Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Merapi itu tidak pernah ingkar janji. Saya konfiden kisanak nir asing di indera dengar menggunakan istilah ini. Pertanyaannya, kenapa sanggup seperti itu? Karena Merapi merupakan gunung menggunakan karakter & tipe yang jelas dalam setiap letusannya. Periode letusannya maupun sanggup ditebak antara 2,lima hingga 4 tahun sekali.
Hampir satu dasarwarsa tinggal di tlatah para Nata ini, beberapa kali aku menyaksikan eksklusif Merapi menuaikan janjinya tadi. Paling terkesan & membekas hingga kini waktu Merapi batuk & muntah pada 2010 silam.
Dengan ketinggian berkisar 2930 mdpl, Merapi terbilang gunung yang nir terlalu tinggi. Tapi kisanak, gunung itu bukan hanya perihal ketinggian. Merapi sanggup dibilang salah satu gunung yang termasuk paling sulit didaki. Suguhannya jalurnya terus menanjak & sedikit terdapat diskon (jalur mendatar) hingga hingga zenit. Namun disini aku nir hendak mengajak menapaki jalur tadi, akan namun lebih kepada mitos yang tersemat pada Merapi ini.
Tahapan letusannya pun maupun jelas. Ketika muncul titik api membisu maka statusnya segera naik jadi awas. Setelah itu awan panas atau wedhus gembel keluar. Selanjutnya keluar lava yang membentuk kubah lava sebagai tanda berakhirnya proses letusan. Makanya setiap letusan selalu meninggalkan kubah lava. Di zenit gunung terdapat nama-nama kubah tadi yang biasanya disesuaikan menggunakan tahun pembentukannya. Karena proses yang jelas itulah yang kemudian orang menyebut Merapi tidak pernah ingkar janji.
Tetapi itu dulu kisanak. Sejak 2010, Merapi sudah berubah total. Semua proses yang biasanya dia tempuhi sudah nir berlaku lagi. Letusan 2010 menjadi momentum perubahan tadi. Status awas nir menunggu titik api membisu. Dan sahih, akhirnya bummm! Merapi meletus menggunakan hentakan hebat & bunyi yang menggelegar. Padahal biasanya nir begitu. Merapi mengeluarkan materianya bertahap (makanya dulu nir diklaim meletus namun erupsi). Tahun 2010 Merapi berubah karakter menjadi ugal-ugalan. Mirip-mirip Galuggung atau Kelud.
Saya terdapat sedikit cerita pasca tragedi Merapi batuk & muntah pada 2010 silam tadi aku diajak oleh salah seorang teman pergi ke Ngargomulyo. Lokasinya lebih kurang lima kilometer dari zenit Merapi, sanggup dikatakan ini merupakan desa terakhir. Sebelum desa yang berada di atasnya tertimbun oleh lahar panas. Di desa ini masyarakat masih menjunjung tinggi kearifan lokal. Bahkan terdapat peraturan desa mengenai satwa. Bagi siapapun yang nembak atau menangkap burung di kawasan hutan Merapi akan diberi eksekusi.
Kualat. Ya, satu celoteh itu sudah cukup buat menghasilkan takut warga. Sore itu aku menggunakan beberapa teman & relawan ngobrol menggunakan koordinator desa Ngargo begitu kami menyebutnya. Obrolan seputar bagaimana mereka bertahan waktu Merapi meletus. Dan nyatanya kami menangkap suatu obrolan menarik. Obrolan yang mengaitkan interaksi antara alam, satwa, & warga desa. Dengan logat Jawa Muntilan, sang Kepala Desa (lupa namanya) bercerita perihal bagaimana warga desa sangat menjaga alam tempat mereka tinggal.
Penduduk Ngargomulyo setiap harinya hidup, mencari nafkah, bermain, melakukan aktivitas apapun di gunung. Mereka merogoh kayu dari gunung. Namun dibatasi. Mereka nir merogoh binatang-binatang gunung. Karena dihentikan. Hewan-binatang di Merapi dijadikan sebagai alarm alami seandainya gunung tadi pulang meletus. Burung, simpanse ekor panjang, ataupun binatang lain biasanya akan turun seandainya Merapi meletus. Selagi makhluk-makhluk itu belum turun gunung. Penduduk Ngargo masih merasa bahwa kampung mereka kondusif.
Obrolan soal binatang-binatang & hutan berlanjut menjadi obrolan yang sedikit mistis waktu terdapat celetukan soal hutan embargo. Hutan yang selama ini aku anggap hanya mitos itu memang terdapat nyatanya. Bahkan, Pak Kades pun menganggukkan koordinator menyetujui seandainya terdapat hutan embargo di kawasan Merapi. Mitosnya, seandainya kita memasuki hutan tadi akan terdapat satu anak mungil yang akan menuntun kita keluar dari hutan. Aika nir mau, kita akan tersesat selamanya di hutan tadi.
Setelah episode 2010 terselesaikan orang menerka Merapi akan pulang ke tipe semula. Ternyata nir maupun. Bahkan Merapi sekarang menjadi gunung yang bertahap meletus. Hujan deras, meletus. Ada gempa tektonik, meletus. Tanpa tanda apapun tiba-tiba bummm meletus. Ini yang membikin banyak orang bingung.
Pada 2013 contohnya, nir terdapat apa-apa tiba-tiba Merapi meletus hingga banyak orang kalang kabut. Selanjutnya, beberapa bulan bulan kemudian masih pada tahun 2013, Merapi pulang erupsi yang abunya ekspansi hingga Jawa Timur. Kejadian pulang terulang pada 2014 waktu Merapi mengeluarkan beberapa kali hembusan asap tebal hingga ketinggian 1.500 meter yang menimbulkan hujan abu di lebih kurang Merapi.
Seperti pada umumnya dalam jagad global per-gunung-an yang tidak lepas dari mitos yang menyungkupinya. Merapi pun kental menggunakan nuasa tadi, bahkan sanggup dikatakan legenda Merapi ini sebanding menggunakan zenit para Dewa di Mahameru. Saya kutipkan sedikit agar sampeyan nir bertanya-tanya.
Menurut mitologi Kawastu berasal usul dari gunung Merapi, syahdan sewaktu Pulau Jawa diciptakan keadaannya nir seimbang condong miring ke Barat, sebab di ujung Barat terdapat gunung Jamurdipo. Atas inisiatif Dewa Krincingwesi, Jamurdipo akan dipindah ke bagian tengah buat menyeimbangkan pulau Jawa.
Pada waktu bersamaan, di tengah pulau Jawa masih terdapat 2 empu saudara tertua-beradik, empu Rama & Permadi, yang tengah menghasilkan keris pusaka tanah Jawa. Meskipun oleh para Dewa sudah diperingatkan buat memindahkan kegiatannya, kedua empu tadi berkeras buat permanen menghasilkan pusaka ditengah Pulau Jawa. Maka murkalah Dewa Kerincingwesi, gunung Jamurdipo kemudian diangkat & dijatuhkan dilokasi tempat Empu Rama & Permadi tadi menghasilkan pusaka, hingga akhirnya mereka pun terkubur hidup-hidup.
Untuk memperingati kedua empu tadi, maka digantilah nama gunung Jamurdipo menjadi Merapi yang berarti tempat tanur Empu Rama & Permadi. Roh dari kedua empu tadi pun dipercaya menjadi raja penguasa mahluk halus yang menempati Merapi. Menurut penduduk Kawastu, Merapi bukan hanya sebagai gunung namun maupun sebagai keraton mahluk halus yang dipimpin oleh kedua empu tadi. Seperti halnya keraton Kesultanan Ngayogyakarta, keraton mahluk halus ini pun memiliki seluruh sarana & prasarana kehidupan organisasi pemerintahan seperti rakyat, raja, tunggangan, ternak, tanah pertanian, jalan raya & sebagainya.
Rakyat keraton ini merupakan segala jenis mahluk halus yang tinggal disekitar kawasan Merapi. Sedangkan pasukan prajurit atau abdi dalem dianggap sebagai roh-roh insan yang semasa hidupnya berkelakuan baik. Mereka yang semasa hidupnya berkelakuan baik akan diijinkan buat tinggal di Keraton Merapi astaupun di keraton mahluk halus Segoro Kidul yang dipimpin Kanjeng Ratu Kidul. Sungai & jurang dipercayai penduduk Merapi sebagai jalan raya yang menghubungkan antara keraton mahluk halus gunung Merapi & keraton mahluk halus Segoro Kidul.
Nama-nama tokoh penghuni keraton Merapi, selain Empu Rama & Permadi, dikenal penduduk melalui doa-doa selamatan, yang selalu menjelaskan nama-nama mahluk halus penghuni Merapi, buat dimintai berkat keselamatan. Tokoh itu merupakan Nyai Gadung Melati. Tokoh ini diklaim Gadung Melati sebab selalu mengenakan pakaian berwarna hijau daun melati. Kemungkinan rona ini diidentikan menggunakan tugasnya yaitu memelihara kehijauan flora Merapi.
Selanjutnya merupakan Kartadimeja. Tokoh ini bertugas memelihara ternak Keraton & sebagai komandan pasukan mahluk halus keraton. Ia merupakan tokoh yang sangat dicintai oleh masyarakat sebab kemunculannya seringkali ditandai sebagai peringatan kapan Merapi akan memuntahkan perutnya dan bagaimana caranya agar penduduk selamat.
Kemudian, terdapat satu tokoh lagi yaitu Eyang Sapujagad yang tinggal di pasar Bubar di bawah kaldera, bertugas buat mengatur keadaan alam Merapi. Yang terakhir merupakan Kyai Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi, sama menggunakan Kartadimeja dia seringkali kali memberitahu penduduk bila akan terjadi letusan & cara penyelamatan diri.
Tidak seperti Mitologi Kawastu, penduduk Wukirsari sudah nir mengenal lagi mitos berasal-usul Merapi secara jelas & runut. Mereka hanya mmengenal Merapi sebagaai bagian dari tanur Empu Rama daan Permadi. Mungkin saja dulunya penduduk Wukirsari pun memiliki agama yang sama mengkaji kedua empu yang dipercaya pun maupun disebutkan. Seperti halnya penduduk Kawastu, penduduk Wukirsari pun mempercayai bahwa gunung Merapi merupakan keraton mahluk halus yang dipimpin oleh Kyai Merlapa (danhyang penguasa gunung Merapi).
Menurut orang yang pernah kalap beberapa hari di keraton Merapi & hidup pulang. Keraton Merapi dilukiskan memakai soko tunggal berukirkan emas berlian buat menyangga atapnya. Paku yang dipergunakan antara satu & yang lainnya terbuat dari bayi yang masih berkiprah-mobilitas. Disetiap pintu masih terdapat prajurit keraton yang bertugas menjaga pintu, lengkap menggunakan busana Jawa & senjatanya.
Tokoh-tokoh yang dipercaya oleh penduduk Wukirsari diantaranya, Kyai Sapujagad & Raden Ringin yang bertindak beserta-sama sebaagai patih di keraton Merapi. Eyang Mentawiji, Mantaganti, Mentadahlan & Eyang Petruk alias Handokokusumo. Dari ke semua tokoh itu yang paling mendapat hati & sangat dikenal oleh penduduk Wukirsari merupakan Eyang Petruk. Ia selalu mengambarkan wujudnya dalam mimpi, menunjukkan kapan Merapi meletus & cara-cara menyelamatkan diri.
Kini, Merapi memang sudah berubah. Salah satunya sebab morfologi puncaknya yang hancur waktu letusan 2010. Sebelum itu, Merapi nir punya kaldera sebab tertutup oleh material yang dikeluarkan. Yang terdapat merupakan kubah lava. Jadi Merapi seperti punya topi. Lha sekarang nir. Kawah Merapi menganga menggunakan diameter mencapai 400-an meter.
Karena menganga inilah kemudian Merapi mudah mengeluarkan energinya. Karena nir terdapat yang menunda seperti waktu terdapat kubah lava. Ada energi dikit eksklusif dikeluarkan. Ada hujan yang bersentuhan menggunakan hawa panas di kaldera memunculkan gas yang kemudian memunculkan letusan freatik. Jadi nir terdapat lagi istilah Merapi tidak pernah ingkar janji. Merapi ingkar janji, atau Merapi tidak lagi punya janji.
Di satu sisi, Merapi yang dikit-dikit meletus ini terdapat positifnya. Karena peluang buat terjadinya akumulasi energi dalam jumlah besar nir akan terjadi. Sehingga ya mudah-mudahan nir akan meletus hebat. Tetapi ya itu tadi, semua nir sanggup diprediksi menggunakan logika semacam itu. Alam tetaplah alam. Dia punya caranya sendiri. Manusia yang merupakan bagian dari alam yang wajib beradaptasi. Jangan berlaku sebagai penguasa alam.
Terlepas dari semua itu bijak kiranya waktu kita sebagai insan mencintai alam, agar Tuhan nir marah. Mitos yang berkembang di masyarakat tentu sangat berpengaruh terhadap agama atas Gunung Merapi itu sendiri. Namun kebenaran atau kepercayaannya pulang pada masing-masing individu yang setiap pribadinya memiliki iman kepada Tuhan YME. Dan tidak sanggup dipungkiri Merapi masih memiliki sejuta pesona yang sanggup menarik mata global. Sekian dulu kisanak, sudah terlalu panjang. Kurang & lebihnya harap dimaklumi & hingga jumpa pada goresan pena selanjutnya. Nuwun.