Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Pada kesempatan kali ini aku akan bercerita perihal wayang serta lakon carangan, alias lakon sempalan. Untuk tulisan pertama ini aku ambil lakon sempalan menurut Mababharata, karya cipta bangsa sendiri. Lakon yang ini, kebetulan punya teks asli berupa kakawin yang ditulis Mpu Kanwa, pujangga keraton semasa raja Airlangga.
Salah satu buku atau kitab karya Empu Kanwa yang sangat terkenal kepada zamannya ialah Arjuna Wiwaha. Buku ini berisi perihal kisah cinta yang penuh tantangan serta ujian antara Arjuna bareng Dewi Supraba. Di dalam buku berbentuk tembang yang ditulis semasa Kediri diperintah Prabu Airlangga (1019-1042) ini terurai bagaimana jalinan kidan cinta Arjuna bareng Dewi Supraba itu tidak berlangsung bareng gampang.
Kisah cinta menurut dulu hingga kini selalu menjadi sumber inspirasi bagi para pujangga atau penulis dalam berkarya. Demikian pula dalam karya-karya Jawa kuno, tidak sedikit yang bersumber atau terinspirasi menurut kisan-kisah percintaan.
Untuk mempersunting Dewi Supraba, Arjuna wajib terlebih dulu menjalani laku topo atau bertapa terlebih dulu kepada zenit Gunung Indrakila. Untuk menuju ke zenit Gunung Indrakila saja bukanlah hal yang gampang. Kemudian waktu bertapa pun beragam godaan berdatangan. Godaan-godaan itu tentu saja buat menggagalkan kekhusukan Arjuna dalam bersemedi. Jila Arjuna berhasil dikalahkan atau terpengaruh bareng godaan-godaan itu maka semedinya pun gagal. Jika gagal dalam bersemedi, maka sudah bisa dipastikan niatnya buat mempersunting Dewi Supraba pun tidak kesampaian.
Buku atau kitab karya Empu Kanwa ini tak sekadar berkisah perihal kisah percintaan Arjuna bareng Dewi Supraba. Tapi kitab ini telah menguraikan serangkaian pedoman kehidupan yang semestinya dijadikan pedoman atau pegangan bagi insan dalam menjalani kehidupannya. Arjuna Wiwaha telah memperlihatkan pelajaran kehidupan yang sangat berharga, bahwa hidup ialah sesuatu yang penuh tantangan. Keberhasilan dalam hidup ialah keberhasilan dalam mengalahkan tantangan itu.
Berawal menurut keprihatinan seseorang Arjuna, sang penengah Pandawa (alasannya dia memang kepada urutan ke tiga menurut 5 saudara Pandawa) akan terjadinya perang besar Bharata Yudha, dia kemudian berinisiatif melakukan laku keprihatinannya. Laku yang didorong atas ketidakyakinannya akan kemampuannya memenangkan perang.
Laku buat mencari jati dirinya, memohon yang Kuasa buat memberi jalan terbaik, sambil memohon pegangan (pusaka) buat memenangkan perang. Arjuna lantas kembali begitu saja meninggalkan ksatriannya (ksatrian: istana para satria), meninggalkan isteri-isterinya, meninggalkan kemewahannya serta 'mbambung' begitu saja, agar lebih mengena suasananya kisanak sambil baca putir lagunya Rhoma Irama yang judulnya Berkelana. Sepertinya akan lebih pas.
Karena Arjuna yang sedang kita bicarakan ini asli Jawa, maka dia kembali ditemani oleh 4 Punakawan itu: Semar, Gareng, Petruk serta Bagong. (Kalau Arjunanya menurut Sunda, temannya niscaya cuma tiga : Semar, Cepot, serta Dawala). Bener lho ini, ora guyon, jangan ketawa dulu alasannya para Punakawan ini besar perannya kepada akhir cerita. Arjuna kemudian memilih buat menetap kepada Indrakila sebagai tempatnya buat bertapa, mesu nalar serta pikirnya buat mencari jawab kegelisahannya itu.
Ditempat ini Arjuna kemudian memakai nama Mintaraga atau Begawan Ciptaning (Ciptaning = Cipta Hening, Cipta Bening = Cipta yang tak tercampur atau terbebas menurut kotornya nafsu duniawi) Seluruh petinggi kahyangan yang diklaim Suralaya, sebagaimana umumnya kalau muncul insan yang contoh-contoh gini, tentu saja geger. Lagi pula Suralaya sedang kepada intimidasi raja raksasa bernama Niwatakawaca yang "gak tau diri" minta bidadari Supraba buat dijadikan isterinya. Seisi kahyangan panik luar biasa alasannya tidak muncul satupun Dewa yang sanggup menandingi kesaktian si Niwatakawaca ini.
Maka diutuslah 7 (tujuh) bidadari yang tentu saja cantik serta semloheh buat menggoda semadi sang Arjuna. Berbagai cara digunakan para bidadari buat menggoda (gak usah aku ceritakan kepada sini, takut dikira postingan parno). Tapi Sang Arjuna bergeming saja, alias cuek bebek. (Coba kalau aku atau sampeyan, 1 bidadari saja niscaya sudah klepek-klepek), lha ini malah 7 bidadari itulah yang jatuh cinta kepada Sang Maha Cakep itu.
Merasa membangunkan semadi Arjuna jadi problem vital, akhirnya Batara Guru sendiri yang turun tangan buat membangunkannya. Dalam bentuk sebagai Batara Shiwa, Arjuna berhasil dibangunkan, melalui perantaraan seekor babi hutan serta perkelahian yang menentukan, siapa pemanah yang membunuh babi itu.
Batara Guru berjanji memenuhi segala permintaan Arjuna, asal Arjuna sanggup mengusir musuh yang mengintimidasi kahyangan itu. Sebagai "down payment" Arjuna diberi pusaka; panah Pasopati.
Singkat cerita, Sang Pengganggu berhasil disingkirkan. Sang Niwatakawaca terbunuh melalui kerongkongannya yang ditembus Pasopati, waktu dia sedang terbahak-bahak. Dan Sang Arjuna, sebagai rasa terimakasih seisi kahyangan, dinikahkan bareng 7 bidadari. Pesta diadakan 7 hari 7 malam. (waktu kahyangan, katanya identik bareng 7 bulan atau 7 tahun waktu mayapada, katanya lho ya, kata pak dhalang). Arjuna Wiwaha! Cauda Sebagian pentas wayang serta kakawin aslinya memang menghentikan ceritanya hingga kepada sini. Tamat.
Tapi aku pernah menonton sebuah pementasan yang masih melanjutkan ceritanya bareng kisah lanjutan yang menarik. Para Punakawan yang disuruh menjaga pertapaan Indrakila tentu saja bingung ditinggal Arjuna yang tak muncul info hingga demikian usang. Bukan problem uang belanja lho ya, alasannya waktu itupun beras kayaknya gak usah beli. Tapi bagaimana bareng tujuan yang dicari serta diupayakan capek-capek ini? Apakah sudah diselesaikan? Perlu waktu sedemikian lamakah?
Semar akhirnya wes ra tahan serta menyusul ke kahyangan. Yang dilihatnya kepada kahyangan membuatnya naik darah. Dan Arjuna yang sedang beradegan 18+ bareng 7 bidadari itu ditariknya keluar. Arjuna tentu murka besar, apa-apaan pembantu berani kurang ajar sama ndoro-nya?
Perkelahian terjadi serta tentu saja Semar sebagai Batara Ismaya sama sekali bukan tandingan Arjuna. Setelah puas menekuk Arjuna, Semarpun bertanya perihal kemajuan niat yang ingin dicapai Arjuna. Sudahkah diselesaikan?
"Sudah, aku sudah bisa pusaka, Pasopati namanya" jawab Arjuna.
"Yang lain?" cecar Semar.
"Belum…." Kata Arjuna malu-malu.
"Kapan? Nunggu Pilkada putaran kedua?" Semar yang masih murka menggelandang Arjuna buat menghadap Batara Guru menagih janji Dewa buat memperlihatkan kemenangan kepada Pandawa kepada perang Barata Yudha nanti.
Arjuna yang masih terkenang kepada birahinya yang terputus tersebut (manusiawi banget kan?) 1/2 hati saja mengikuti Semar menghadap para Dewa. Arjuna yang masih "nggondok" itu terbata-bata mengatakan keinginannya kepada para Dewa. Tentu saja para Dewa menepati janjinya serta memenuhi permintaan Arjuna, sang pahlawan Kahyangan itu. Tapi justru Semar yang tidak puas, serta "plas !" begitu saja meninggalkan rendezvous itu tanpa pamit.
Ditinggal pemomongnya yang setia bareng cara misalnya itu, tiba-tiba saja Arjuna tersadar. Mengapa Semar yang sebenarnya tidak berkepentingan hingga sedemikian serius, sedang dia cuma main-main? Segera disusulnya Semar serta anak-anaknya yang telah meninggalkan pertapaan Indrakila.
Lewat serangkaian adegan melo alasannya Arjuna yang termehek-mehek minta maaf, tensi tinggi Semar pelan-pelan menurun. "Wheeeehlaaaa, mbhlegegeg ugeg-ugeg,……apa yang diminta Raden tersebut?" Semar ngglenyem.
"Kemenangan para Pandawa dalam perang Bharata Yudha!" Arjuna njawab konfiden serta gak merasa salah. "Hanya para Pandawa? Bagaimana bareng putra-putri Pandawa? Isteri-isteri Pandawa? Raja-raja sekutu para Pandawa?"
Akibat permohonan Arjuna yang ngasal itu, sungguh hanya para Pandawa berlima yang keluar hidup-hidup menurut perang besar Bharata Yudha. Seluruh sekutu, putra-putri serta isteri-isteri para Pandawa tumpas terbunuh seluruhnya. Hanya cucu Arjuna, putra sang Abimanyu serta Dewi Utari, yang bernama Parikesit yang lolos menurut peristiwa pembantaian perang besar itu.
Buku atau kitab karya Empu Kanwa ini tak sekadar berkisah perihal kisah percintaan Arjuna bareng Dewi Supraba. Tapi kitab ini telah menguraikan serangkaian pedoman kehidupan yang semestinya dijadikan pedoman atau pegangan bagi insan dalam menjalani kehidupannya. Arjuna Wiwaha telah memperlihatkan pelajaran kehidupan yang sangat berharga, bahwa hidup ialah sesuatu yang penuh tantangan. Keberhasilan dalam hidup ialah keberhasilan dalam mengalahkan tantangan itu. Nuwun.