Dunia Keris – Selamat tiba kerabat perkerisan. Karya akbar pujangga Ranggawarsita memang banyak yang terkenal. Ranggawarsita adaah galat satu puangga dari pulau Jawa yang paling terkenal, sosok & karya-karyanya menjadi perhatian global, namun sayang banyak anak negeri yang lupa akan sang pujangga & lebih mengaggumi pujangga impor. Selain memiliki bobot yang berkualitas, istilah-istilah sastranya pula selaras dengan perkembangan zaman. Karya Ranggawarsita yang terkenal, diantaranya: Jaka Lodhang, Pustaka Raja Purwa, Sabda Jati & Hidayat Jati. Selain itu, ada pula Serat Cemporet yang hendak kita kita perbincangkan ini.
Serat Cemporet lebih terkenal lantaran digubah memakai bahasa Jawa yang indah. Zaman dahulu, sebelum Jepang menjajah Indonesia, kitab tersebut digemari banyak orang untuk bacaan, khususnya yang senang melantunkan macapat. Namun demikian, pula tidak sedikit orang yang mencela kitab tersebut lantaran bahasa yang dipakai terlalu halus (bahasa sastra tinggi). Obrolan orang desa yang memakai bahasa tadi dianggap terlalu tinggi, sehingga terkesan dirancang-buat.
Kesan itu pernah ditulis oleh Prof. Dr. R. Ng Purbacaraka dalam bukunya Kepustakaan Jawa. Tapi banyak pula orang yang setuju dengan pendapat tersebut karena karya sastra itu mempunyai kebebasan dalam memilih istilah-istilah, & tidak harus mengikuti idiom-idiom yang ada di masyarakat pribadi.
Serat Cemporet tersebut sampai sekarang masih digemari. Cerita yang dipaparkan dalam kitab ini benar-benar memikat & memukau pembaca. Pintarnya sang pujangga dalam menghubungkan ceritanya memang mumpuni. Yang menjadi tokoh tidak hanya manusia saja, tapi ada pula global gaib siluman/tuhan dengan binatang-binatang. Namun demikian, Ranggawarsita pula tidak lupa menyisipkan nasihat-nasihat atau petuah-petuah arif yang berasal dari nenek moyang.
Serat Cemporet Ranggawarsita, kisahnya memang ceritera antik, bagian akhir dari pustaka Rajaweda, yaitu mengenai Negara Purwacarita di istananya Raja Sri Maha Punggung. Awal ceritanya, Raja Suwelacala memiliki putra 6 orang, yaitu:
Raden Jaka Panuhun yang suka bertani. Dia merangkul petani tlatah Pagelan & sekitarnya. Raden Jaka Panuhun berputra 3 orang, yang sulung bernama Raden Jaka Pratana. Badannya cebol. Lalu yang nomor 2 bernama Raden Jaka Sangara yang punya cacat saat lahir, & yang bungsu bernama Raden Jaka Pramana dari bunda keturunan jin.
Raden Jaka Sandanggarba, membawahi masyarakat pedagang di Jepara dengan julukan Sri Sadana. Raden Jaka Sandanggarba berputra 5 orang, yaitu Raden Jaka Sudana, Raden Jaka Barana (Daniswara), Raden Jaka Suwarna (Anggliskarpa), Raden Jaka Pararta & Dewi Suretna.
Raden Jaka Karungkala yang membawahi tempat Prambanan dengan julukan Sri Kala. Raden Jaka Karungkala berputra 4 orang, yaitu Dewi Karagan, Dewi Jonggrangan, Raden Jaka Sangkala (Arya Pramadasakala) & Raden Jaka Pramada (Raden Prawasata).
Jaka Tunggulmetung yang membawahi di Pagebangan, memimpin petani garam dengan julukan Sri Malaras. Jaka Tunggulmetung berputra 2 orang, yaitu Raden Jaka Suwarda & Raden Jaka Damedas.
Raden Jaka Petungtantara yang menjadi pimpinan maharesi Medhangkawit dengan julukan Resi Sri Madewa. Pusat kerajaannya di Pamagetan, lereng Gunung Lawu. Raden Jaka Petungtantara berputra 2 orang, yaitu Dewi Resi & Raden Surasa (resikana).
Raden Jaka Kandhuyu berkuasa di Purwacarita dengan julukan Sri Maha Punggung, yang bertahta pada tahun Surya 1031 atau 1061. Istrinya ada 3 orang, yang kesemuanya ialah putra seorang tuhan. Istri pertama bernama Dewi Sundadari, punya anak bernama Raden Kandaga (Raden Lembu Jawa atau Arga Kalayuda) & Raden Kandiyana.
Istri kedua yaitu Dewi Mandyadari Retna Kenyapura yang berputra Raden Kandawa. Istri yang ketiga, Dyah Upalagi, berputra Raden Kandeya (Arya Pralambang) & Raden Kandiyana.
Tersebutlan dalam ceritera tadi mengenai Raja Pagelen yang punya asa menikahkan putranya, Jaka Pramana dengan Dewi Suretna, putri raja di Jepara. Lalu, timbul kasus lantaran Jaka Pramana belum berhasrat nikah andai istilah kakak-kakaknya yang cacat tadi belum menikah. Begitu pula Dewi Suretna tidak mau menikah dengan putra raja di Pagelen, lantaran dikira bakal dinikahkan dengan yang menyandang cacat. Nuwun.
Bumi Para Nata, Kaliurang, Ngoyogyokarto Hadiningrat, 15/06/2017