Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Aika dipikir & sedikit kita renugkan, global isu yang berkembang saat ini seakan tidak bersekat & sanggup menembus ruang & waktu. Demikian jua di negeri Indonesia tercinta ini, era isu menghasilkan segalanya dapat terekspos & mendapatkan respon. Apapun pendapat kita ihwal sesuatu hal akan mendapatkan penerimaan sekaligus kontradiksi atau lebih acapkali dikenal menjadi pro & kontra. Seperti halnya, setuju atau tidak setuju perlu tidaknnya Ahok di tahan. Aah, wes ben lah, itu urusan wong pinter-pinter saja yang memikirkannya. Sebagai masayarakat bawah, kalau aku terpenting mencari nafkah terlebih dahulu baru memikirkan hal-hal yang menjurus urusan wong pinter tersebut.
Seperti halnya yang akan aku bagikan kali ini, yang dari judul tulisannya sudah mengarahkan pada kontradiksi. Pro & kontra merupakan suatu yang wajar & biasa, tetapi bagaimana cara kita menyikapi perbedaan itulah yang luar biasa. Sejarah memang sebuah topik yang seksi buat selalu diperbicangkan. Terkadang semakin kita menyelaminya, justru malah semakin membingungkan.
Percayakan panjenengan Trah Raja Mataram Islam bermula dari sebuah daerah yang bernama Kabupaten Wonosobo tepatnya di Desa Plobangan Kecamatan Selomerto. Di sanalah Situs Makam Ki Ageng Wonosobo berada. Ki Ageng Wonosobo dikenal jua menggunakan nama Ki Ageng Dukuh, sedangkan di Desa Plobangan lebih dikenal menggunakan nama Ki Wanu atau Ki Wanuseba. Menurut aku perbedaan nama ini lebih cenderung ditimbulkan dialek daerah tersebut tergoda oleh dialek Banyumas.
Pertanyaannya, siapa Ki Ageng Wonosobo atau Ki Ageng Dukuh ini? Beliau merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V Raja Majapahit terakhir & merupakan putra dari Raden Bondan Kejawen (Lembu Peteng) putra Brawijaya V yang menikah menggunakan Nawangsih. Nawangsih sendiri merupakan putri dari Ki Joko Tarub yang menikah menggunakan Dewi Nawangwulan (epos Joko Tarub).
Baik, ayo kita telusuri siapa sejatinya Ki Ageng Wonosobo ini. Dalam hubungannya menggunakan berdirinya Mataram Islam, Ki Ageng Wonosobo berputra Pangeran Made Pandan yang dibeberapa literatur yang aku baca merupakan nama lain dari Ki Ageng Pandanaran pendiri Kota Semarang pada era Demak Bintoro. Pangeran Made Pandan berputra Ki Ageng Saba. Ki Ageng Saba ini terdapat kemiripan menggunakan Ki Ageng Wonosobo tetapi tidak jelas apakah eksistensi Ki Ageng Saba terdapat kaitannya menggunakan Wonosobo tempo dulu.
Selanjutnya, Ki Ageng Sobo mempunyai seorang putri yang menikah menggunakan Ki Ageng Pemanahan yaitu Nyi Ageng Pemanahan yang merupakan Ibu dari Sutowijoyo atau lebih dikenal menggunakan Panembahan Senopati ing Alogo Syekh Sayyidina Pranoto Gomo (Panembahan Loring Pasar ?) pendiri Kerajaan Mataram Islam di Kota Gede Yogyakarta. Dari Penembahan Senopati ini turunlah trah Ki Ageng Wonosobo menjadi raja-raja Mataram Islam hingga menggunakan era Kasunan Surakarta, Ngayogyakrto Hadiningrat, & Mangkunegaran sekarang ini.
Nama kerajaan Mataram tentu sudah familiar kita dengar & merujuk pada kerajaan Mataram wangsa Sanjaya & Syailendra pada zaman Hindu-Budha. Kerajaan Mataram yang akan dibahas dalam kali ini, tidak terdapat hubungannya menggunakan kerajaan Mataram zaman Hindu-Budha. Mungkin hanya kebetulan nama yang sama. Dan secara kebetulan keduanya berada pada lokasi yang tidak jauh tidak sama yaitu Jawa Tengah Selatan menggunakan pusatnya di Kota Gede yaitu di kurang lebih kota Yogyakarta sekarang. Biasanya dalam penulisan sejarah dibedakan menggunakan imbuhan Islam dibelakangnya.
Kerajaan Mataram Islam berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Awal berdirinya yaitu setelah kerajaan Demak runtuh, kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja Pajang masih mempunyai musuh yang bertenaga yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang.
Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram Islam merupakan daerah kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang menjadi latar belakang munculnya kerajaan Pajang.
Ki Gede Pamanahan memiliki putra bernama Sutawijaya yang jua mengabdi kepada raja Pajang menjadi komando pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan mangkat tahun 1575, maka Sutawijaya menggantikannya menjadi adipati di Kota Gede tersebut. Setelah pemerintahan Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka pergi terjadi perang saudara antara Pangeran Benowo putra Hadiwijaya menggunakan Arya Pangiri, Bupati Demak yang merupakan keturunan dari Raden Trenggono.
Akibat dari perang saudara tersebut, maka banyak daerah yang dikuasai Pajang melepaskan diri, sehingga hal inilah yang mendorong Pangeran Benowo meminta donasi kepada Sutawijaya. Atas donasi Sutawijaya tersebut, maka perang saudara dapat diatasi & karena ketidakmampuannya maka secara sukarela Pangeran Benowo menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya. Dengan demikian berakhirlah kerajaan Pajang & menjadi kelanjutannya muncullah kerajaan Mataram.
Demikian sejarah singkat kerajaan Mataram, yang hingga saat ini terbukti masih berdiri kokoh. Lalu dari keturunan manakah raja-raja besar Mataram?
Berikut ini aku paparkan silsilah leluhur kerajaan Mataram yang pakem :
Sinuhun Brawijaya V, raja kerajaan Majapahit terakhir berputera Raden Bondan Kejawan yang bergelar Kyai Ageng Tarub III.
Kyai Ageng Tarub III mempunyai putra yakni Kyai Ageng Getas Pandowo.
Kyai Ageng Getas Pandowo berputera Ki Ageng Selo.
Kyai Ageng Selo berputera Ki Ageng Nis.
Ki Ageng Nis berputera Ki Ageng Pemanahan (Ki Ageng Mataram).
Ki Ageng Pemanahan berputera Kanjeng Panembahan Senopati ing Ngalogo.
Kanjeng Panembahan Senopati ing Ngalogo berputera Sinuhun Prabu Hanyokrowati.
Sinuhun Prabu Hanyokrowati berputera Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo Kalipatullah Paneptep Panatagama Senopati ing Prang.
Dari buku Kerajaan Majapahit : Sorosilah Rojo-Rojo karya KRT Yudodipraja menyebutkan silsilah Ki Ageng Wonosobo yang merupakan galat satu dari 3 anak dari Raden Joko Bondan Kejawan yang merupakan anak dari raja majapahit terakhir Raden Alit/Haryo Ongkowijoyo yang kemudian berjulukan Prabu Brawijaya V yang merupakan generasi raja Majapahit ke VII yang banyak disebutkan dalam buku-buku lain berkuasa pada tahun 1468 M 1478 M.
Prabu Brawijaya V yang menikah menggunakan Putri Wandhan & meiliki anak Raden Joko Bondan Kejawan yang berjulukan Haryo Lembu peteng atau Ki Ageng Tarup III yang menikah menggunakan putrinya Haryo Lembu Peteng Kidang telangkas atau Ki Ageng Tarup II yaitu Dewi Nawangsih, setelah menikah kemudian punya anak 3 yaitu
Raden Joko Dukuh / Syeh Kabidullah / Ki Ageng Wonosobo,
Raden Dhepok berjulukan Ki Ageng Getas Pandhawa, &
Nyi Ageng Ngerang I.
Dalam sebuah catatan kesultanan Ngayogyakarta, oleh KRT. Yudodipraja tahun 1991 , menjelaskan terkait Ki Ageng Wonosobo, yaitu;
Raden Alit inggih Haryo Ongkowijoyo sareng gumanti Nata Jejuluk Prabu Browijoyo kaping;V; ing Mojopahit kaping : VII : garwa Ratu Andorowati (Dworowati) Putri Cempo.
Peputra : 117 , kalebet saking garwa pangrembe. (hal 3).
………
14. Saking Putri Wandhan : Raden Joko Bondhan Kejawen kaparingaken Kyai Buyut Muzahar ing pesisir ler wetan Pati celak Gebadot sareng diwasa lajeng kaparingaken Ki Ageng Tarub Kidang Telangkas inggih Kyai Lembu Peteng kasebut Kyai Tarub kaping : II : punika putra angkat Nyai Ageng Seladhaka ing Tarub Getas Taji ping I inggih puniko ingkang angsal bendhe Kyai Bicak awit dening kempulipun saking Dhalang Picak.
Dene Raden Bondhan Kejawen lajeng kaelih nama : Haryo Lembu Peteng kadhaupaken angsal putranipun estri Kyai Tarub Kaping II nama : Dewi Nawangsih. Haryo Lembu Peteng anggentosi marasepuh nama Ki Ageng Tarub III. (Hal.4)
………
VIII. Raden Joko Bondhan Kejawen inggih Haryo Lembu Peteng Inggih Ki Ageng Tarup kaping III garwa putranipun Lembu Peteng Kidang Telangkas, inggih Ki Ageng Tarup ping II nama : Dewi Nawangsih peputra : 3
Raden Joko Dhukuh Manjing Islam Nyekabet dhateng Sunan Mojogung Gunung Jati tanah Cirebon lajeng kapundhut mantu keparingan nama Syeh Kabidullah, dedalem Ing Wonosobo karan Ki Ageng Wonosobo,
Raden Dhepok Manjing Islam nyekabet dhateng Sunan Mojogung Gunungjati ugi kapundhut mantu keparingan nama Syeh Ngabdulloh dedalem ing Getas Pandhawa.
Rara Kasiyan inggih Nyai Ageng Ngerang I, garwa panggih nak dherek putrane Raden Joko Srengoro, putra Brawijoyo ping V putra ingkang nomor : III.(hal.11).
Data di atas memberikan isu bahwa Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit terakhir (VII) yang menikah menggunakan Ratu Andorowati (Dworowati) Putri Cempa, & menggunakan istri-istri selirnya mempunya 117 anak. Anak yang ke 14 dari Prabu Brawijaya yang menikah menggunakan Putri Wandhan mempunyai anak bernama Raden Joko Bondhan Kejawen yang kemudian dibesarkan oleh Kyai Buyut Muzahar.
Setelah dewasa kemudian diberikan ke Ki Ageng Tarub Kidang Telangkas atau Kyai Lembu Peteng atau dikenal menjadi Kyai Tarub ke II. Kemudian Raden Joko Bondhan Kejawan menikah menggunakan anaknya Kyai Tarub II atau Ki Ageng Tarub Kidang Telangkas yaitu Dewi Nawangsih, Raden Joko Bondhan Kejawan kemudian berganti nama menjadi Ki Ageng Tarub III.
Ketika melihat pernyataan tersebut sangat menggelitik terdapat apa sebenarnya kenapa Raden Joko Bondan Kejawan tidak dirawat di lingkungan kerajaan tetapi versi dari asal buku diatas ketika anaknya lahir langsung diberikan kepada Kyai Buyut Muzahar & kemudian Ki Ageng Tarub Kidang Telangkas yang kemudian menjadi mertuanya. Nampak krusial ketika kita melihat kajian dari Rafles dalam bukunya The History Of Java halaman 468, yang mengungkap sedikit ihwal nama Bondan Kejawen menjadi berikut ;
Kemudian , Angka Wijaya menjadi sakit yang dikatakan oleh para tabib menjadi penyakit yang tidsak dapat disembuhkan. Sebagai satu-satunya cara penyembuhan beliau disarankan buat hidup menggunakan galat satu dari budak wanitanya, yaitu seorang gadis yang berambut kriting. Dan butir dari relasi mereka merupakan lahirnya seorang putra, yang menurut cerita dikenal menjadi Bondan Kejawen; anak ini tidak usang setelah dilahirkan, di bawa kepada Kiai Gede Tarup Sisela, pengawas sawa atau tempat menanam padi yang dimiliki raja, & diperintahkan buat membesarkan anak tersebut seolah-olah menjadi anak yang pernah ditemukanya.
Menjadi relatif jelas ketika memahami asal tersebut meski menggunakan asal pertama terdapat sedikit perbedaan ketika Raden Joko Bondhan Kejawan lahir dalam The History Of Java tidak usang setelah dilahirkan dibawa ke Kiai Gede Tarub Sisela yang menurut pemahaman aku ini merupakan satu nama orang menggunakan Ki Ageng Tarub Kidang Telangkas. Tetapi dalam asal yang pertama menyatakan begitu lahir sebelum di bawa ke Ki Ageng Tarub Kidang Telangkas tetapi di asuh dulu oleh Kyai Buyut Muzahar.
Kiai Gede Tarub Sisela yang merupakan pengawas sawa atau sawah miliki raja, tentunya memiliki suatu keahlian di bidang pertanian khususnya pertanian padi.
Melanjutkan klarifikasi yang diberikan oleh catatan kesultanan Ngayogyakarta, Raden Joko Bondan Kejawen yang menikah menggunakan Dewi Nawangsih mempunya 3 orang anak yaitu;
Raden Joko Dukuh yang masuk islam pada sunan Gunang Jati & belajar kepercayaan islam pada sunan Gunung Jati di Cirebon, kemudian Sunan Gunung Jati menjadikanya mantu. Bentuk kalimat yang menjelaskan bahwa Raden Joko Dukuh berdomisili di Wonosobo mengidentifikasikan beliau bukanlah orisinal orang Wonosobo tetapi orang yang mendapatkan penugasan spesifik dari para wali buat menjadi mubaligh atau penyebar kepercayaan islam di daerah kabupaten Wonosobo, sekarang lebih dikenal menjadi desa Plobangan, kemudian dikenal menggunakan nama Ki Ageng Wonosobo.
Raden Dhepok / Syeh Ngabdullah / Ki Ageng Getas Pandhawa berada didaerah Getas Pandhawa.
Nyi Ageng Ngerang yang berada di daerah Pati.
Silsilah Ki Ageng Wonosobo, dari jalur ayah jelaslah sudah bahwa Ki Ageng Wonosobo merupakan anak dari Ki Joko Bondan Kejawan & jua merupakan cucu dari Prbu Brawijaya V, raja Majapahit terakhir. Dimana Ki Joko Bondan Kejawan merupakan anak ke 14 dari prabu Brawijaya, atau merupakan saudara termuda dari Raden Fatah sultan pertama Demak.
Sebagai penutup goresan pena ini, terlepas dari Trah Mataram dari Grobogan atau dari Wonosobo. Memahami sejarah Ki Ageng Wonosobo berarti memahmi ihwal proses keruntuhan Majapahit, proses awal kesultanan Demak, Proses Islamisasi di Nusantara.
Referensi :
Otto Sukatno Cr. Dieng Poros Dunia Menguak Jejak Peta Surga Yang Hilang iRCiSoD. Yogyakarat. 2004.
Abdul Kholiq Arif, Otto Sukatno Cr " Mata Air Peradaban ; Dua Milenium Wonosobo" LKiS Yogyakarta, 2010.
KRT Yudodipraja. Majapahit ; Sorosilah Raja-Raja. Yogyakarta.1991
Sartono Kartodirjo, Mawarti Djoened Pusponegoro, Nugroho Notosusanto.,.Sejarah Nasional Indonesia Jilid III ; Jaman Pertumbuhan & Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia.,.PT Grafitas.,.Jakarta.,.1975.
Dr purwadi M. Hum.,.The History of Javanesche King.,.Ragam Media.,.Jogjakarta.,.2010.
Thomas Stamford Rafles. History Of Java. Gramedia. Jakarta. 2009.
Agus Sunyoto, Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Jakarta: Transpustaka, 2011.