Kolega dekat bersama keluarga
Akhirnya kesampaian maupun!
Kata itulah yang pertama kali terucap ketika menemukan objek yang saya cari, mercusuar anyer. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk mencapai lokasi ini, saya pernah melewatinya ketika ke Karang Bolong beberapa waktu lalu, hanya saja tidak terpikir singgah di tempat ini. Akhirnya, menggunakan difasilitasi kolega dekat, Sdr. Najiburahman yang tinggal di kota Cilegon dan menggunakan kemurahan hatinya sampai maupun akhirnya saya ke Mercusuar yang sejarah berdirinya menyimpan sejarah kelam tersebut. Sekitar satu jam perjalanan yang saya tempuh dari rumah kolega dekat yang berlokasi di perbatasan antara kabupaten serang dan cilegon untuk mencapai mercusuar ini.
Rasa lelah pun belum berkiprah dari tubuh ini tapi pemandangan laut yang menakjubkan menghasilkan bersemangat untuk mengeksplorasi lebih jauh lagi tentang mercusuar Anyer. Tak jauh dari mercusuar, para pekerja sedang membereskan tenda-tenda bekas terdapat helatan di situ, rupa-rupanya siangnya terdapat festival debus yang dihadiri pejabat Gubernur Banten, Rano Karno. Sore itu angin berhembus tidak terlalu kencang, menghasilkan suasana sore begitu menyenangkan. Tanpa menunggu komando saya eksklusif berkiprah menuju pintu masuk mercusuar, namun sesampainya di pintu masuk, sang penjaga mercusuar tidak mengizinkan kami masuk. Penjaga tersebut beralasan lantaran waktu berkunjung sudah habis. Kecewa.
Dari bagunannya, mercusuar itu terbuat dari susunan ratusan plat baja menggunakan ketebalan 3cm mungkin menggunakan berat ribuan ton, berbentuk persegi dua belas menggunakan ketinggian sekitar 60 meter. Namun dari kejauhan mercusuar tersebut tampak seperti tabung raksasa yang semakin mengecil sampai menggunakan puncaknya dan dipuncaknya terdapat lampu suar. Dengan diameter awal 10 meter dan diameter akhir 6 meter.
Dari literatur yang saya baca sebagai bahan penulisan ini, Mercusuar ini terdiri dari 17 lantai dan andai saja ditambah menggunakan ruangan lampu suar berjumlah 18 lantai tapi terdapat yang menyampaikan 16 lantai, entahlah. Di setiap lantai dalam bagian tengahnya terdapat penyangga lantai diatasnya yang berbentuk tabung menggunakan diameter yang lebih kecil dari bagian luar mercusuar. Jika tadi saya sempat menginformasikan bahwa mercusuar ini seperti tabung raksasa yang semakin mengecil sampai menggunakan puncaknya begitupun bagian tengah dari setiap lantai mercusuar,sebuah rongga berbentuk tabung yang semakin ke atas semakin kecil diameternya. Di setiap lantai terdapat 2 buah jendela selain untuk aliran udara, maupun untuk pencahayaan sehingga dalam pagi hari mercusuar ini bisa dinaiki tanpa perlu donasi cahaya lain.
Mercusuar menggunakan tinggi 75.5 meter dan terbagi menjadi 18 lantai menggunakan 286 anak tangga ini dibangun tepat dalam KM.0 jalan Anyer-Panarukan. Pada titik inilah dimulai pembangunan proyek jalan sepanjang 1.806 KM Anyer-Panarukan dalam masa pemerintahan Hindia-Belanda yang dipimpin sang Gubernur Jenderal Deandles dan memakan banyak korban jiwa warga Indonesia menggunakan sistem kerja rodi. Di kawasan pantai Bojong ini dapat kita lihat prasastinya yang berbentuk patok/tonggak sebagai tanya titik KM.0 jalan raya pertama di pulau jawa dan masih dipakai sampai kini.
comot dari google
Seperti yang kita memahami bahwa fungsi mercusuar merupakan sebagai
penunjuk arah lalu lintas kapal, dalam awalnya mercusuar ini dibangun menggunakan batu bata, yang kemudian hancur lantaran letusan gunung Krakatau dalam tahun 1883, dan sampai kini masih dapat kita lihat berupa pondasinya saja, sayangnya kolega dekat tidak mengajak saya ke sini. Kemudian dalam tahun 1885 dibangun kembali mercusuar menggunakan konstruksi baja. Mercusuar ini sangat penting perananya untuk memilih arah mata angin di selat sunda dan memilih batas daratan dan lautan serta sebagai rambu penerangan kapal-kapal pedagang VOC yang berlayar melintasi selat sunda sebagai merupakan jalur pelayaran internasional dalam abad 18-an. Sekarang mercusuar ini masih sering digunakan sang dinas perhubungan sebagai alat bantu navigasi laut bagi kapal yang melintasi selat Sunda.
Bersama Sdr. Najib kolega dekat
Sejarah di dirikannya Mercusuar ini tidak tanggal dari satu dari peninggalan penjajah Belanda yang masih bisa dirasakan sampai hari ini merupakan Jalan Pantai Utara (Pantura). Jalan Pantura yang kini kita kenal sebagian besar merupakan peninggalan Belanda yang dikenal menggunakan sebutan De Grote Postweg atau Jalan Raya Pos dari Anyer ke Panarukan. Jalan ini dibangun dalam era Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Daendels memerintah antara tahun 1808-1811. Pada masa itu Belanda sedang dikuasai sang Perancis. Sebagian dari jalan ini kini menjadi Jalur Pantura yang membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Pembangunan jalan ini merupakan proyek monumental Daendels, namun harus dibayar mahal menggunakan banyak pelanggaran hak-hak asasi insan lantaran dikerjakan secara paksa tanpa imbalan atau kerja rodi. Ribuan penduduk Indonesia meninggal dalam kerja paksa ini. Jalan Raya Pos awalnya dibangun untuk pertahanan militer Belanda dalam massa itu. Jalan Anyer-Panarukan ini maupun digunakan Belanda untuk menunjang sistem tanam paksa (cultuur stelsel) yang ketika itu sedang diterapkan kolonial Belanda. Dengan adanya jalan ini hasil bumi dari Priangan lebih gampang dikirim ke pelabuhan di Cirebon untuk selanjutnya dibawa ke negeri kincir angin. Jalan ini maupun memperpendek waktu tempuh perjalanan darat dari Surabaya ke Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa dipersingkat menjadi tujuh hari. Sungguh sebuah prestasi luar biasa ketika itu. Jalan ini maupun sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang sang Daendels kemudian dikelola dalam dinas pos. Pada awalnya, setiap 4,5 kilometer jalan ini didirikan pos penjagaan sebagai tempat perhentian dan penghubung pengiriman surat-surat. Tujuan pembangunan Jalan Raya Pos merupakan memperlancar komunikasi antar daerah yang dikuasai Daendels di sepanjang Pulau Jawa dan sebagai benteng pertahanan di Pantai Utara Pulau Jawa. Karena itulah jalan ini dalam awalnya dianggap De Grote Postweg atau Jalan Raya Pos dari Anyer ke Panarukan. Untuk menciptakan proyek ini, Daendels mewajibkan setiap penguasa pribumi untuk memobilisasi warga, menggunakan target pembuatan jalan sekian kilometer. Sadisnya, priyayi atau penguasa pribumi yang gagal mengerjakan proyek tersebut, termasuk para pekerjanya, dibunuh.
Tak hanya itu, kepala mereka lalu digantung di pohon-pohon kiri-kanan ruas jalan. Gubernur Jenderal Daendels memang menakutkan, dia kejam, sadis dan tidak kenal ampun. Karena banyaknya korban dalam pembuatan jalan Batavia-Banten masih simpang siur, berdasarkan beberapa sejarahwan, korban meninggal sekitar 15.000 orang dan banyak yang meninggal tanpa dikuburkan secara layak. Walaupun demikian Daendels semakin keras menghadapi warga, dia tidak segan-segan memerintahkan tentaranya menembak mati warga yang lalai atau tidak mau bekerja dalam pembuatan jalan apapun alasannya. Dengan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa dalam zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini. Jalan itu kini telah berusia lebih dari 200 tahun, meski demikian sebagian besar jalan Daendels masih bisa digunakan. Bahkan jalan ini menjadi akses darat satu-satunya untuk menuju Anyer. Sejarah pun mencatat betapa kelamnya sejarah jalan ini. Sekian sampai jumpa dalam Tapak Tilas sejarah berikutnya.
~disararikan dari aneka macam sumber terpilih~