Ungkapan yang sangat popular dalam kehidupan orang Jawa semenjak dahulu yaitu Wong Jawa nggone semu, sinamun ing samudana, sesadone ingadu cantik yang berarti Orang Jawa menyukai sesuatu yang semu, disamarkan beserta perlambang, diwujudkan dalam keindahan. Semu berarti tersamar atau tidak tampak terperinci. Ungkapan ini menerangkan sifat orang Jawa yang dalam menunjukkan gagasan kepada orang lain biasanya tidak secara tertentu atau secara tegas lugas. Dalam bahasa lain basa-basi terlebih dahulu.
Pandangan hidup, nasehat & ajaran-ajaran dalam kehidupan orang Jawa, artinya efek olah rasa berbudaya. Rasa budaya yang tidak dapat dinyatakan dalam komunikasi pergaulan sehari-hari, tidak jarang dinyatakan dalam bentuk simbol. Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai penggunaan simbol-simbol sebagai pengungkapan rasa budaya kepada suatu karya seni, misalnya: kostum, kain batik, upacara, tabrakan, arsitektur & senjata. Simbol-simbol kepada suatu karya seni diperlukan dapat digunakan sebagai wahana komunikasi atau media untuk menitipkan pesan, nasehat atau ajaran bagi keluarga, warga maupun generasi selanjutnya menuju peradaban luhur.Tidak terdapat rumusan maupun ukuran timbangan yang niscaya, dalam mengungkapkan simbol-simbol, bahkan setiap pernyataan yang terdapat dapat dianggap sebagai suatu pengkayaan makna, sepanjang masih selaras beserta maksud utamanya.Upaya mencari makna setiap simbol artinya usaha untuk merawat sebagian dari budaya, agar menunjukkan arti yang sesungguhnya (esensi budaya). Dalam seni keris, salah satu simbol yang sangat menarik untuk dikaji & diuraikan maknanya yaitu ricikan Pudhak Sategal.Pudhak Sategal
Pudhak Sategal artinya nama dari ricikan Keris yang terletak di bagian sor-soran di tepi bilah. Bentuk ricikan ini menyerupai daun Pudhak (Pandan) beserta ujungnya yang meruncing. Bentuk pola ini, untuk bagian belakang keris pangkal daun dimulai dari sisi tepi bagian bawah sor-soran kemudian meruncing ke atas, kurang lebih sejajar beserta panjang sogokan. Sedangkan untuk bagian depan, pangkal daun dimulai dari atas gandik.Menurut Serat Centhini, sekar Dhandhanggula, bait ke 24-28 (1992:75) Pudhak Sategal artinya dapur keris yang memiliki luk 5 beserta ricikan kembang kacang, sogokan & sraweyan yang diputus bagian bawah. Sehingga, pola Pudhak Sategal artinya sraweyan yang dibentuk menyerupai daun Pudhak.Ricikan Pudhak Sategal baru terdapat sehabis Jaman Mataram Akhir & popular kepada jaman Surakarta. Keris kredibel Tua misalnya kredibel Majapahit, Blambangan, Tuban & Madura Tua tidak terdapat yang memakai ricikan Pudhak Sategal.Apakah ricikan Pudhak Sategal artinya pengganti atau terinspirasi pola Kinatah Kamarogan yang terkenal di jaman Mataram Sultan Agung? Ataukah, sebagai simbol cita-cita Panembahan Senopati ketika berupaya mengembalikan kejayaan kerajaan Mataram beserta konsep ganda arum? Kata Mataram seandainya di jarwa dhosok-kan berasal dari kata Mata Arum yang berarti asal keharuman. Konsep pemerintahan yang berdasar hati-nurani yang menunjukkan manfaat & kemakmuran kepada rakyat & lingkungannya & menunjukkan keharuman sepanjang masa. Belum terdapat catatan tertulis atau penelitian yang memastikan demikian & tentu, masih memerlukan penelitian untuk pembuktian lebih lanjut.Pudhak Sategal artinya ricikan keris misalnya halnya beserta ricikan lain yang terdapat kepada sebilah keris, antara lain : gandik, sogokan, tikel alis, pijetan & kembang kacang. Pembuatan setiap ricikan oleh empu kepada keris selain memiliki tujuan fungsional, juga memuat makna filosofis.
Bentuk ricikan pudhak sategal kepada bilah keris memang mirip beserta daun pandan/pudhak yang seandainya tampak dari depan, terlihat menyembul di kiri-kanan pohon beserta bentuk meruncing ke atas. Mengapa para pujangga/empu menentukan pudhak sebagai simbol ajaran kepada karyanya? Sebenarnya poly pola yang serupa beserta daun pandan/pudhak yang meruncing contohnya: gading gajah, tanduk banteng, cula badak & taring macan. Bentuk-bentuk tadi mirip satu beserta lainnya, akan namun mungkin saja kurang memiliki makna yang mendalam & kurang akrab beserta kehidupan sehari-hari warga.
Empu Keris jaman dahulu menunjukkan ilustrasi kepada kita, bahwa mereka artinya pekerja seni sekaligus spiritualis. Mereka memiliki kesanggupan untuk menunjukkan tema universal yang menyangkut kehidupan sehari-hari insan kepada setiap karya mereka. Mereka menjadikan Keris menjadi suatu media introspeksi diri terhadap nilai-nilai humanis & spiritual.Pandan atau Pudhak
Pandan (Pandanaceae) artinya tanaman yang sangat lekat beserta kehidupan orang Jawa semenjak jaman antik. Daun pandan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pewarna kuliner, penyedap masakan, sebagai obat, tikar, kosmetik, wahana upacara, maupun sebagai bahan pememeliharaan batik. Masyarakat poly memanfaatkan pohon pandan dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk daun pandan menghadap ke atas meruncing diujung & tidak jarang melingkar di sebatang pohon, sebagai akibatnya tampak dari depan mencuat di kiri & kanan. Bunga pohon pandan dinamakan Pudhak, namun daun pandan sendiri tidak jarang disebut Pudhak. Pudhak artinya bunga yang memiliki aroma harum lembut (tidak menyengat) selama berhari-hari & menebar aroma harum menjelang sore hari. Tumbuhan ini praktis hidup tanpa pemeliharaan khusus & poly ditanam dipekarangan atau ladang maupun sebagai tanaman pagar.Bagi para pujangga/empu jaman antik, sifat danmanfaatdari Pudhak sangat menarik untuk diabadikan kepada karyanya. Mereka berusaha untuk menghayati peranan alam bagi insan atau sebaliknya. Mereka poly belajar & mengambil sesuatu dari alam sekitar sebagai bagian dari ajaran hidup yang bernuansa religi. Simbolisasi Pudhak kepada bagian dari Keris artinya jalan menuju pengalaman spiritual yang menumbuhkan kesadaran interaksi insan beserta alam & Tuhan. Para Empu membuka kesadaran insan untuk selalu mengagumi alam, kemudian mengagumi sang Pencipta. Mereka berusaha mengabadikan dasar-dasar religius alam semesta kepada efek karya teknologi & budaya untuk mempertinggi kualitas spiritual.Memberi Tanpa Diminta
Pohon pandan artinya pohon perdu yang poly tumbuh & dijumpai dipekarangan maupun dipinggir jalan pedesaan. Sekalipun tampak tidak berguna, pohon ini sangat bermanfaat bagi warga. Daunnya dapat digunakan sebagai tikar, perwarna alami & menambah aroma kepada kuliner, bahkan sebagai obat.Demikianlah, dalam kehidupan ini apakah hidup kita sudah menunjukkan manfaat & warna bagi orang lain, misalnya daun pandan. Bukan sebaliknya misalnya benalu, justru merugikan & membebani orang lain. Ada piwulang Jawa yang mengatakan urip iku kudu migunani tumraping liyan yang berarti hidup itu wajib bermanfaat bagi orang lain. Sebaik-baiknya orang yaitu yang bermanfaat bagi orang lain & lingkungannya. Sangat tidak sama kehidupan modern yang jauh dari nilai-nilai tradisi. Hubungan antar insan lebih poly dihitung sejauh menguntungkan atau merugikan secara material. Kepuasan secara material, akan mengikat insan kepada kebudayaan pasar yang biasanya akan berdampak terhadap pemerosotan esensi budaya yang berorientasi spiritual.Terkadang kita merasa belum agak untuk berbuat baik bagi orang lain, karena secara materi belum sanggup atau merasa bahwa perbuatan kita tidak akan berdampak poly bagi orang yang membutuhkan. Menjadi orang yang berguna bagi orang lain tidak wajib selalu memberi sesuatu hal yang sifatnya materi (harta/uang). Tenaga, pengetahuan, nasehat, perbuatan yang baik, menentreramkan & perhatian artinya kontribusi moril yang dapat kita berikan selain materi. Setiap ketika kita dapat berguna & bermanfaat bagi orang lain, dari kita terdapat keikhlasan hati untuk beramal (Jawa: Sepi Ing Pamrih). Dengan segala keterbatasan yang kita miliki, sedikit kebaikan yang sanggup kita berikan akan menunjukkan manfaat & makna yang besar bagi orang lain. Di hadapan Tuhan, kontribusi yang diberikan kepada orang lain tidak dipandang dari jumlahnya. Bobot suatu amal tergantung dari usaha yang kita lakukan & keikhlasan hati.Pohon Pandan menunjukkan manfaat & makna kepada kehidupan insan tanpa wajib menunggu menjadi pohon Kelapa. Pohon pandan sangat memikat bagi para pencari spiritual, ia memberi manfaat bagi kehidupan tanpa diminta. Memberi bukan berarti kehilangan kepemilikan, akan namun artinya pengungkapan perhatian insan untuk menyayangi kehidupan. Sehingga, memberi & berkorban artinya aktualisasi diri paling tinggi dari suatu kemampuan. Maka, sekecil apapun kebaikan yang kita berikan, dapat besar artinya orang lain, berguna bagi sesama akan menghasilkan hidup lebih bermakna.Keselarasan Hidup
Daun Pandan tumbuh simetris-seimbang mengelilingi btg pohonnya & menjulang ke atas. Daun pandan menunjukkan ilustrasi perihal keharmonisan atau keselarasan. Pandangan Jawa perihal keharmonisan atau keselarasan bagi sesama (sosial) & lingkungannya (alam) menjadi suatu hal yang penting. Pandangan ini bukanlah sesuatu pengertian yang abstrak, melainkan berfungsi sebagai wahana dalam usahanya menghadapi problem kehidupan. Leluhur menyadari betul, bahwa mereka artinya bagian & fungsi dari alam, sebagai akibatnya bahasa alam artinya acum dalam menjalani kehidupannya.Dalam kehidupan ini, orang perlu membangun suasana ketentraman, kenyamanan, & ekuilibrium batin kepada dirinya maupun bagi sesamanya. Hal tadi terwujud beserta membangun kerukunan, sikap hormat & menghindari perseteruan.Dengan demikian, dalam kehidupan orang hendaknya selalu berusaha menjaga keselarasan sosial, bersikap beradaptasi, bersikap sopan santun, & mewujudkan kerja sama, & bersikap menghormati kepada orang lain. Hal tadi memposisikan logika & rasa dalam diri secara seimbang untuk mengagungkan nilai-nilai humanisme.Menebar Keharuman
Pudhak Sategal mendeskripsikan wangi yang terus menerus tiada henti (angambar-ambar ganda arum) dari ladang yang luas. Keharuman yang menebar menunjukkan rasa hening & mempertinggi kesabaran & keheningan dalam berfikir & bertindak.Keharuman menunjukkan rasa tenteram & rasa menyenangkan bagi yang menciumnya. Orang hidup di dunia ini, hendaknya menebarkan aroma harum, misalnya harumnya bunga pudhak. Harumnya nama baik insan sepanjang masa & selalu dikenang, hanya dapat diperoleh beserta sikap nyata yang menunjukkan kebaikan terhadap sesama & lingkungannya.Menebar aroma arum wajib didasari ulat cantik kang mantesi, ruming wicara kang mranani, sinembuh laris primer. Ulat cantik kang mantesi, yaitu bersikap ramah & menyenangkan hati orang lain, menanggapi seseorang dilandasi beserta kebaikan hati.Ruming wicara kang mranani, yaitu setiap pembicaraan disampaikan beserta cara yang halus, menarik & menentramkan hati orang lain, bukan sebaliknya justru menghasilkan suasana menjadi gundah.
Sinembuh laris primer, yaitu setiapperbuatandilandasi beserta keikhlasan & sikap yang baik (laris primer). Dengan demikian, diperlukan dapat menghasilkan orang menebarkan keharuman (kebaikan) hidupnya bagi orang lain.Kesimpulan
Pudhak Sategal artinya simbol dari bunga pandan (pudhak) satu ladang. Bunga pandan satu ladang yang jumlahnya sangat poly, menunjukkan keharuman yang tiada habisnya bagi lingkungannya. Meskipun berlimpah, namun tidak menganggu, karena justru keharumannya menyenangkan & menenteramkan. Daun-daun pandan tersusun secara harmonis melingkari btg pohonnya, terlihat selaras & seimbang. Daun Pandan memberi warna & aroma kepada aneka macam jenis kuliner. Penamaan Pudhak/Pandan sebagai ricikan keris artinya manifestasi dari besarnya manfaat bagi kehidupan insan.Penggambaran Pudhak kepada sebilah keris karena sarat beserta makna & ajaran-ajaran hidup bagi insan. Dalam menjalani kehidupan, orang mencapai keutamaan jika bermanfaat, menyenangkan, menjaga keselarasan & menentreramkan bagi orang lain & lingkungannya.Pudhak Sategalmemberikan makna bahwa dalam kehidupan, banyaklah berbuat kebaikan agar jati diri menebar harum & dikenang sepanjang masa.