipelukan wanita putri musuhnya. Dan dari hasil hubungan asmara politik ini menjadikan keturunan yg diberi nama baru Klinthing.
Singkatnya, Mangir mau tiba ke Mataram. Tapi justru hal inilah yg menghantarkan nyawanya. Ia tewas dengan ketua remuk dihantamkan ke watu gilang dampar kencono oleh mertuanya sendiri, Panembahan Senopati. Mayat Mangir dimakamkan pada benteng Mataram, separuh tubuhnya pada dalam, setengahnya diluar.
Tak usang kemudian lahirlah putra Mangir. Setelah besar ia selalu menanyakan ayahnya. Karena nir menemukan jawaban, Baru Klinthing secara membisu-membisu meninggalkan istana untuk mencari jati dirinya. Tak ayal, hal ini membuat Panembahan Senopati risi apabila anak itu tahu siapa ayahnya. Maka diperintahkan bangsawan kepercayaannya untuk membunuh cucunya sendiri.
Dalam pencarian ini tubuh Baru Klinthing luka-luka yg megakibatkan menjadi borok. Maka oleh orang ia pun diberi nama Djoko Budug. Sebelum meninggal, ia mandi disebuah sendang yg diberi nama Penguripan. Sehabis mandi, sakit budugnya sembuh. Sendang Penguripan itu sampai kini dipercaya masyarakat sekitar airnya berguna untuk menyembuhkan sakit kulit & awet belia. Sendang ini dijaga Nyai Gadung Mlati Sepuh. Wujudnya wanita bagus berpakaian hijau gadung mlati. Dia adalah khodam atau manifestasi dari putri Pembayun yg ditugaskan menjaga Baru Klinthing.
Otak dari suksesi Pajang ke Mataram Kutho Gede adalah kiprah sangat besar Ki Ageng Juru Mertani. Dialah politikus ulung, pujangga & pewaskita mandraguna. Tanpanya, danang Sutawijoyo Ngabehi Loring Pasar yg menjadi penguasa Mataram Kutho Gede takkan perna terdapat.
Ki Juru Mertani, keberadaanya sangat dihormati oleh penguasa Mataram dari Panembahan senopati, sultan Agung Hanyokrowati. Tapi pernahkan terpikir, justru dari bukit Lir-Liran inilah dimulainya seluruh rencananya.
Ki Juru Mertani pernah berpuasa atau bertapa pada puncak Lir-liran selama 40 hari 40 malam. Di bukit ini terdapat wahyu keraton yg diembani oleh seorang lelembut wanita yg sangat cantiki mempesona. Ia bergelar Ratu Dewi Lir-Liran.
Dalam pertapaannya, Ki Juru Mertani berhasil mendapatkan wahyu keraton tadi. Sang penguasa mau menyerahkan, dari Ki Juru Mertani bersedia menjadi suaminya. Dan hal itu pada iyakan saja oleh Ki Juru Mertani.
Setelah mendapatkan wahyu keraton tadi, segera saja Mataram berani kentara-terangan menyerang Pajang, & sutowijoyo menjadi raja, ternyata Ki Juru Mertani lupa pada janjinya.b ia tak segera menjemput istri gaibnya Dewi Lir-Liran. Karena penantian panjang, membuat tubuh lelembut ini peot & rambutnya rambang-acakan. Ia pernah berjanji, nir akan menyisir rambutnya, sebelum suami tercintanya adatang.
Dan memang benar adanya, saat aku kontemplasi untuk bertemu dengannya. Tidak berapa usang saat tabir gaib tersbak, terlihatlah wanita tua peot membawa tongkat, dengan rambut putih awut-awutan. Sebelum dialog gaib aku buka, wanita itu memandang kami yg relatif membuat merinding.
Kang, kenapa Dewi Lir-Liran tampak duka? tanya sahabat dengan berbisik.
Dia patah hati! jawabku pendek.
Alam lelembut itu bilang ya maka itu sesuatu yg harus dilaksanakan. ;lain halnya dengan alam kita yg mencla-mencle. Sang Dewi tak akan menyisir rambutnya sebelum Ki Juru Mertani pergi untuk menjemputnya. Tapi terlepas dari kisah duka yg menimpa penghuni halus bukit ini, ternyata bekas pertapaan Ki Juru Mertani ini sangat bertenaga power gaibnya. Akhir kata. Sekian jelajah kali ini & semoga menambah wawasan bagi kerabat perkerisan sekalian. Wassalam. Matur nuwun.