Selamat malam menjelang pagi kadang kinasih perkerisan. Semoga penjenengan seluruh tidak bosan berkunjung kemari & melahap seluruh isi kepada situs ini. Tapi sebelumnya siapkan kopi dulu sama rokok biar lebih gayeng & rileks. Karena tulisan maju mundur untuk saya posting ini lumayan panjang & wajib beserta sungguh rileks untuk mencernanya. Setidaknya menambah wawasan untuk saya pribadi & syukur-syukur bagi kerabat perkerisan sekalian.
Apa toh pengertian mangkat menurut kita? Secara harfiah jawaban kita artinya mangkat itu telah tidak bernyawa & berhentinya kinerja organ tubuh manusia. Tentang mangkat ini tidak jarang jua kita mendengar satu kata yakni mangkat bertanya-tanya, kebalikan dari mangkat tepat. Dalam Mistik Kejawen, mangkat dalam zenit kesempurnaan artinya mangkat moksa atau mosca atau mukswa. Yakni warangka (raga) manjing curigo (ruh). Raga yang suci, artinya yang tunduk kepada kesucian Dzat yang menyatu ke dalam ruh. Ruh suci/roh suci (ruhul kuddus) sebagai retasan dari hakikat Dzat, memiliki 20 sifat yang senada beserta 20 sifat Dzat, contohnya kodrat, iradat, berkehendak, berdikari, kekal, dst.
Sebaliknya, ruh yang tunduk kepada raga hanya akan menjadi budak nafsu duniawi, sebagaimana sifat hakikat ragawi, yang akan hancur, tidak kekal, & destruktif. Menjadi raga yang nista, berbanding terbalik beserta gelombang Dzat Yang Maha Suci. Oleh karenanya, menjadi tugas utama manusia, yakni memenangkan perang Baratayudha kepada Padang Kurusetra, antara Pendawa (kebaikan yang lahir dari kepandaian & panca alat) beserta musuhnya Kurawa (nafsu angkara murka). Perang inilah yang dimaksud jua dalam ajaran Islam sebagai Jihad Fii Sabilillah, bukan perang antar kepercayaan, atau segala bentuk terorisme.
Adapun ajaran untuk menggapai kesucian diri, atau Jihad secara Kejawen, yakni mengendalikan hawa nafsu, serta menjalankan budi (bebuden) yang luhur nilai kemanusiannya (habluminannas) yakni ; rela (rilo), tulus (legowo), menerima/qonaah (narimo ing pandum), amanah & betul (temen lan bener), menjaga kesusilaan (trapsilo) & jalan hayati yang mengutamakan budi yang luhur (lakutama). Adalah pitutur sebagai pengingat-jangan lupa supaya supaya manusia selalu eling atau selalu mengingat Tuhan untuk menjaga kesucian dirinya, seperti dalam falsafah Kejawen berikut ini :
jagad bumi alam kabeh sumurupo marang badan, badan sumurupo marang budi, budi sumurupo marang napsu, napsu sumurupo marang nyowo, nyowo sumurupo marang rahso, rahso sumurupo marang cahyo, cahyo sumurupo marang atmo, atmo sumurupo marang ingsun, ingsun jumeneng pribadi(jagad bumi seisinya pahamilah badan, badan pahamilah budi, budi pahamilah nafsu, nafsu pahamilah nyawa, nyawa pahamilah karsa, karsa pahamilah rahsa, rahsa pahamilah cahya, cahya pahamilah Yang Hidup, Yang Hidup pahamilah Aku, Aku berdiri sendiri (Dzat).Artinya, bahwa manusia sebagai derivasi terakhir yang berasal dari Dzat Sang Pencipta wajib (wajib) memiliki pencerahan mikrokosmis & makrokosmis yakni sangkan paraning dumadi serta tunduk, patuh & hormat (manembah) kepada Dzat Tuhan Pencipta jagad raya.
Selain pencerahan kepada atas, untuk menggapai kesucian manusia wajib tetap berada kepada dalam koridor yang merupakan jalan tembus menuju Yang Maha Kuasa. Adalah 7 persoalan yang wajib dicegah, yakni;
1. Jangan ceroboh, namun wajib rajin sesuci.
2. Jangan mengumbar nafsu makan, namun makanlah jikalau telah merasa lapar.
tiga. Jangan kebanyakan minum, namun minum lah jikalau telah merasa haus.
4. Jangan gemar tidur, namun tidur lah jikalau telah merasa kantuk.
5. Jangan banyak omong, namun bicara lah beserta melihat situasi & syarat.
6. Jangan mengumbar nafsu seks, kecuali jikalau telah merasa sangat rindu.
7. Jangan selalu bersenang-bahagia hati & hanya demi membentuk bahagia orang-orang, walaupun sedang memperoleh kesenangan, dari tidak meninggalkan duga kira.Demikian jua, kepada dalam hayati ini jangan hingga kita terlibat dalam 8 persoalan berikut;
1. Mengumbar hawa nafsu.
2. Mengumbar kesenangan.
tiga. Suka bermusuhan & tindak aniaya.
4. Berulah yang meresahkan.
5. Tindakan nista.
6. Perbuatan dengki hati.
7. Bermalas-malas dalam berkarya & bekerja.
8. Enggan menderita & prihatin.
Sebab perbuatan yang jahat & tingkah laku buruk hanya akan menjadi aral rintangan dalam meraih planning & cita-cita, seperti digambarkan dalam rumus bahasa berikut ini;
1. Nistapapa; orang nista niscaya mendapat kesusahan.
2. Dhustalara; orang pendusta niscaya mendapat sakit lahir atau batin.
tiga. Dorasangsara; gemar bertikai niscaya mendapat sengsara.
4. Niayapati; orang aniaya niscaya mendapatkan kematian.PERBUATAN, PASTI MENIMBULKAN RESONANSI
Demikian yang bisa saya jabarkan kepada atas karena intinya konduite hayati itu ibarat suara yang kita kumandangkan akan mengakibatkan gema. Artinya apapun perbuatan kita kepada orang lain, sejatinya akan berbalik mengenai diri kita sendiri. Bika perbuatan kita baik kepada orang lain, maka akan mengakibatkan gema berupa kebaikan yang lebih akbar yang akan kita dapatkan dari orang lainnya lagi. Hal ini bisa dipahami sebagaimana dalam peribahasa;Barang siapa menabur angin, akan menuai badai,
Siapa menanam, akan mengetam,
Barang siapa gemar menolong, akan selalu mendapatkan kemudahan,
Barang siapa gemar sedekah kepada yang susah, rejekinya akan menjadi lapang.
Orang pelit, pailit
Pemurah hati, muktiPERILAKU TAPA BRATAIdealnya, setiap orang sepanjang hidupnya bisa melaksanakan tapa brata atau mesu-budi, menahan hawa nafsu, yang mempunyai kesamaan beserta hakikat puasa seperti kepada bawah ini;
1. Tapa/puasanya badan/raga; wajib anoraga; rendah hati; gemar berbuat baik.
2. Tapa/puasanya hati; nerima apa adanya; qonaah; tidak punya niat/berpretensi buruk, tidak iri hati.
tiga. Tapa/puasanya nafsu; tulus & sabar dalam menerima musibah, serta memberi maaf kepada orang lain.
4. Tapa/puasanya sukma; amanah.
5. Tapa/puasanya rahsa; mengerem sembarang kemauan, serta kuat prihatin & menderita.
6. Tapa/puasanya cahya; eneng-ening; tirakat atau bertapa dalam keheningan, kebeningan, & kesucian.
7. Tapa/puasanya hayati (gesang); eling (selalu jangan lupa/sadar makro-mikrokosmos) & selalu waspada dari segala konduite buruk.Selain itu, anggota badan (raga) jua memiliki tanggungjawab masing-masing sebagai wujud dari hakikat puasa atau tapa brata ;
1. Tapa/puasanya netro/mata; mencegah tidur, & menutup mata dari nafsu selalu ingin memiliki/menguasai.
2. Tapa/puasanya karno/indera pendengaran; mencegah hawa nafsu, enggan mendengar yang tidak terdapat fungsinya atau yang buruk-buruk.
tiga. Tapa/puasanya grono/hidung; mencegah sikap gemar membau, & enggan ngisap-isap keburukan orang lain.
4. Tapa/puasanya lisan/verbal; mencegah makan, & tidak menggunjing keburukan orang lain.
5. Tapa/puasanya puruso/kemaluan; mencegah syahwat, tidak sembarangan ngentot/rakit/ngewe/senggama/zina.
6. Tapa/puasanya asto/tangan; mencegah curi-mencuri, rampok, nyopet, korupsi, & tidak suka cengkiling; jail & menyakiti orang lain.
7. Tapa/puasanya suku/kaki; mencegah langkah menuju perbuatan jahat, atau aktivitas negatif, namun wajib gemar berjalan sembari semadi yakni berjalan sebari eling lan waspodo.Tapa/maladihening/mesu budi/puasa seperti kepada atas bisa diumpamakan dalam gaya bahasa personifikasi, yang memiliki nilai falsafah yang sangat tinggi & mendalam sbb;Katimbang turu, becik tangi. Katimbang tangi, becik melek. Katimbang melek, becik lungguh. Katimbang lungguh, becik ngadeg. Katimbang ngadeg, becik lumakuo.
(Daripada tidur lebih baik bangun. Daripada bangun lebih baik melek. Daripada melek lebih baik duduk. Daripada duduk lebih baik berdiri. Daripada berdiri lebih baik melangkah lah)Untuk meraih kesempurnaan dalam melaksanakan rapikan laku kepada atas, hendaknya setiap langkah kita selalu eling & waspada. Agar supaya sehabis menjadi manusia pinunjul tidak menjadi sombong & takabut, kebalikannya justru wajib disembunyikan seluruh kelebihan tadi, & tidak kentara oleh orang lain, sehingga setiap jengkal kelemahan tidak memancing hinaan orang lain. Untuk itu manusia pinunjul wajib;1. Solahbawa, harga diri, perbuatan, wajib selalu kepada jaga
2. Keluarnya ucapan wajib didesain yang mendinginkan, menyejukkan, & menentramkan versus bicara
tiga. Raut wajah yang manis, penuh kelembutan & kasih sayang.Inilah sejatinya rapikan krama dalam ajaran Kejawen. Kesempurnaan dalam melaksanakan langkah-langkah kepada atas, seyogyanya menimbang situasi & syarat, menimbang ketika & loka secara tepat, tidak dari-asalan. Karena sekalipun isinya berkualitas, namun bungkusnya buruk, maka isinya menjadi tidak berharga. Dengan kata lain, jangan mengabaikan (dugoprayoga) duga kira, bagaimana seharusnya yang baik. Sebab sesempurnanya manusia tetap memiliki kekurangan atau kelemahan, sehingga manakala kelemahan & kekurangan tadi diketahui orang lain tidak akan menjadi batu sandungan. Seperti dalam ungkapan sebagai berikut;1. Kusutnya busana; tertutup oleh derajat (harga diri) yang luhur.
2. Terpelesetnya lidah, tertutup oleh manisnya celoteh kata.
tiga. Kecewanya rona, tertutup oleh budi pekerti.
4. Cacadnya raga, tertutup oleh air muka yang ramah.
5. Keterbatasan, tertutup oleh sabar & bijaksana.Oleh karenanya, meraih kesempurnaan dalam konteks ini diartikan kesempurnaan dalam melaksanakan tapa brata. Kegagalan melaksanakan tapa brata, bisa membawa manusia kepada zaman paniksaning gesang tidak lain artinya nerakanya mayapada, seperti kepada bawah ini;1. Zamannya kemelaratan, dimulai dari konduite boros
2. Zamannya menderita aib, dimulai dari watak lupa terlena, tanpa awas.
tiga. Zamannya kebodohan, dimulai dari sikap malas & enggan.
4. Zamannya angkara, dimulai beserta sikap mau menang sendiri
5. Zamannya sengsara, dimulai dari konduite yang tidak wajar.
6. Zamannya penyakit, diawali dari kenyang makan.
7. Zamannya kecelakaan, diawali dari perbuatan mencelakai orang lain.Sebaliknya, ganjaraning gesang atau surganya mayapada, lebih dari sekedar kemuliaan hayati itu sendiri, yakni;
1. Zamannya keberuntungan, awalnya dari sikap hati-hati, tidak ceroboh.
2. Zamannya kabrajan, awalnya dari budi luhur & belas kasih.
tiga. Zamannya keluhuran, awalnya dari giat andap asor, sopan santun.
4. Zamannya kebijaksanaan, awalnya dari telaten bibinau.
5. Zamannya kesaktian (kasekten), awalnya dari puruita & tapabrata.
6. Zamannya karaharjan (ketentraman-keselamatan), awalnya dari eling & waspada.
7. Zamannya kayuswan (umur panjang), awalnya sabar, qonaah, narimo, legowo, tapa.SHALAT/SEMBAHYANG DHAIMSebagai penutup tulisan ini, saya akan rangkum gambaran garis akbar Tapa Brata beserta harapan untuk gampang diingat & gampang dicerna bagi para kerabat perkerisan yang masih generik tentang ajaran Kejawen.
Selain yang telah kerabat perkerisan baca kepada atas. Kita sejalan beserta bertambahnya usia, semestinya hayati itu sembari mencari ciptasasmita, tuah atau petunjuk yang tumbuh jiwa yang matang & dari dalam lubuk budi yang suci. Pada dasarnya, tumbuhnya budipekerti (bebuden) yang luhur, berasal dari tumbuhnya rasa eling, tumbuhnya kebiasaan tapa, tumbuhnya sikap hati-hati, tumbuhnya tidak punya rasa punya, tumbuhnya kesentausaan, tumbuhnya pencerahan diri pribadi, tumbuhnya lapang dada, tumbuhnya ketenangan batin, tumbuhnya sikap manembah (tawadhu). Pertumbuhan itu berkorelasi positif atau sejalan beserta usia seseorang.
Akan namun, jikalau semakin lanjut usia seseorang akan namun perkembangannya berbanding terbalik, mempunyai korelasi negatif, yakni justru memiliki watak & karakter seperti anak mini, beliau merupakan produk topobroto yang gagal. Untuk mencegahnya tidak lain wajib selalu mencegah hawa nafsu, serta mengupayakan beserta sungguh-sungguh untuk meraih kesempurnaan ilmu. Begitu pentingnya hingga artinya wewarah yang jua merupakan nasehat yang hiperbolis, sbb;ageng-agenging dosa punika tiyang ulah ilmu makripat ingkang magel. Awit saking dereng kabuko ing pambudi, dados boten superep ing suraosipun
Bagi yang telah lulus, bisa menerima seluruh ilmu, tentu akan menemui kemuliaan sangkan paraning dumadi. Siapa yang sunguh-sungguh mengetahui Tuhannya, sesungguhnya bisa mengetahui kepada dalam badannya sendiri. Siapa yang sungguh-sunggun mengetahui badannya sendiri, sesungguhnya mengetahui Tuhannya. Artinya siapa yang mengetahui Tuhannya, beliau lah yang mengetahui seluruh ilmu kajaten (makrifat). Siapa yang sunguh-sungguh mengetahui sejatinya badannya sendiri, beliau lah yang bisa mengetahui akan hayati jiwa raganya sendiri. Kita wajib selalu jangan lupa bahwa hayati ini tidak akan menemui sejatinya ajal, karena kematian hanyalah terkelupasnya isi dari kulit. Isi badan melepas kulit yang telah rusak, kemudian isi bertugas melanjutkan perjalanan ke alam keabadian. Hanya raga yang suci yang tidak akan rusak & bisa menyertai perjalanan isi. Sebab raga yang suci, berada dalam gelombang Dzat Illahi yang Maha Abadi.
Jadi tidak mengherankan jikalau terdapat pitutur jangan terputus dalam samudera manembah kepada Gusti Pangeran Ingkang Sinembah. Agar supaya menggapai peleburan tertinggi, lebur dening pangastuti; yakni raga & jiwa melebur ke dalam Cahaya yang Suci; kepada sanalah manusia & Dzat menyatu dalam irama yang sama; yakni manunggaling kawulo gusti. Dengan wahana selalu mengosongkan panca indra, serta menyeiramakan diri kepada Sariraning Bathara, Dzat Yang Maha Agung, yang dianggap sebagai Pangabekti Ingkang Langgeng (shalat dhaim) sujud, manembah (shalat) tanpa kenal ketika, sambung-menyambung dalam irama nafas, selalu eling & menyebut Dzat Yang serba Maha. Adalah ungkapan;salat ngiras nyambut damel, lenggah sinambi lumampah, lumajeng salebeting kendel, ambisu kaliyan wicanten, kesahan kaliyan tilem, tilem kaliyan melek
(sembahyang sembari bekerja, duduk sembari berjalan, berjalan kepada dalam diam, diam beserta bicara, bepergian beserta tidur, tidur sembari melek).Bika ajaran ini dilaksanakan secara sungguh-sungguh, berkat Tuhan Yang Maha Wisesa, setiap orang bisa meraih kesempurnaan Waluyo Jati, Paworing Kawulo Gusti, tidak tergantung apa agamanya. Maturnuwun