Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Tentang mendapatkan cerita baru dalam sebuah perjalanan, saya ialah satu dari sebagian orang yang percaya. Perjalanan apapun itu, baik perjalanan dalam menjalani hayati & kehidupannya maupun perjalan-perjalanan yang pernah beliau lakukan. Dan yang absolut, setiap orang punya cerita masing-masing. Mulai dari yang menyenangkan, mengharukan, unik, seram, & lain sebagainya.
Begitupun saya pribadi. Saya punya banyak kisah & cerita tentang perjalanan yang saya lakukan baik secara sendiri, bareng famili, maupun dengan teman & sahabat. Hidup ini ialah serupa perjalanan, demikian ungkapan adigium yang saya yakin tidak asing pada indera dengar kita semua. Senada dari ungkapan barusan, bahwa hayati ialah bergerak maju seperti halnya sebuah perjalanan yang meski kita rencanakan sesempurna mungkin selalu terdapat hal yang tidak terduga dalam perjalannya.
Baik, sebelum saya pada protes para pelancong sejati, saya harus mengakui jikalau saya bukanlah seorang dalam kriteria tersebut. Semua tak lebih dari sebuah keberuntungan yang patut pada syukuri saja. Semenjak saya berorientasi dalam pekerjaan sebagai tukang gambar & tukang ngelas Kubah Masjid-lah yang secara tidak tertentu menuntun, eeh maksud saya menuntut saya banyak bepergian ke luar kawasan. Mulai kota-kota utama Jawa, Aceh, Papua, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, & tentu saja kota seribu masjid, NTB pula berkali-kali saya tapaki.
Nama yang terakhir Nusa Tenggara Barat atau lebih tepatnya kota Lombok saya mendapati cerita yang akan saya bagikan pada tulisan ini. Cerita ini sebenarnya tidak sengaja saya dengar dari tukang nasi goreng pada depan inapan saya, Hotel Nusantara II pada kawasan Cakranegara, Mataram. Kemudian belakangan saya tahu kalau beliau berasal dari Jawa lebih tepatnya Malang.
Malam itu menjelang larut, masih beruntung nasi gorengnya masih nyisa beberapa porsi lagi. Nah, ditengah beliau mengayunkan pusaka andalannya berupa sotil tersebut mas ini masih serius terlibat obrolan dengan salah satu orang langganannya yang rupanya orang pribumi. Pada awalnya saya tidak begitu memperhatikan, tetapi ketika si bapak yang orang pribumi ini mengaku tidak berani pulang ke tempat tinggal, saya penasaran. Hingga saya saya pun terlibat obrolan tersebut, apalagi si mas tukang nasi gorengnya tetangga dewe. Maksudnya sama-sama orang Jawa, jadi cepet nyambung.
Rupa-rupanya yang diobrolkan serius itu ialah kenyataan mistis yang masih kental dalam warga Lombok. Bahkan, dalam obrolan tersebut si bapak yang orang pribumi tersebut seperti seorang tersangka yang saya cecar dengan aneka macam pertanyaan. Seperti halnya pada Bali, pada Lombok pun Leak cukup terkenal.
Kata bapak yang orang Sasak tadi, Leak atau Selak ialah sebutan umum untuk setan dalam bahasa Sasak. Menurut penuturannya, Leak itu sebenarnya sebuah kesalahan dalam niat. Orang Lombok jaman dulu masih akrab dalam dunia perdukunan. Versi yang pertama ialah bermula ketika mereka minta syarat untuk kaya atau lancar bisnis, mereka ini tentu saja diberikan beberapa syarat oleh sang dukun untuk pada penuhi. Kesan yang saya tangkap ialah semacam pesugihan kalau dalam pemahaman orang Jawa. Nah, diantara syarat tersebut yang harus dilakukan ialah dengan mandi kembang pada pelataran dengan menggunakan kuali, sesudah itulah mereka berkembang menjadi Leak atau Selak.
Sambil menyatap nasi goreng yang masih kemebul itu, bapak-bapak tersebut masih melanjutkan tuturannya. Diceritakan pula, jikalau berasal-usul Leak atau Selak Lombok ini ialah sebuah ilmu hitam yang konon sampai ketika ini masih terdapat yang mengamalkannya. Ilmu hitam yang dianut oleh seseorang ini sedikit unik atau lebih tepatnya dikatakan menakutkan. Bagaimana tidak, jikalau siang hari mereka ini normal seperti manusia biasa, bahkan jikalau beliau ialah muslim pula melakukan shalat seperti pada umumnya. Namun, ketika mereka marah pada seseorang konon mereka ini bisa miber (terbang) & mengubah wujud yang menyeramkan (saya jadi teringat ketika pada Tanjung Selor terdapat yang cerita tentang Kuyang, hampir mirip-miriplah). Dan Leak yang seperti inilah penyebab si bapak ini tidak berani balik ke rumahnya, lebih menunjuk besuk paginya.
Cerita yang lebih menarik lagi justru tambahan dari mas tukang nasi goreng ini, ketika awal-awal beliau marantau ke Lombok ini, ketika itu beliau mangkal tak jauh dari Pemandian Narmada. Ceritanya, terdapat bakul kambing yang menuntun beberapa kambing melintas pada depan warungnya, salah satu kambing tersebut tiba-tiba lepas dari kekangnya kemudian melompat salah satu jalan perkampungan. Ada yang sempat melihat kambing tersebut menjadi manusia & masuk ke pasar. Disinyalir kambing tersebut ialah Leak.
Ada cerita lagi yang saya dapatkan belakangan, dari asal yang berbeda. Tepatnya pada salah satu pengurus atau takmir loka garapan saya selang beberapa hari kemudian. Dari penuturan bapak yang ini katanya terdapat pula Leak yang menghisap darah orang mangkat lewat kukunya. Setidaknya hal ini masih ditemui berpuluh tahun silam. Jelasnya listrik belum masuk kawasan kampung-kampung pada pulau yang eksotis ini. Versi penuturan dari bapak yang satu ini adanya ilmu Leak tidak lekang oleh jaman alasannya adalah ilmu ini ialah menurun dari pemgamalnya. Setidaknya sampai tujuh turunan. Dan akhirnya kita berada dipenghujung tulisan tulisan ini. Akhir kata, terimakasih telah membaca tulisan ini & sampai jumpa pada tulisan selanjutnya. Nuwun.