Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Lewat laut, pesona Nusantara menyebar hingga jauh ke negeri seberang. Keindahan, kekayaan, dan keramahannya seolah mengundang pengelana asing untuk datang menyaksikannya. Keelokan untaian mutiara Timur ini pun jadi buah bibir para pelaut, saudagar, dan kaum cerdik cendekia dalam bandar-bandar pelabuhan. Mereka memang biasa bertukar cerita tentang negeri rempah-rempah itu.
Mulanya, lewat laut, hanya orang-orang Cina dan India yang datang. Belakangan orang Eropa menyusul. Barangkali, mereka terilhami oleh perjalanan eksotik Marco Polo yang berhasil mencapai Beijing dalam tahun 1266. Ia menjadi tamu terhormat Khubilai Khan, raja terbesar Dinasti Yuan. Boleh jadi, mereka terangsang pula oleh kisah spektakuler Chistopher Columbus yang berhasil menjejakkan kakinya ke Benua Amerika, 1492.
Ketika itu, masyarakat Barat memang berlomba menemukan tanah baru untuk menciptakan impian baru. Gelombang renaisans membuat orang-orang-orang Barat kian berani mengeksplorasi bumi dan alamnya, berbekal ilmu pengetahuan dan teknologinya yang telah melompat maju.
Maka, dalam 1511, Alfonso de Albuquerque pun datang dan menguasai Malaka. Laskar laut berasal Demak dan Samudera Pasai, yang mencoba mengusirnya, beliau pukul mundur. Bahkan, dengan leluasa beliau berlayar menyusuri perairan Asia Tenggara bareng armada Portugis-nya.
Belanda tak ketinggalan. Di Lisabon, Cornelis de Houtman, pengelana Belanda, mendengar nama Banten menjadi bandar tempat beliau mampu mendapatkan bahan rempah-rempah, minyak kelapa dan beras. Ia balik ke Amsterdam, lalu berlayar lagi ke Timur hingga tiba dalam Banten, 1596. Ia membawa empat kapal dengan 280 awak.
Toh, beliau gagal memborong rempah-rempah, karena Banten sudah keburu meneken kerja sama bisnis dengan Portugis. Pelaut Belanda itu lantas berlayar lagi ke Timur hingga Madura sembari mengumbar keonaran lewat aksi-aksi penjarahannya.
Misi de Houtman itu gagal. Ia dipecat menjadi kapten. Toh, Belanda pantang mundur. Mereka melanjutkan ekspedisinya, hingga mampu mejadikan tanah Nusantara beserta perairannya menjadi koloni besarnya. Ia mengikuti tren kaum Barat yang gencar melakukan penaklukan untuk menciptakan koloni baru.
Semangat renaisans yang memberi kesadaran nalar kaum Barat tak tertandingi oleh bangsa-bangsa Timur. Armada-armada laut Barat bebas berkeliaran dalam perairan Timur, tanpa ancaman. Mereka mampu menguasai alam, menguasai laut.
Pada waktu yang sama, negeri-negeri Timur, sebut saja Nusantara, terus terpuruk dalam nalar mistik. Kerajaan-kerajaan dalam Jawa dalam hal ini Mataram Islam, dan Timur dalam umumnya, cukup puas untuk tumbuh jadi imperium pedalaman yang tak lagi sanggup berjaya dalam laut.
Buat mereka, Segoro Kidul (laut selatan) artinya alam asing yang dikangkangi penguasa-penguasa gaib. Kalaupun mereka mengais rezeki dalam sana, itu sekadarnya saja. Mereka makin terisolasi, tertinggal, dan hampir-hampir tak tahu dalam laut itu tersimpan potensi serta kekayaan yang amat melimpah.
Segoro Kidul sejak dahulu kala menyimpan misteri yang tak pernah terpecahkan. Tersimpan rapi dibalik cerita mistisme Nyi Roro Kidul yang dianggap masyarakat Jawa pesisir selatan menjadi penjaga misteri sekaligus mistisme laut selatan. Ratusan tahun lalu mitologi ini dimulai, melalui cerita yang tak kalah menggugah bulu kuduk untuk turut berdiri merasakan betapa laut selatan menyimpan sejuta pesona.
Masyarakat Sunda antik, mengaklaim apabila kisah mitologi Nyi Roro Kidul artinya bagian berasal sejarah mereka. Dimulai berasal cerita tentang dewi Kadita yang hayati dalam masa kerajaan Sunda antik. Dewi Kadita merupakan putri berasal Raja Munding Wangi, Raja termahsyur negeri Sunda antik. Namun kehadiran Dewi Kadita tidak dibutuhkan, karena sang raja Munding Wangi menginginkan anak pria supaya tahtanya mampu diteruskan oleh keturunannya.
Sang raja pun menikah lagi dengan Dewi Mutiara dan mendapatkan keturunan seorang anak pria. Namun rasa sayang raja tak berkurang sama sekali terhadap Dewi Kadita, sehingga Dewi Mutiara merasa iri dengan rasa sayang yang didapat Dewi Kadita berasal sang raja. Khawatir pula apabila yang menjadi penerus tahta Munding Wangi artinya Dewi Kadita, lantas pemufakatan jahat terjadi demi menyingkirkan Dewi Kadita berasal kerajaan. Dewi Mutiara memakai cara tak terpuji dengan mengguna-guna Dewi Kadita sehingga memiliki penyakit kulit yang tak mampu disembuhkan walauapun raja telah memanggil seluruh pakar pengobatan terbaik dalam negerinya.
Dalam keputus asaannya Dewi Kadita berjalan keluar kerajaan, menyesali nasib yang begitu perih karena kutukan atas penyakit yang entah bagaimana cara menyembuhkannya. Dalam perjalanan yang entah akan kemana Dewi Kadita pergi, tibalah beliau dia dalam penghujung daratan dan menemui samudra luas selatan Jawa. Dari kejernihan laut selatan yang mengharu biru terdengar sayup-sayup suara memanggil Dewi Kadita untuk terjun kedalam jernihnya air laut selatan. Tenang tetapi mematikan.
Selepas itu Kadita melompat dan berenang dalam samudera tersebut, seketika itu pula beliau memperoleh mukjizat. Sewaktu kulitnya menyentuh air laut, penyakit kulitnya bertahap hilang dan dirinya menjadi manis kembali bahkan lebih manis berasal sebelumnya. Selain itu, sekarang ini Kadita mempunyai kekuasaan dalam Samudera Selatan. Dia dijuluki peri yang dinamakan Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan yang hayati selamanya.
Kecantikan yang dimiliki Kadita sang Ratu Pantai Selatan dalam mitologi tersebut layaknya kemilau mutiara laut selatan. Mutiara yang terindah dalam global. Nyatanya dimiliki oleh Indonesia. Laut selatan yang telah menghadirkan mitologi ternyata pula menghadirkan estetika karya Tuhan dalam benda material seperti mutiara. Ratu Laut Selatan dan Mutiara Selatan merupakan 2 harta terindah yang dimiliki bangsa ini dalam kedalaman laut-laut nusantara. Satunya merupakan mitologi terhadap estetika yang dipuja bagai dewi-dewi kecantikan dan satunya lagi dipuja pula karena nilai materialisme dalam pesona kemilaunya mutiara laut selatan.
Keduanya memiliki potensi menjadi harta, meskipun berasal 2 dimensi yang berbeda. Kekayaan sejarah dan mitologi yang dihadirkan Kadita dengan laut selatannya membuat laut selatan memiliki kekayaan budaya ratusan tahun lamanya. Pun halnya dengan mutiara laut selatan dengan segala pesonanya merupakan puncak kesempurnaan indahnya mutiara dalam seluruh global.
Akhirnya, terlepas Mutiara Laut Selatan dan Ratu Laut Selatan menjadi 2 objek yang berbeda, tetapi kedua hal ini memiliki kesamaan, didasarkan dalam estetika, pesolek dan kemewahan yang muncul dalam jati diri perempuan. Mitologi atas kedua hal ini harus terjaga dengan baik, mutiara tak kalah indah dengan permata. Dalam balutan budaya dan sejarah panjang mutiara laut selatan Indonesia akan kembali menemukan kejayaannya.
Mitologi pun tersisa bukan hanya sekedar menjadi cerita pengantar tidur, mitologi artinya bagian berasal kehidupan yang terus harus dijamah kebenarannya. Mutiara Laut Selatan bukanlah mitologi, tetapi realitas yang harus dilestarikan. Mutiara banyak disuka perempuan atas keindahannya, syahdan Cleopatra pun sangat mengagumi estetika mutiara. Maka bukan tak mungkin, Kadita atau sang Ratu Laut Selatan pun berhiaskan Mutiara untuk pesona keindahannya. Nuwun. Urd/2210