Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Penjajahan Belanda selama 3,5 abad di bumi Indonesia nyatanya tidak semuanya meninggalkan luka. Banyak peninggalan Belanda yang akhirnya masih bisa kita nikmati hingga sekarang, contohnya jalan raya Daendels Anyer-Panarukan walaupun harus mengorbankan ribuan rakyat Indonesia ketika pembangunan jalan tersebut. Contoh lainnya adalah Stasiun Kereta Lampegan yang terletak di Desa Cibokor, Cibeber, Kabupaten Cianjur-Jawa Barat. Diklaim menjadi stasiun kereta tertua di Indonesia yang selesai dibangun pada tahun 1882.
Tahun 1882. Kisah Ronggeng Nyi Dedeh dan bintang penari mengagumkan Ronggeng Nyi Sadea jauh melampaui kisah mereka menjadi penari ronggeng. Itulah malam pesta peresmian Perkebunan Teh Gunung Manik. Tahun itu menandai pembangunan rel kereta api Sukabumi menuju Bandung melewati Cianjur telah rampung. Terowongan Lampagan sepanjang 687 meter.
Malam itu, pesta tengah berlangsung sejak sore hari. Para tamu undangan berdatangan dengan pakaian terbaik. Para pejabat Hindia Belanda dari Batavia dan Priyangan pun datang. Termasuk Gubernur Hindia Belanda Cornelis Pijnacker Hordijk pun telah hadir. Bupati R.A.A. Prawiradireja pun telah datang lebih dahulu. Bupati Priangan atau Cianjur didampingi oleh salah satu anak perempuan dari selir bernama Neng Ila.
Kedatangan Gubernur Jenderal dan Bupati serta Regent menjadi daya tarik dan sorotan rakyat yang hanya melihat dari luar pagar anjung berjarak sekitar 100 meter. Hanya ketua dusun yang diundang dalam pesta itu. Mereka pun duduk di barisan paling belakang di dekat pagar pembatas tempat rakyat berdiri menonton. Pelita dan lampu berwarna kuning dan merah menghiasi anjung yang menjadi daya tarik warga desa yang mengenakan sarung menjadi penutup dinginnya malam. Itulah kali pertama warga desa di sekitar perkebunan melihat bola lampu listrik.
Di anjung yang didirikan di depan kursi-kursi undangan para pejabat dan orang penting Hindia Belanda, tarian meliuk penari Ronggeng Nyi Sadea dan Nyi Dedeh serta beberapa penari ronggeng lain menghibur penonton dan tetamu. Lampu berwarna-warni menghiasi anjung dan lokasi pesta. Tabuhan gamelan meningkahi liukan tarian ronggeng Nyi Sadea yang menjadi primadona tari ronggeng pada masa itu. Nyi Sadea sangat terkenal selain muda dan mengagumkan dengan wajah Indo, Nyi Sadea juga pandai berbahasa Belanda. Itulah yang semakin membuat Nyi Sadea kesohor di kalangan warga kelas atas Hindia Belanda.
Pesta itu menyuguhkan berbagai makanan Eropa; juga snack khas Belanda. Tak ketinggalan makanan olahan variasi Eropa-lokal pun disuguhkan seperti lemper, pisang goreng keju, dan Klappertart. Menu utama babi guling pun disuguhkan. Di meja berbentuk bulat terjejer rapi gelas piala yang berisi anggur merah dan anggur putih; selain bir merek Heineken yang tengah naik daun yang perusahaannya didirikan pada tahun 1864 di Amsterdam, Negeri Belanda. Malam makin larut. Rakyat yang berdiri menonton satu-satu mulai surut pergi ke kampung karena udara dingin dan gerimis mulai menusuk. Nyi Dedeh dan Nyi Sadea masuk ke kamar ganti di belakang anjung. Nyi Sadea telah berganti baju rok terusan merah setinggi lutut.
Tiba-tiba ada seorang opsir Belanda berdarah Ambon menyampaikan pesan untuk Nyi Sadea. "Nyi Sadea, de heer Philip wil je zien. Tuan Philip ingin bertemu di belakang rumah!" kata opsir berdarah Ambon itu dalam bahasa Belanda.
"Wie – siapa?" tanya Nyi Sadea sedikit terkejut.
"De heer Philip," sahut opsir itu. Maka Nyi Sadea pun diajak Tuan Philip menyingkir dari keramaian pesta ronggeng sekitar pukul 03:30. Mereka berjalan kearah selatan menuju Stasiun Kereta Api Lampagan yang dihiasi lampu-lampu malam itu. Mereka berdua menyusuri kegelapan malam dan masuk ke Terowongan Lampagan. Dan sejak ketika itu Nyi Sadea dan Tuan Philip menghilang.
Faktanya, dalam sejarah, ternyata dalam daftar para pejabat, tak ada nama Tuan Philip baik dalam arsip Hindia Belanda ataupun pemerintahan Bupati Priangan yang berkedudukan di Cianjur. Siapakah Philip von Humboldt dan siapakah ronggeng Nyi Sadea?
Inilah kisah panjang yang menghiasi misteri Terowongan Lampagan yang termashur sampai sekarang dalam pandangan mistis masa lalu. Maka kisah pesta dan hilangnya Nyi Sadea di atas yang diyakini penduduk setempat menjadi kisah yang tak lekang oleh zaman sampai sekarang.
Beberapa waktu yang lalu, kolega dekat saya (Indigo) asal Garut berkunjung ke rumah karena hendak mengajak berziarah ke Pajimatan Imogiri melakukan kontemplasi menelusuri jejak kisah spektakuler penari Ronggeng Nyi Dedeh dan Nyi Sadea dengan latar belakangnya. Sempat saya stigma dan saya bagikan di perkerisan ini. Sekali lagi ini, ini telaah spiritual yang tentu dan bisa jadi tidak sinkron dengan kisah legenda yang tersebar ketika ini.
Bunyi tetabuhan dan alunan nyanyian lagu, lagu dari Chevalier berjudul Duchess of Fife yang popular pada tahun 1890-an di Belanda. Namun anehnya dinyanyikan oleh seorang perempuan. Suara nyanyian perempuan di Terowongan Lampagan mengagetkan warga yang tinggal di sekitar Terowongan Lampagan mengagetkan warga. Itu terjadi berkali-kali. Kisah lagu Duchess of Wife atau Hertogin van Fife sangat merdu.
Dikisahkan sekitar tahun 1840 Mark von Humboldt menikah dengan gadis Belanda di Den Haag bernama Ellen van den Bosch. Pernikahan ini menghasilkan tiga anak; dua laki-laki dan satu perempuan. Meraka adalah Johan dan Philip von Humboldt.
(Kisah pernikahan dua warga negara Jerman dan Belanda ini menciptakan kisah yang mengilhami lahirnya buku the Earth of Mankind alias Bumi Manusia karya Pramudya Ananta Toer. Pernikahan Mark dan Ellen melahirkan anak perempuan bernama Annelia – yang dalam karya Pram bernama Annelis. Mark adalah seorang serdadu Prancis keturunan Jerman-Yahudi yang membantu penemuan batu Rosetta di Mesir pada tahub 1799. Batu Rosetta yang mengungkap sejarah Mesir kuno. Ellen dan Mark kelak memiliki anak yang kelak hidup di Hindia Belanda yakni Philip von Humbold yang lahir tahun 1850.)
Mark dan Ellen von Humboldt menjadi warga negara keturunan Yahudi adalah warga negara kelas dua baik di Prancis maupun di Jerman. Mark bekerja menjadi serdadu bayaran. Ellen bekerja di toko roti di dekat pelabuhan Rotterdam. Kehidupan yang sulit memaksa mereka berpisah. Sepulang dari ekspedisi ke Afrika, Mark pergi ke Rotterdam pada tahun 1849. Sepulang dari ekspedisi, Mark dan Ellen membuka toko souvenir di samping toko roti tempat Ellen bekerja.
Di toko itu banyak barang antik dijual dari seluruh dunia. Koleksi barang antik datang dari seluruh dunia, termasuk dari Hindia Belanda. Terlebih lagi sejak tahun 1839 William Ruys melayani rute perdagangan Belanda dan Hindia Belanda. Tiga dekade berikutnya, pada 1872 Rotterdam Lloyd atau Stoomboot Reederij atau Rotterdamsche Lloyd mulai melayari Rotterdam – Batavia.
Mark sebelum menikah dengan Ellen telah memiliki seorang anak dengan seorang perempuan Asia. Nama toko Roti Shadeau milik Mark dan Ellen sebenarnya diambil dari nama anak perempuan Mark dengan wanita Asia.
Itulah Nyi Sadea yang menjadi legenda dan sering menyanyikan lagu bahasa Belanda yang terdengar di Terowongan Lampagan. Penampakan Nyi Sadea yang mengenakan baju merah pun identik dengan trend pakaian perempuan Indo pada waktu itu. Shadeau nama anak perempuan itu pun menjadi Sadea dalam bahasa orang-orang Sunda. Nuwun.